Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Syekh Yusri jelaskan hakikat pernikahan dalam Islam

Avatar photo
38
×

Syekh Yusri jelaskan hakikat pernikahan dalam Islam

Share this article

Syekh Yusri Rusydi al-Hasani hafidzahullah menjelaskan dalam pengajian kitab Shahih Bukhari bahwa dengan menikah seorang bisa naik derajatnya, dan dengan menikah pula seorang bisa turun derajatnya di sisi Allah.

Pernikahan adalah salah satu akad yang sakral di dalam syariat Islam. Al-Quran menyebutnya dengan mitsaqan ghalidzan yang berarti perjanjian yang berat, mengingat betapa pentingnya peran pernikahan dalam membentuk komunitas terkecil dalam sebuah masyarakat Islam.

Syekh Yusri menegaskan bahwa umat Islam akan kuat apabila setiap keluarga muslim kuat. Rusaknya keluarga menandai kerusakan pada umat. “Anak-anak yang dididik dalam keluarga yang baik, akan mencintai keluarganya hingga menghasilkan generasi yang berafiliasi (bertaut) dengan negara dan tanah airnya,” tambah Syekh Yusri.

Syarat pernikahan

Di dalam pernikahan, ada dua macam syarat. Yang pertama adalah, syarat yang merupakan efek langsung dari adanya akad itu sendiri. Dan yang kedua adalah syarat yang bukan termasuk lazimnya akad tersebut.

Syarat pernikahan yang pertama, seperti hubungan yang baik antara suami istri, tempat tinggal, kewajiban nafkah dan lain sebagainya. Syarat-syarat ini haruslah dipenuhi oleh suami. Apabila tidak memenuhinya, maka dia adalah orang yang zalim dan tidak akan pernah sampai kepada Allah meski beribadah siang dan malam.

Adapun syarat pernikahan kedua, ialah seperti istri mensyaratkan kepada suami agar tidak dipoligami, atau agar ia tidak merokok setelah menikah, tidak dibawa pergi jauh, dan lain sebagainya.

Dalam syarat kedua ini, ulama berbeda pendapat. Apakah suami wajib memenuhi syarat-syarat ini, ataukah tidak. Menurut mazab Imam Ahmad bin Hanbal, syarat ini wajib dipenuhi, dan berdosa apabila melanggarnya.

Hal ini sesuai zahir sabda Baginda Nabi Muhammad SAW:

أَحَقُّ الشُّرُوطِ أَنْ تُوفُوا بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوجَ

Artinya: Di antara syarat-syarat yang paling berhak untuk dipenuhi, ialah syarat yang dengannya kalian menghalalkan farji (pernikahan). (HR. Bukhari)

Adapun pendapat Imam Syafi’i mengatakan, bahwa syarat tersebut tidak wajib dipenuhi. Begitu pula dengan mazhab lain yang sependapat dengannya.

Baginda Nabi SAW memuji salah satu menantunya dan juga anak dari bibinya, yaitu Abu al-‘Ash bin Rabi, suami putrinya, Sayidah Zainab RA. Baginda nabi SAW telah bersabda:

 حَدَّثَنِى فَصَدَقَنِى وَوَعَدَنِى فَوَفَى لِى

Artinya: “Abu al-‘Ash telah berkata dan jujur kepadaku. Dia telah berjanji kepadaku dan telah menepatinya.” (HR. Bukhari)

Kemudian syarat yang dilarang di dalam pernikahan, ialah apabila seorang perempuan mau dinikah tetapi ia mensyaratkan kepada calon suaminya agar menceraikan istri pertamanya.

Baginda Nabi SAW melarang persyaratan yang seperti ini. Dalam hadits beliau bersabda:

 لاَ يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ تَسْأَلُ طَلاَقَ أُخْتِهَا لِتَسْتَفْرِغَ صَحْفَتَهَا فَإِنَّمَا لَهَا مَا قُدِّرَ لَهَا

Artinya: Tidaklah halal bagi seorang perempuan meminta (calon suami) untuk menceraikan saudarinya (saudari seislam) agar ia sajalah yang memenuhi wadahnya. Akan tetapi bagi dirinyalah apa yang sudah ditentukan untuknya. (HR. Bukhari)

Syarat ini bisa merusak hubungan suami dan istri. Dalam kata lain, bisa menyebabkan kehancuran rumah tangga yang menjadi batu bata dari sebuah bangunan umat Islam. Hal itu bisa memunculkan perselisihan di dalam keluarga, yang bisa menimbulkan kerusakan dalam agama. Dengan perceraian, anak-anak tidak memiliki afiliasi (keterikatan) dengan kedua orang tuanya, yang itu bisa berimbas pada hilangnya rasa cinta tanah air.

Perceraian adalah tujuan terburuk dari sihir sebagaimana disebutkan dalam al-Quran,

 فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ

Artinya: “Kemudian mereka belajar dari mereka berdua (Harut dan Marut) sihir yang dengannya mereka bisa memisahkan seorang suami dan istrinya. (QS. Al-Baqarah: 102)

Perceraian termasuk di antara tugas misi setan yang paling penting. Apabila berhasil merusak hubungan suami istri, ia akan mendapatkan kedudukan yang tinggi di antara teman-temannya, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits.

Apabila seorang perempuan mau untuk dijadikan istri kedua, maka tidak boleh merayu atau mensyaratkan kepada calon suaminya untuk mencerekan istri pertamanya, karena syarat ini dilarang oleh baginda Nabi Muhammad SAW. Wallahu a’lam.

Kontributor

  • Antony Oktavian

    Alumni MA Al Hikmah 2 Benda Brebes. Sekarang menempuh studi di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.