Syaikhuna Syahawi merupakan sosok yang sangat terbuka kepada siapa pun. Kedekatan beliau tidak terbatas untuk golongan ulama saja, namun juga kepada siapa pun yang mengenalnya.
Di desanya setiap lima waktu shalat beliau selalu menjadi imam untuk orang-orang desa di mushola yang ada di depan rumahnya. Setiap selesai shalat jika tak ada kesibukan beliau menyempatkan untuk duduk sebentar bersama jamaah mengajar mereka ilmu-ilmu dasar yang wajib diketahui, dari akidah, fikih juga tasawuf yang benar secara ringkas.
Dari hal ini efeknya sangat besar dan terasa. Masyarakat desa menjadi mengetahui hal-hal dasar contoh dalam bersuci dan shalat. Di desa itu tak ada orang yang shalatnya duduk (kecuali karena uzur), tak ada yang wudhu mengusap kaos kaki yang mana mulai marak terlihat di masyarakat Mesir saat ini. Walaupun masyarakat desa mungkin tidak tahu ibarot kitabnya serta dalilnya akan tetapi mereka mengetahui praktiknya yang hampir setiap hari mereka dapatkan dan mereka lihat dari Syaikh Syahawi.
Syaikh Syahawi juga mempunyai sahabat yang baru beliau kenal beberapa tahun, sebut saja namanya paman Ahmad. Paman Ahmad ini merupakan penjual tongkat sekitar al-Azhar yang hampir seumuran dengan Syaikh Syahawi, beliau memanggil Syaikh Syahawi dengan panggilan “Sodiqi” begitu dekat persahabatan keduanya.
Sering kali saat Syaikh Syahawi selesai mengajar di al-Azhar lalu melewati depan toko paman Ahmad selalu berteriak sumringah dengan berkata “sodiqi” mari duduk sebentar. Lalu mereka berdua asyik mengobrol perkara ilmu dengan ditemani dua cangkir teh. Paman Ahmad ini sangat baik dan antusias ketika mendengarkan penjelasan demi penjelasan dari Syaikh Syahawi. Sampai suatu ketika saya bertemu dengannya dan dibuat kaget karenanya ketika beliau bertanya masalah-masalah dalam ilmu.
Semua ini mengingatkanku pada kisah Syaikh Muhammad al-Fadholi dalam kedekatannya dengan orang-orang awam, khususnya kusir keledai di sekitaran Masjid Al-Azhar kala itu. Beliau merupakan gurunya Imam al-Bajuri. Imam al-Bajuri sendiri mengabadikan di hasiyahnya dalam fikih, apabila beliau berkata (Syaikhuna) maka yang dimaksud adalah Syaikh al-Fadholi.
Syaikh al-Fadholi merupakan salah satu ulama besar al-Azhar yang mengajar di Masjid Al-Azhar dari pagi hingga malam hari. Beliau yang kala itu tinggal di daerah Giza mengharuskannya menaiki kendaraan umum setiap hari pulang dan pergi, saat itu kendaraan umumnya adalah keledai.
Para kusir keledai tak mau menyia-nyiakan kesempatannya bersama Syaikh al-Fadholi, mereka menanyakan setiap harinya masalah demi masalah khususnya dalam ilmu kalam. Lalu Syaikh al-Fadholi menjawab pertanyaan itu satu persatu, dengan menyederhanakannya sesuai kapasitas mereka.
Efeknya sangat besar, para kusir keledai itu mulai mengetahui ilmu-ilmu yang disampaikan oleh Syaikh al-Fadholi khsusunya ilmu kalam. Bahkan kata ulama : Setelah wafatnya Syaikh al-Fadholi para kusir keledai di sekitaran masjid al-Azhar menguasai ilmu kalam. Begitulah ilmu menyebar, mengajar tak harus di sekolahan akan tetapi sekolahan merupakan salah satu sarana dalam penyebaran ilmu.