Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Kisah cinta yang tak terselamatkan

Avatar photo
51
×

Kisah cinta yang tak terselamatkan

Share this article

Ibnu Abbas pernah dihadapkan dengan seorang pemuda yang amat kurus, pucat dan tak terurus.

Dia terlihat sangat lemah seolah sudah hilang sebagian nyawanya. Keluarga yang mulai cemas memohon kepada Ibnu Abbas: “Wahai sepupu Rasulullah, tolong obati orang ini!” 

Ibnu Abbas bertanya tentang sakit yang sedang dia derita. Namun, dia hanya diam membisu dan tidak memberi jawab. 

Beberapa saat setelahnya dia berkata:

بنا من جوى الحب المبرح لوعة
تكاد  لها  نفـس  المحب  تـذوب

“Dalam raga kami ada rasa kesedihan dan duka yang mendalam; karena cinta yang begitu menyakitkan bersemayam dalam jiwa. Hampir saja, jiwanya hilang, melayang karena perihnya sakit.”

و  لكنما  أبلى  حشاشة  ما  ترى
على  ما  به  عود  هنـاك  صليب

“Akan tetapi, rasa itu tiap hari terus menghabisi nyawaku secara perlahan, hingga keadaanku menjadi sebagaimana yang kamu lihat. Harapannya, ia kembali ke sana, bertemu dengan orang yang telah menyalib hatinya.”

Mendengar itu, Ibnu Abbas terkejut dan bertanya, “Dia berasal dari mana?”

Keluarganya pun menjawab, “Dia dari keluarga ‘Uzrah.” 

‘Uzrah adalah sebuah kabilah yang terkenal dengan cinta yang begitu tulus dan mendalam. Bagi mereka, kematian lebih ringan dari pada harus berpisah dari kekasih yang ia cintai.

الموت أسهل من فراق الحبيب

Hingga al-Bushiri dalam Burdahnya juga menisbatkannya cintanya kepada qabilah tersebut.

يا لائمي في الهوى العذري معذرة * مني إليك ولو أنصفت لم تلم.

“Wahai pencaci derita cinta uzrah, kata maaf aku sampaikan padamu. Aku yakin, andai kamu merasakan derita yang sama, mungkin kamu tidak akan mencaci maki.”

Setelah asal muasal keluarganya disebut, pemuda itu teriak dalam tangis. Seketika ia wafat. Kini jasadnya kaku. Dia mati dalam keadaan syahid cinta: cinta suci yang belum pernah dibalas, dan bertepuk sebelah tangan. 

من عشق وكتم وعف فمات فهو شهيد 

“Barang siapa yang merindu, dan dia menyembunyikannya, untuk menjaga dirinya, dan kemudian ia mati, maka ia mati syahid.”

Sumber cerita kitab Izhar Sidqi al-Mawaddah. 

Kontributor

  • Fahrizal Fadil

    Mahasiswa Indonesia di Mesir, asal dari Aceh. Saat ini menempuh studi di Universitas Al-Azhar, Fakultas Bahasa dan Sastra Arab. Aktif menulis di Pena Azhary. Suka kopi dan diskusi kitab-kitab turats.