Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Perang Mu’tah, Awal Mula Khalid bin Walid Bergelar Saifullah

Avatar photo
37
×

Perang Mu’tah, Awal Mula Khalid bin Walid Bergelar Saifullah

Share this article

Perang Mu’tah terjadi pada bulan Jumadil Awal tahun 8 H bertepatan September 629 M. Mu’tah merupakan perang terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah Rasulullah. Mu’tah sendiri adalah sebuah nama dusun di sekitar wilayah Syam.

Pada abad 7 H, Rasulullah melakukan tahapan baru dalam berdakwah. Beliau mengirim surat (korespondensi) ajakan masuk Islam kepada beberapa raja dan penguas. Di antaranya
Raja Najasyi pemimpin Habasyah, Muqauqis raja Mesir, Kisra kaisar Persia, Al-Harits bin Abi Syamir Al-Ghasani raja Ghasan, Hauzah bin Ali penguasa Yamamah, Al-Mundzir As-Sawi penguasa Bahrain, Yuhanna ibn Rub’ah penguasa Yerusallem dan raja-raja Oman. Rasulullah juga mengirim surat kepada Syurahnil bin Amr Al Ghasani gubernur Bushra di wilayah Syam yang berada di bawah kekuasaan kaisar Romawi.

Di antara mereka ada yang menerima, sebagian menolak dengan baik, hingga ada yang menolak dengan keras bahkan dengan cara keji. Salah satunya adalah apa yang dilakukan Syurahbul bin Amr Al-Ghasanni. Ia bertindak melampaui batas kepada utusan Rasulullah SAW, Harits bin Umair Al-Azdi. Dia ditangkap dan dibunuh oleh Syurahbil. Mendengar kabar ini umat Islam merasa tertantang karena harga dirinya telah dihina dan diinjak oleh kaum kafir.

Latar Belakang

Dalam hukum Bangsa Arab, pembunuhan terhadap seorang utusan merupakan sebuah perbuatan keji dan bentuk penghinaan yang besar. Rasulullah mengabarkan hal ini kepada kaum muslimin, “Saudara kita utusanku Harits bin Umair Al Azdi telah dibunuh. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka besok setelah Salat Subuh berkumpul untuk perang di jalan Allah.”

Keesokan harinya terkumpulah 3000 pasukan,  jumlah terbesar muslim setelah perang Ahzab. Rasulullah memberikan pesan-pesan dan mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai komandan. Rasulullah menyerahkan bendera berwarna putih kepadanya kemudian berpesan, “Jika ia terbunuh maka diganti oleh Ja’far bin Abi Tholin dan jika ia terbunuh juga, maka diganti oleh Abdullah bin Rawahah.”

Pasukan itu dilepas Rasulullah dengan dihadiri warga Madinah yang tidak ikut berperang.

Pasukan terus berjalan, di Mu’an wilayah selatan Yordan, pasukan muslim beristirahat sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan kembali.

Saat tiba di Mu’an, pasukan muslim mendengar kabar bahwa pasukan musuh diberi bantuan Romawi dengan 100.000 pasukan, jumlah mereka menjadi 200.000 prajurit karena ditambah koalisi pasukan Arab Kristen yang terdiri atas Lakhm, Judzam, Balqin, Bahra, dan Balli di bawah komando Malik bin Zafillah.

Merespon ini pasukan muslim segera mengadakan musyawarah untuk menentukan langkah selanjutnya yang harus dilakukan. Tercapailah kesepakatan di antara mereka untuk mengirim surat kepada Rasulullah di Madinah meminta nasihat dan menjelaskan kenyataan yang terjadi di medan perang. Namun Abdullah bin Rawahah tidak setuju dengan kesepakatan ini.

Segeralah ia menyeru pasukan muslim dan berusaha mempengaruhi kaum muslim, “Wahai semua orang, demi Allah apa yang tidak kalian sukai dengan kepergian ini sebenarnya justru merupakan sesuatu yang kita cari, yaitu mati syahid. Kita tidak berperang dengan manusia karena jumlah, kekuatan, dan banyaknya personel. Kita tidak memerangi mereka, melainkan karena agama ini, yang dengannya Allah telah memuliakan kita. Maka berangkatlah, karena di sana hanya ada salah satu dari dua kebaikan: kemenangan atau mati syahid.”

Mereka pun terbakar kembali semangatnya dan membulatkan tekad untuk menghadapi musuh yang jumlah nya besar.

Pasukan muslim mulai maju bergerak mendekati desa Masyarif Al-Balqa, yang menjadi markas pasukan Heraklius. Wilayah ini tak jauh dari Mu’tah. Untuk menghindari pertempuran dini kaum muslim berbelok ke arah Mu’tah untuk dijadikan markas dan tempat mengatur strategi. Di Mu’tah kaum muslim mencari desa untuk dijadikan benteng karena tak mungkin menghadapi pasukan besar tanpanya.

Jalannya Perang

Setelah dua kubu selesai berstrategi, pertempuran terjadi. Seruan takbir dari Zaid bin Haritsah menjadi pembuka perang. Kaum muslim dibagi dua kelompok: sayap kanan dipimpin oleh Ubadah bin Malik, sayap kiri dipimpin oleh Quthbah bin Qatadah dan Zaid bin Haritsah sebagai komandan dan yang memegang panji Islam.

Zaid bin Haritsah syahid lebih awal dalam pertempuran. Panji Islam yang dipegangnya segera diambil oleh Ja’far bin Abu Thalib. Beliau bertempur sambil dan mengibarkan bendera.

