Dalam momen Maulid Nabi saw. seperti sekarang, masyarakat Indonesia banyak yang menyelenggarakan majelis shalawatan atau burdahan. Acara-acara itu diselenggarakan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah swt. yang telah memberikan rahmat-Nya dengan kelahiran Nabi terakhir, Nabi Muhammad saw.
Selain itu, pembacaan Sirah Nabawiyah dan shalawat pada majelis-majelis tersebut sebagai ekspresi wujud rasa cinta, pujian, dan sanjungan terhadap beliau.
Tidak jarang, dalam majelis tersebut ada tradisi membakar bukhur atau dupo dalam bahasa jawa yang mengiringi khidmahnya acara itu.
Tidak jarang pula ada beberapa orang yang mempertanyakan pembakaran bukhur karena dianggap identik dengan kemenyan dalam dunia perdukunan.
Baca Juga: Membakar Kemenyan dan Wewangian Bukhur, Sunnah yang Terlupakan
Mungkin mereka tidak menyadari bahwa seiring perkembangan zaman dan teknologi, media wewangian mengalami pergeseran, sehingga merasa aneh dengan bukhur atau dupa yang merupakan pengharum ruangan pada masanya.
Perlu diketahui, khususnya yang pernah ziarah ke dua masjid mulia, yaitu Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, pembakaran bukhur untuk menghasilkan aroma wewangian merupakan hal yang maklum serta banyak dijumpai di negara-negara Arab. Ini dikenal dengan istilah istijmar.
Dalam kitab Shahih Muslim bi Syarhi An-Nawawi, pada jilid 15 dikemukakan riwayat dari Makhramah dari ayahnya, dari Nafi’, ia berkata:
كان إبن عمر اذا استجمر استجمر بالألوة غير مطراة او بكافور يطرحه مع الألوة. ثم قال هكذا كان استجمر رسول الله صلى الله عليه وسلم
Ibnu Umar RA ketika beristijmar (menggunakan wewangian), ia beristijmar dengan aluwwah tanpa dicampur dengan wewangian lainnya, atau dengan kafur (kamper atau kapur barus) yang campurkan dengan aluwwah. Kemudian Ibnu Umar mengatakan, “Seperti inilah Rasulullah SAW beristijmar.”
Dalam mensyarahi hadits ini, Imam An-Nawawi mengatakan:
ﺍﻻﺳﺘﺠﻤﺎﺭ ﻫﻨﺎ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻝ ﺍﻟﻄﻴﺐ ﻭﺍﻟﺘﺒﺨﺮ ﺑﻪ ﻭﻫﻮ ﻣﺄﺧﻮﺫ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺠﻤﺮ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺒﺨﻮﺭ
“Yang dimaksud istijmar di sini adalah menggunakan wewangian dan membakar dupa untuk menghasilkan aroma wangi (tabakhkhur). Istilah istijmar ini diambil dari kata Al-Mujmar yaitu Al-Bukhur (dupa yang dibakar).”
Adapun aluwwah merupakan kayu dupa yang dibakar dan menghasilkan aroma wewangian.
Selanjutnya Imam An-Nawawi menegaskan kesunnahan menggunakan wewangian, termasuk di dalamnya dengan membakar bukhur. Beliau berkata:
ويتأكد استحبابه للرجال يوم الجمعة والعيد عند حضور مجامع المسلمين ومجالس الذكر والعلم وعند إرادته معاشرة زوجته ونحو ذلك. والله أعلم
“Sangat disunnahkan menggunakan wewangian bagi laki-laki pada hari Jamat, hari raya, ketika menghadiri perkumpulan orang-orang muslim, majelis dzikir, majelis ilmu, bahkan ketika hendak bersenggama dengan istrinya, dan lain sejenisnya.” Wallahu a’lam.