Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Rahasia Futuh Penyusun Maulid Simtud Duror

Avatar photo
37
×

Rahasia Futuh Penyusun Maulid Simtud Duror

Share this article

Maulid Simtud Duror merupakan salah satu kitab maulid
paling terkenal dari sekian banyak kitab Maulid yang disusun para ulama dari
masa ke masa. Atas izin Allah, karya ini tersebar dan dibaca di berbagai
belahan dunia. Keberkahan itu tak terlepas dari kehebatan sosok penyusunnya,
Al-Imam Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi Radhiyallahu’anhu.

Jika menilik riwayat hidupnya, Habib
Ali Al-Habsyi
merupakan ulama dan waliyullah yang terkombinasi pada dirinya
syariat dan thariqah. Beliau terkenal dengan penguasaannya yang komprehensif
pada Ilmu Fiqih, sehingga menjadi guru besar di Ribath yang diasasnya, yang
merupakan Ribath Ilmiah pertama berdiri di Hadramaut. Selama hidupnya beliau
aktif berdakwah ke berbagai tempat, negara-negara Teluk, Afrika, Asia, termasuk
Indonesia.

Habib Ali Al-Habsyi lahir di Kampung Qasam, Hadramaut
tahun 1259 H dari Marga Ba’alawi. Ibundanya Sayyidah Alawiah binti Husein bin
Ahmad Al-Jufri merupakan seorang wanita shalihah keturunan Rasulullah, yang
mengabdikan hidupnya sebagai pendakwah dengan kedalaman ilmunya. Dari
ibundanyalah, Habib Ali pertama kali mereguk ilmu yang suci.

Ayahnya, Habib Muhammad bin Husein Al-Habsyi juga
merupakan ulama besar yang diangkat sebagai Mufti Syafi’iyah di Tanah Suci
Makkah. Ayahnya menanamkan kepadanya ketakwaan dan spirit dalam menuntut ilmu,
serta mentarbiyahnya dengan akhlak dan adab yang luhur.

Habib Ali selanjutnya belajar dari banyak ulama dan para
awliya yang ada di Hijaz selama mengikuti ayahnya bermukim di sana, serta dari para
masyaikh di Yaman setelah kembali ke tanah airnya. Sehingga sejak usia muda,
keilmuan dan keutamannya telah mengungguli para ulama hebat pada masanya.

Dari sekian banyak gurunya, guru paling berpengaruh yang
ia sebut sebagai Guru Futuh, murabbi dan ayah ideologisnya, adalah seorang wali
besar Habib Abu Bakr bin Abdillah bin Abi Thalib Al-Atthas.

Padahal, tidaklah mudah untuk menjadi murid Habib Abu
Bakr Al-Attas. Selain karena sosoknya yang lebih sering berkhalwat, standar
menjadi murid Habib Abu Bakr memang berat.

Kisah Habib Ali Al-Habsyi Berguru kepada Habib Abu Bakar

Bagaimana awal mula Habib Ali berjumpa dengan Habib Abu
Bakr, sehingga bisa sehingga menjadi muridnya?

Habib Ali Al-Habsyi yang kala itu masih muda menghadiri
majelis pembacaan Maulid di masjid besar Hadhramaut. Majelis maulid itu
biasanya dihadiri oleh para ulama besar. Dari jejeran ulama yang duduk di
hadapannya, Habib Ali terpesona memandang seorang syekh yang menurut
bashirahnya berbeda dari ulama lainnya. Hatinya bergetar dan langsung jatuh
cinta.

Dari kawannya dia tahu, sosok yang ia lihat itu tak lain
Habib Abu Bakr Al-Attas, yang jarang muncul kecuali pada momen seperti ini.

Dia berazam untuk dapat belajar langsung dari Habib Abu
Bakr. Usai majelis ia persiapkan mental untuk menghadap kepada beliau.

“Siapa kamu?” Tanya Habib Abu Bakr dengan penuh wibawa.

“Saya Ali bin Muhammad Al-Habsyi.” Jawabnya.

Dalam hatinya, dengan menyebut nama ayah dan kakeknya
yang memiliki pamor harum seantero Yaman, ia berharap Habib Abu Bakr akan
memberikan perlakuan istimewa kepadanya.

Laisa anta (Bukan kamu). Pergilah!” Jawab Habib
Abu Bakr sambil berlalu.

