قبسات النور النفيس في وسطية ومزية مذهب الشافعي ابن إدريس
Berikut ringkasan catatan muhadhoroh Syaikh Abdul Aziz al-Syahawi Mahaguru Ulama Madzhab Syafi’i di Al-Azhar Mesir dan KH. Irwan Masduqi Irwan Masduqi di Pesantren Salafiyyah 2 Mlangi Yogyakarta. Sabtu 23 Juli 2022.
1. Imam Madzhab Empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) adalah petunjuk dan sumber rujuk yang otoritatif dalam hukum syariah (fikih). Keempatnya mengkodifikasi hukum-hukum syariah dengan berlandaskan pada dua sumber wahyu utama, yaitu al-Quran dan Sunnah.
2. Madzhab Fikih Imam Syafi’i memiliki banyak keistimewaan, di antaranya yaitu adanya aspek moderasi (الوسطية) yang terkandung dalam rumusan dan formulasi hukumnya. Madzhab ini (Syafi’i) memadukan antara corak dan manhaj bermadzhab fikih Ahlu Makkah, Madinah dan Irak; antara madzhab Ahlu al-Hadits yang cenderung tekstual dan madzhab Ahlu al-Ra’yi yang cenderung rasional dan kontekstual.
3. Imam Syafi’i (yang hidup dalam rentang masa tahun 150 – 204 Hijri) memadukan manhaj para guru-gurunya yang merupakan ulama ahli ijtihad, yaitu Abu Yusuf (murid dan penerus Imam Abu Hanifah sebagai pengasas madzhab Hanafi) di Irak; Imam Malik b. Anas (pengasas madzhab Maliki) di Madinah; Imam al-Laits (pengasas madzhab Laitsi) di Mesir dan lain-lain. Imam Syafi’i juga merupakan guru langsung dari Imam Ahmad b. Hanbal.
4. Karena pengalaman bersinggungan dengan beberapa kecenderungan dan metode perumusan hukum fikih yang beragam itu, Imam Syafi’i pada gilirannya menemukan ilmu pedoman dasar dan kaidah utama formulasi hukum fikih, yang kemudian dikenal dengan nama “Ilmu Ushul Fikih” (علم أصول الفقه).
Dalam hal ini, Imam Syafi’i mengarang kitab “al-Risalah” (الرسالة) sebagai kitab rintisan pertama dan pionir dalam bidang ilmu ushul fikih.
Dalam sejarah perkembangan tradisi keilmuan Islam di generasi berikutnya, ushul fikih adalah sebuah fan disiplin keilmuan yang sangat penting dan vital. Ilmu ini kemudian tidak hanya berkembang di kalangan para ulama Syafi’iyyah saja, tetapi juga di semua madzhab fikih yang lain.
5. Aspek moderasi madzhab fikih Syafi’i ini menjadikan formulasi hukum syariah Islam lebih kontekstual, dapat mendialogkan dan menjembatani sisi wahyu-teologis (اللاهوتي) yang sakral dengan sisi kemanusiaan (الإنساني) yang logis dan humanis, serta dengan realita kehidupan (واقع الحياة) yang dinamis dan profan.
Pada tataran lainnya, aspek moderasi ini juga menegaskan beberapa karakter, yaitu bersifat “tidak ekstrim kanan dan kiri” (عدم الإفراط والتفريط); tidak kebablasan melewati koridor batas syariat dan juga tidak kaku membelenggu batas tersebut; bersifat seimbang (توازن), lurus dan proporsional (اعتدال), toleran (تسامح) dan adil (عدل).
6. Karena karakter dan manhajnya yang demikian itu jugalah, madzhab fikih Imam Syafi’i disebut madzhab yang “istimewa”.
مذهب فقه ابن إدريس (الإمام الشافعي) هو مذهب نفيس.
7. Matarantai keilmuan (sanad) Imam Syafi’i adalah matarantai emas (سنده العلمي سلسلة الذهب). Di antara jalur keguruan beliau adalah Imam Malik –> Imam Nafi’ –> Sahabat Abdullah b. Umar–> Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
8. Di antara keistimewaan madzhab fikih Syafi’i lainnya adalah ketersambungan dan kesinambungan madzhab ini dalam sejarah perkembangannya yang membentang dari zaman Imam Syafi’i hidup (abad ke-2 Hijri) hingga masa sekarang (abad ke-15 Hijri) tanpa terputus.
Setiap abadnya selalu muncul ulama besar yang menjadi rujukan dalam madzhab ini, seperti al-Muzani, al-Syairazi, al-Juwaini, al-Ghazzali, al-Rafi’i, al-Nawawi, al-Asqalani, al-Suyuthi, al-Ramli, al-Anshari, al-Haitami, al-Kurani, al-Syanwani, al-Syarqawi, al-Bajuri dan lain sebagainya.
Banyak dari para ulama madzhab Syafi’i ini yang menjadi mujaddid di kurunnya masing-masing, serta rujukan utama dalam berbagai bidang ilmu, bukan hanya dalam ilmu fikih, tetapi juga dalam ilmu tauhid, tafsir, hadits, tasawuf, tata bahasa dan lain sebagainya.
9. Selain kesinambungan dan ketersambungan para tokoh sejarahnya, di antara hal yang menjadi keistiewaan madzhab Syafi’i juga adalah kesinambungan karya-karya tertulis dan literaturnya.
Di setiap generasi, selalu ada karya intelektual yang ditulis dalam fikih madzhab Syafi’i ini, yang saling berkaitan antar satu sama lain, dengan pokok utamaya kitab “al-Umm” yang ditulis oleh Imam Syafi’i sendiri.
Di antara kitab-kitab tersebut adalah “al-Mukhtashor” karya al-Muzani sang murid Imam Syafi’i, “al-Muhadzdzab” karya al-Syairazi, “al-Nihayah (Mathlab)” karya al-Juwaini, “al-Wajiz” karya al-Ghazzali, “al-Lubab” karya al-Mahamili, “al-Muharror” karya al-Rafi’i; “Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab” karya al-Nawawi, “Tahrir Tanqih al-Lubab” karya al-Anshari, “al-Minhaj al-Nawawi” sebagai kepanjangan dari “al-Muharror”; “Tuhfah al-Muhtaj” karya al-Haitami sebagai syarah atas “al-Minhaj” karya al-Nawawi; “Taqrib” karya Abu Syuja”, “Fath al-Qarib” karya al-Ghazzi, “Muqaddimah” karya al-Hadhrami, “Qurrat al-‘Ain” karya al-Malibari, “Safinah al-Naja” karya Ibn Sumayr, “Nihayah al-Zain” karya Nawawi Banten, “Mauhibah” karya Mahfuzh Tremas, “al-Matn al-Syarif” karya Khalil Bangkalan; dan masih banyak ratusan judul kitab lainnya.
10. Dalam kitab-kitab fikih madzhab Syafi’i tersebut, pembahasan hukum syariah ditulis dengan sitematika yang rapi, berurutan, jelas, mudah, padat, praktis dan jelas sumber rujukannya.
Wallahu A’lam
Jogja – Benda Sirampog, 23 Juli 2022
Alfaqir A. Ginanjar Sya’ban