Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Sanad Media

Bolehkah muslim memberi ucapan selamat kepada saudara non muslim di hari rayanya?

Avatar photo
59
×

Bolehkah muslim memberi ucapan selamat kepada saudara non muslim di hari rayanya?

Share this article

Hampir setiap tahun kadangkala kita disibukkan dengan perdebatan persoalan yang itu-itu saja, perihal hukum ucapan selamat kepada non muslim.

Syaikh Yusri pernah ditanya dalam suatu dars, “Maulana. Apa boleh seorang muslim mengucapkan selamat pada non muslim di hari raya mereka?”

Maulana Dr Yusri menjawab, “Seperti misalnya seorang tetanggamu yang beragama Kristen ketika di bulan Ramadhan mengucapkan selamat Kullu ‘am wa antum bi kheir “Setiap tahun kalian dalam keadaan baik”, masa pada hari rayanya kamu meludah di wajahnya?”

“Bayangkanlah akhlak kaum muslim itu bagaimana?”

Allah SWT berfirman:

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

“Dan apabila kalian diberi suatu penghormatan, maka berilah penghormatan yang lebih baik atau sama dengan penghormatan yang telah didapatkan.” (QS. An-Nisa: 86)

Jadi tidak masalah kalau kamu berbuat baik sebagaimana dia berbuat baik padamu.

Dia hanya memperlakukanmu secara normal, fitrah dan kebaikan; membahagiakanmu dalam hari-hari bahagiamu. Jadi bahagiakanlah dia di hari-hari bahagianya!

Itu tidak berarti kamu mengakui akidahnya, berbeda dengan kaum Wahabi yang berpendapat: “Jika kamu mengucapkan selamat di hari raya mereka berarti kamu telah mengakui keyakinan mereka. Barang siapa mengakui kekafiran; berarti kafir.”

Jadi kita harus berbuat apa? Mengebom mereka begitu? Suatu hal yang aneh.

Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam punya tetangga beragama Yahudi. Beliau menziarahi saat mendengar sang tetangga sedang sakit.

Mereka (Wahabi) tidak memahami ruh Islam dan kepribadian Nabi.

Jadi, kalau dia mengucapkan selamat padamu di hari raya; ucapkanlah selamat padanya di hari rayanya.

Jika dia berperilaku buruk padamu, balaslah dengan setimpal; alasan setimpal itu untuk nonmuslim yang berbuat buruk padamu. Sementara kalau sesama muslim yang berbuat buruk harus tetap diperlakukan secara baik karena dia punya hak sebagai saudara seagama, jangan diperlakukan seperti halnya non muslim.

Jadi nonmuslim bisa diperlakukan setimpal jika dia berbuat buruk (memusuhi, mengebom, mengangkat senjata), kalau dia memutuskan hubungan, ya biarkan saja. Kita tidak berhubungan saat hidup, ketika mati tentu kita lebih tidak memerlukan mereka.

Tapi saudaramu seagama punya hak lebih yaitu hak Islam, kalau dia memutuskan silaturrahmi maka sambunglah!.”

Syaikh Yusri bercerita: Aku punya teman beragama Kristen. Sejak di SD kami bermain bersama, baru kemarin dia menghubungiku, menanyai kabarku dan mengatakan ingin bertemu denganku. Ada hubungan baik antara kami.

“Orang baik begitu masa aku kasari dan aku katakan aku tidak merindukannya, lalu kututup sambungan telepon,” ujar beliau.

“Memangnya begitu berperilaku dengan sesama? Begitukah cara Rasulullah? Aku jadi penasaran, bagaimana kamu memahami Nabi kalau sikapmu begitu?” sambungnya.

Syekh Yusri berpesan: Orang yang sayang padamu; sayangilah, yang berbuat baik; perbuatlah baik padanya, yang mencintaimu, cintailah!

Cintailah sisi kemanusiaannya, bukan karena akidahnya. Apa hubunganku dengan akidahnya?

Dia manusia baik, terhormat, bertanggung jawab pada anak-anaknya, tidak menyakiti siapa pun. Selesai secara kemanusiaan!

Allah SWT berfirman:

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

“Untuk kalian agama kalian, dan untukku agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 6]

Soal begini berulang kali; itu semua karena Wahabi yang siang malam memanasi umat manusia agar saling berselisih dan bermusuhan. Hal yang tidak layak mereka lakukan.

 

Semoga Allah menolong kita, yang membolak-balikan hati. Semoga ditetapkan hati kita di atas agama-Nya.

Sumber:

https://www.facebook.com/dr.yosrygabr/videos/274999423217932/ [Faedah dars bersama Maulana Syaikh Yusri Rusydi, ba’da shalat Jumat, 7 desember 2018 M.]

Kontributor

  • Hilma Rosyida Ahmad

    Bernama lengkap Ustadzah Dr. Hilma Rasyida Ahmad. Menimba ilmu di Universitas Al-Azhar. Beliau juga salah satu murid Syekh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani asy-Syadzili.