Habib Ali Al-Habsyi kaget dengan sikap guru idamannya
itu. Tapi ia tidak menyerah. Dia menunggu-nunggu kesempatan Majelis Maulid
berikutnya untuk menghadap kembali.

Sebulan kemudian tibalah kesempatan yang dinanti. Dia
kembali menghadap, kali ini dia telah menyiapkan jawaban yang ia yakini akan
menjadi kunci pemulus ujian Muqabalahnya.

“Man Anta?” Tanya Habib Abu Bakr lagi.

Habib Alipun menyebutkan nama dan nasabnya lengkap sampai
kepada Rasulullah SAW.

“Saya Ali bin Muhammad bin Husein bin Abdullah bin Syeikh
bin Abdullah bin Muhammad bin Husein bin Ahmad bin Muhammad bin Alawi bin Abu
Bakr Al-Habsyi bin Ahmad bin Muhammad Asadullah bin Hasan Al-Turabi bin Ali bin
Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali
Al-Khali’ Qism bin Alawi bin Muhammad bin Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad
Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad Al-Naqib bin Ali Al-‘Uraidhi bin Ja’far
Al-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain bin
Sayyidina Ali, suami Sayyidah Fathimah binti Nabi Muhammad SAW.”

“Apa yang kamu mau dariku?”

“Aku ingin menjadi muridmu.”

“Saya tidak mau murid seperti kamu?” Jawab Habib Abu Bakr
ketus.

Habib Ali heran dan membatin, “Apa yang salah dari saya?
Apakah ada yang kurang dari penyebutan nasab saya? Tidak mungkin, nasab ini
sudah saya hafal luar kepala sejak kecil.”

Lagi-lagi ia tak menyerah. Setelah merenung panjang, ia
diberi ilham bagaimana seharusnya menjawab pertanyaan itu.

Pada kali yang ketiga bertemu, ia kembali ditanya Habib
Abu Bakr, “Man anta (siapa kamu)?”

Habib Ali menjawab, “Ana Abdullah (Saya adalah Hamba
Allah).”

“Hā Anta! Inilah yang saya mau dari kamu. Kamu itu bukan
bapakmu, bukan kakekmu. Yang saya mau adalah kamu yang adalah kamu yang
merupakan hamba Allah.”

Dari sejak itulah Habih Ali diberikan futuh. Dia memahami
banyak hal yang sebelumnya tidak ia pahami. Dia diterima sebagai murid oleh
Habib Abu Bakr Al-Attas.

Habib Abu Bakr menjadi guru yang sempurna bagi Habib Ali.
Begitupun Habib Ali menjadi murid sempurna bagi Habib Abu Bakr, yang sangat
menaati gurunya. Dia menanggalkan kebesaran identitas dan kemuliaan nasabnya,
dengan sepenuhnya memosisikan dirinya sebagai santri yang berkhidmah. Setiap
akan mengambil keputusan apapun, kecil ataupun besar, ia selalu meminta
petunjuk gurunya dan patuh menjalani sesuai arahan.

Karena itulah kalau membaca Simtut Duror, kita diajar agar
jangan lupa membaca al-fatihah untuk muallif (pengarang) dan untuk guru
futuhnya itu.

Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi wafat dan dimakamkan di
Masyhad Seoun (1,5 Jam dari Tarim) tahun 1333 Hijriah.

Selain sebagai ulama yang produktif melahirkan karya
kitab, beliau merupakan sastrawan dan penyair yang menggunakan keahliannya untuk
menggubah syair-syair pujian teruntuk kakeknya Rasulullah SAW. Di antara
Qashidah karya beliau yang sering kita baca adalah:

هو
النور يهدي الحائرين ضياؤه وفي الحشر ظل المرسلين لواؤه

تلقى
من الغيب المجرد حكمة بها أمطرت في الخافقين سماؤه

ومشهود
أهل الحق منه لطائف تخبر أن المجد والشأو شأوه

فلله
ما للعين من مشهد اجتلا يعز على أهل الحجاب اجتلاؤه

أيا
نازحًا عني ومسكنه الحشا أجب من ملا كل النواحي نداؤه

Kontributor

  • Zeyn Ruslan

    Bernama lengkap Muhammad Zainuddin Ruslan. Asal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Pernah belajar di Pondok Pesantren Darul Kamal NW Kembang Kerang dan telah menyelesaikan studi S1 di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.