Salah satu prajurit Romawi menebas tangan kanan Ja’far sampai terputus. Dia tetap kuat dan segera mengambil panji itu dengan tangan kiri. Tebasan selanjutnya dari memutuskan tangan kirinya. Ia masih kuat berjuang dan berusaha mengibarkan bendera walaupun kehilangan kedua tangan. Ia melakukan itu dengan gigitan gigi hingga akhirnya syahid setelah tusukan pedang prajurit Romawi menyasar tubuhnya.

Tinggal komandan terakhir yang dipilih Rasulullah, Abdullah bin Rawahah. Dia segera mengambil panji itu dan mengibarkannya mengabarkan kepada pasukan muslim bahwa perang belum berakhir. Abdullah pun bernasib sama dengan kedua komandan sebelumnya. Dia gugur syahid.

Melihat hal ini Tsabit bin Arqam segera mengambil panji yang terlepas dari pegangan Abdullah. Setelah perang dijeda, pada malam hari kedua belah pihak beristirahat dan mengatur strategi.

Tsabit bin Arqam mengusulkan kepada kaum muslimin mengenai siapa yang akan menggantikan untuk menjadi komandan selanjutnya.

Khalid bin Walid mendekat, “Sudahlah engkau saja wahai Tsabit bin Arqam.”

Tsabit bin Arqam menolak karena merasa tidak pantas. Dia menyeru kepada pasukan muslim untuk memilih siapa kira-kira yang menurut mereka layak menjadi komandan pengganti tiga komando yang telah gugur. Mereka menyetujui Khalid bin Walid. Musyawarah ditutup dengan dia sebagai komandan.

Khalid bin Walid dan Strategi Perangnya

Sudah enam hari perang berlangsung. Kedua kubu mundur ke markas untuk beristirahat dan mengatur strategi ketika malam tiba. Peperangan dilanjutkan di siang hari, begitulah yang terjadi selama enam hari.

Khalid bin Walid menyadari bahwa kaum muslimin tidak bisa mengakhiri perang ini dengan kemenangan. Mereka bermusyawarah dan banyak yang mengusulkan untuk menarik pasukan, tetapi komandan baru ini menawarkan ide yang lebih cerdas dibanding dengan langsung menarik mundur pasukan.

Khalid menjelaskan dengan strategi ini kaum muslim bisa mundur tanpa disusul pasukan musuh karena bisa saja mereka menghabisi pasukan muslim jika mundur dan keluar padang pasir tanpa menerapkan strateginya, karena bisa disusul mereka.

Segeralah di pagi hari ketujuh peperangan, Khalid bin Walid menerapkan strategi yang ia rancang pada malam sebelumnya. Sebelum ke medan pertempuran, para prajurit mandi dan membersihkan pakaian sebaik mungkin sesuai perintahnya. Pasukan dibagi menjadi beberapa bagian; pasukan sayap kanan, pasukan sayap kiri, pasukan depan, dan pasukan belakang. Mereka membawa bendera bendera baru dengan tulisan pasukan baru. Strategi ini dilakukannya untuk mematahkan semangat musuh karena mereka akan beranggapan kaum muslim telah dikirim bantuan pasukan baru.

Perang pun terjadi, pihak musuh berperang dengan dihantui ketakutan, karena mereka meyakini bagaimana mungkin mereka bisa terus bertahan melawan kaum muslim yang telah menambah pasukan baru, sedangkan di hari-hari sebelumnya saja mereka diporakporandakan oleh 3000 pasukan muslim saja.

Strategi diterapkan ketika peperangan dimulai. Pasukan sayap kiri mendatangi pasukan sayap kanan musuh, pasukan sayap kanan mendatangi pasukan sayap kiri musuh, pasukan depan ke belakang dan pasukan di belakang maju ke depan. Khalid bin Walid menyimpan 300 pasukan kuda di belakang mengusahakan supaya debu naik mengepul dan membumbung agar mereka mengira bahwa di belakang ada pasukan baru yang terus berdatangan. Strategi ini berhasil. Pertempuran berlangsung sengit, ketakutan membayang-bayangi pasukan musuh membuat mereka tidak bisa berperang secara maksimal. Banyak dari mereka terbunuh dan hanya 12 pasukan muslim yang gugur.

Melihat keadaan seperti ini Khalid bin Walid segera menarik mundur pasukan depan, bergerak keluar ke padang pasir, dan disusul dengan 2 sayap kanan dan kiri lalu pasukan belakang yang diisi pasukan berkuda maju ke depan.

Pasukan musuh mengira bahwa apa yang dilakukan pasukan muslim hanya siasat. Mereka mengangap pasukan muslim tidak benar benar menarik pasukannya. Anggapan musuh ini adalah bentuk kesuksesan Khalid bin Walid menerapkan strateginya. Karena tujuan utama strategi ini selain untuk menciptakan kegentaran dan ketakutan pada musuh, adalah juga supaya pasukan muslim bisa mundur bergerak keluar ke padang pasir tanpa disusul pasukan musuh.

Pasukan muslim berhasil menarik mundur pasukan tanpa disusul mereka. Khalid bin walid menghabiskan 9 pedang dalam pertempuran ini karena kerasnya pertempuran membuat pedangnya patah berkali-kali. Mereka sampai di Madinah dengan selamat. Dimulai sejak peristiwa inilah Rasulullah menjuluki Khalid bin Walid dengan sebutan Saifullah Sang Pedang Allah. Wallahu a’lam.

Dinukil dari beberapa kitab sirah.

Kontributor

  • Yusuf Alhamdani

    Alumni Pondok Pesantren Al I'tishom, pembaca setia dan pecinta kopi dan senja.