Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Kisah sejarawan Andalusia belanja buku dengan makanan

Avatar photo
20
×

Kisah sejarawan Andalusia belanja buku dengan makanan

Share this article

Keunikan khazanah keilmuan Islam memang tidak ada habisnya. Kalau diulas kisah-kisah di balik lahirnya sebuah karya, atau hal-hal yang berkaitan dengan kekayaan khazanah Islam tentu akan menghabiskan ratusan halaman buku.

Di antara hal yang erat kaitannya dengan aktivitas intelektual para cendekiawan dan sarjana Islam adalah kedekatannya dengan buku dan kitab. Mereka semua tidak mempunyai jarak dengan benda satu ini. Buku dan kitab bagi mereka sudah jadi salah satu sahabat bahkan teman hidup yang abadi. Dengannya mereka akan selalu tenang dalam menjalani aktivitas mereka sebagai cendekiawan.

Tak heran jika kemudian para ulama dan sarjana muslim berlomba-lomba mengumpulkan dan mengoleksi buku dan kitab dari seluruh penjuru dunia. Mereka sadar betul, betapa pentingnya sebuah buku bagi diri mereka secara khusus dan masyarakat pada umumnya. Oleh sebab itu mereka melakukan segala upaya dan cara untuk mendapatkan koleksi buku yang diharapkannya.

Di antara salah satu fragmen unik yang dilakukan oleh para ulama dalam usahanya mengumpulkan koleksi buku adalah apa yang dilakukan oleh Muhammad bin Said bin Mudrik al-Ghassani. Ia salah satu ulama di kota Malaga, Andalusia. Ia seorang sejarawan dan pakar manuskrip di Andalusia pada masanya. Sekalipun ia menekuni manuskrip kuno, tulisan atau khatnya sangat bagus dan indah. Ia mengoleksi berbagai naskah buku dan kitab pada waktu itu. Jumlah koleksinya begitu banyak. Dalam catatan beberapa sejarawan Andalusia seperti Ibnul Abbar (w. 658 H) dalam Takmilah li Kitab al-Shilah, ia juga merangkap profesi sebagai penyalin naskah (warraq).

Ada satu kisah menarik dalam salah satu kisah pengumpulan koleksi bukunya. Kisah ini dicatat dalam kitab Syadzarat min Akhbar al-Kutub wa al-Kuttab wa al-Maktabat.

Suatu ketika paceklik dan kelaparan melanda segenap penduduk Romawi. Melihat fenomena tersebut Muhammad bin Said al-Ghassani terbersit ide cerdik. Ia melihat peluang besar untuk mendapatkan buku dan kitab koleksi orang-orang dengan harga miring.

Ia pun mengirimkan beberapa rombongan kontainer besar berisi makanan dan berbagai keperluan lainnya. Rombongan bantuan itu diserahkan kepada seorang pemuda yang kebetulan mempunyai banyak wawasan terkait koleksi kitab di Andalus. Ia ditugaskan untuk mendatangi negara-negara yang dilanda paceklik dan krisis pangan dan membagikan makanan kepada masyarakat. Tapi tidak secara gratis tentunya.

Oleh Muhammad bin Said al-Ghassani, ia diberi pesan agar tidak menjual satu piring makanan kecuali harus dibayar dengan sebuah kitab atau buku. Hal ini ia lakukan sebagai strategi jitu untuk membeli kitab koleksi penduduk dengan harga miring.

Karena sedang paceklik, makanan sulit didapat. Masyarakat mau tidak mau membeli makanan dengan koleksi buku dan kitab mereka. Akhirnya dengan strategi cerdik tersebut Muhammad bin Said al-Ghassani dapat mengumpulkan berbagai kitab-kitab dan buku langka dengan mudah.

Muhammad bin Said al-Ghassani kemudian dikenal sebagai sosok kolektor buku terlengkap pada masa itu. Bahkan beberapa koleganya mengakuinya seperti yang diabadikan oleh Ibnu Khomis (w. 592 H) dalam Mathlaul Anwar wa Nuzhat al-Bashair wa al-Abshar:

وكان عنده من الكتب النبيهة والأعلاق النفيسة ما لم يكن عند أحد, حتى أنه لا يكاد يوجد الآن كتاب نبيه  إلا وخطه عليه.

“Ia mempunyai koleksi buku yang langka dan berharga yang tidak dipunyai oleh orang lain. Bahkan hampir tidak ada satu kitab tentang ajaran Nabi, kecuali diatasnya terdapat tulisan (miliknya).”

Kontributor

  • Ahmad Yazid Fathoni

    Santri, Pustakawan Perpustakaan Langitan, suka menggeluti naskah-naskah klasik.