Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Tafsir Syekh Sya’rawi Surat Al-A’raf 80-84: Kaum LGBT dan pandangan al-Quran tentang mereka

Avatar photo
32
×

Tafsir Syekh Sya’rawi Surat Al-A’raf 80-84: Kaum LGBT dan pandangan al-Quran tentang mereka

Share this article

Salah satu tujuan diciptakannya manusia dari jenis laki-laki dan perempuan adalah agar mereka bisa mengembangkan keturunan manusia guna memakmurkan alam semesta ini. Perempuan diciptakan dengan bentuk yang indah, cantik dan menarik, sementara laki-laki diciptakan dengan bentuk yang gagah, perkasa dan tampan, sehingga keduanya sama-sama saling memiliki ketertarikan antara yang satu dengan yang lainnya.

Lantas jika laki-laki dan perempuan diciptakan untuk saling melengkapi seperti itu, maka betapa ganjilnya jika ada golongan manusia yang menyimpang dari ketentuan tersebut. Alangkah besarnya pelanggaran terhadap kemanusiaan yang dilakukan seorang laki-laki dengan menggauli laki-laki lain.

Nah, berikut ini penulis akan menjelaskan larangan tentang homoseksual dan perilaku seksual menyimpang lain yang dilakukan oleh sesama jenis (seperti LGBT), dengan merujuk pada penjelasan tafsir Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 80-84.

Larangan homoseksual dan LGBT ini sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an, yaitu:

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّن الْعَالَمِينَ(80) إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّن دُونِ النِّسَاء بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُونَ(81) وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلاَّ أَن قَالُواْ أَخْرِجُوهُم مِّن قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ(82) فَأَنجَيْنَاهُ وَأَهْلَهُ إِلاَّ امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ(83) وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِم مَّطَرًا فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِينَ(84)

“Dan (Kami juga telah mengutus) Lut, ketika dia berkata kepada kaumnya, ‘Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini). (80)

Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas (81)

Dan jawaban kaumnya tidak lain hanya berkata, ‘Usirlah mereka (Lut dan pengikutnya) dari negerimu ini, mereka adalah orang yang menganggap dirinya suci (82)

Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikutnya, kecuali istrinya. Dia (istrinya) termasuk orang-orang yang tertinggal (83)

Dan kami hujani mereka dengan hujan (batu). Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang berbuat dosa itu (84).” (QS. Al-A’raf [7]: 80-84)

Tafsir Syekh Mutawalli Asy-Sya’rawi

Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi dalam kitab Tafsir wa Khawathiru Al-Qur’an al-Karim mengatakan, ayat ini mengisahkan penyimpangan kaum Nabi Lut as yang telah melakukan homoseksual. Padahal, Allah telah menjadikan laki-laki dan perempuan agar mereka bisa menjaga keturunan dan mengurus keberlangsungan alam semesta, dan tidak ada cara lain untuk menjadi keturunan selain hubungan antara laki-laki dan wanita.

Keberadaan kaum Nabi Lut yang sudah tersesat karena telah melakukan homoseksual sudah memutus peluang untuk memiliki keturunan, sebab mereka menggauli sesama jenis yang seharusnya tidak mereka gauli. Mereka telah keluar dari naluri yang sehat, bahkan yang lebih parah dari semua itu, mereka melakukannya di tempat-tempat umum tanpa memiliki rasa malu.

Karena itu, Allah swt menyebut mereka sebagai kaum yang melampaui batas (musrifun), karena telah menyalurkan syahwatnya pada sesuatu yang tidak diperbolehkan, yaitu menggauli sesama jenis atau yang dikenal dengan istilah homoseksual.

Setelah mereka benar-benar tersesat dan melampaui batas, akhirnya Nabi Lut as memberikan nasihat dan mengajak kaumnya untuk meninggalkan perbuatan tidak manusiawi itu, kemudian memberikan solusi dengan menikahi perempuan. Namun, kaum itu justru membencinya bahkan menyuruhnya untuk meninggalkan tempat tersebut, sebagaimana disebutkan dalam ayat 82 tersebut.

Menurut pakar tafsir berkebangsaan Mesir itu, setelah Nabi Lut memberi nasihat kepada kaumnya, mereka justru mengusir Nabi Lut agar pergi meninggalkan mereka, dan upaya ini benar-benar mereka lakukan bahkan mengancam akan menyiksanya dan pengikutnya jika tidak pergi. Namun, Allah tidak membiarkan nabi-Nya disakiti oleh kaumnya, akhirnya Dia memberikan azab kepada kaum tersebut berupa hujan batu yang membumihanguskan kota tersebut.

Di saat seperti itu, Allah menyelamatkannya dan semua pengikut Nabi Lut yang setia dengan ajarannya. Tidak ada seorang pun dari pengikutnya yang terkena azab dari Allah, sekalipun tida termasuk keluarga dekatnya. Namun sebaliknya, Allah mengazab istrinya karena telah ingkar pada ajaran yang disampaikan oleh suaminya.

Menurut ulama yang dijuluki Imam ad-du’ah (Pemimpin Para Dai) itu, kisah ini memberikan pelajaran kepada kita semua, bahwa orang-orang yang setia pada ajaran nabinya akan terjamin keselamatannya oleh Allah swt, sekalipun tidak termasuk keluarganya, sedangkan keluarga yang tidak taat tidak akan terjamin keselamatannya.

Terdapat pelajaran penting dari istri Nabi Lut yang membangkang kepada suaminya ini, bahwa siapapun tidak bisa memberikan hidayah keimanan kepada siapa pun jika tidak Allah kehendaki iman pada mereka. Buktinya Nabi Lut dan Nabi Nuh gagal menjadikan istrinya sebagai wanita yang beriman, begitu juga sebaliknya. Ketika Allah sudah menghendaki iman, maka siapa saja tidak ada yang bisa menghalanginya, bahkan keperkasaan Fir’aun tidak bisa menghalangi Sayyidah Asia untuk beriman kepada Allah swt.

Baca tulisan menarik lainnya tentang tafsir Syekh Sya’rawi di sini.

Kontributor

  • Sunnatullah

    Pegiat Bahtsul Masail dan Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Bangkalan Madura.