Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

3 pelajaran dan hikmah Isra Mikraj dalam pandangan Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki

Avatar photo
29
×

3 pelajaran dan hikmah Isra Mikraj dalam pandangan Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki

Share this article

Setiap memasuki bulan Rajab, umat Islam menyambutnya dengan gegap gempita. Dalam budaya dan ritual agama masyarakat muslim, bulan Rajab merupakan momentum awal untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.

Kaum muslimin biasanya telah menyiapkan fisik dan mentalnya dengan membiasakan melakukan ritual ibadah di bulan mulia ini. Rasulullah Saw pun ketika masuk bulan Rajab mengajarkan untuk berdoa dengan doa yang telah masyhur, “Ya Allah berikanlah keberkahan di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah diri kami pada bulan Ramadhan”

Pada bulan Rajab juga terdapat satu peristiwa agung sepanjang sejarah umat Islam, Isra Mikraj. Peristiwa itu merupakan salah satu peristiwa besar yang monumental. Peristiwa itu telah memberikan banyak pelajaran bagi umat Islam. Banyak sekali kitab dan buku yang telah dipublikasi membahas tentang kajian Isra Mikraj.

Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani, salah seorang ulama besar di Makkah abad ke-20 memiliki satu kitab khusus yang menulis tentang peristiwa Isra Mikraj ini. Kitab tersebut berjudul  al-Anwar al-Bahiyyah min Isra wa Mikraj Khair al-Barriyyah; Durus wa ‘Ibar Masyahid wa Suwar.

Sebenarnya kitab tersebut bukanlah kitab yang baru dalam kajian Isra Mikraj. Namun dalam kitab ini selain menulis tentang cerita kronologis peristiwa Isra Mikraj, Sayyid Muhammad ingin menggarisbawahi satu hal penting di balik perjalanan supranatural ini. Beliau ingin mengangkat dimensi hikmah dan faidah di balik peristiwa Isra Mikraj. Oleh sebab itu beliau memberi subjudul Durus wa ‘Ibar Masyahid wa Suwar (Pelajaran, hikmah, kejadian, serta peristiwa).

Hal yang paling penting dari sebuah peristiwa sejarah adalah dengan menjadikannya sebagai ibrah dan pelajaran. Tanpa sikap kritis dalam menggali makna dan hikmah, tentu peristiwa sejarah hanya jadi deretan kata tanpa makna. Rekaman-rekaman kejadian hanya akan menjadi ingatan kolektif semata. Tidak ada api yang bisa memantik semangat dan melahirkan motivasi ketika mendengar atau membacanya.

Hikmah Isra Mikraj

Sayyid Muhammad menuliskan setidaknya ada tiga pelajaran dan hikmah dalam Peristiwa Isra Mikraj:

Pertama, dalam peristiwa Isra Mikraj banyak sekali kejadian yang menegaskan keutamaan Nabi Muhammad Saw. Hal ini menjadi nilai utama dari pelajaran dan hikmah yang bisa dipetik dari peristiwa agung ini.

Satu-satunya nabi dan rasul yang mendapat keistimewaan dengan peristiwa Isa Mikraj hanyalah Nabi Muhammad Saw.

Abuya Sayyid Muhammad mencatat setidaknya ada 19 poin yang menegaskan keutamaan Nabi Muhammad Saw. Di antaranya adalah:

1. Pada malam Isra Mikraj Rasulullah Saw mendapat kehormatan dan kabar gembira dari Allah bahwa beliau sudah diampuni segala dosa-dosanya baik yang telah berlalu ataupun yang akan datang. Tak satu pun diantara para nabi yang mendapat kemuliaan seperti ini.  Menurut sebagian ulama kejadian itu terjadi ketika malam Isra Mikraj yakni ketika Nabi Muhammad mandi di sungai sahmah (Nahr al-Rahmah).  

2. Beliau adalah orang yang pertama kali memberi syafaat kelak di hari kiamat.

3. Setiap nabi yang diutus oleh Allah pasti diberi doa yang pasti dikabulkan. Semua nabi memilih untuk menggunakan doa itu di dunia  Akan tetapi Rasulullah Saw memilih untuk menunda menggunakan doa tersebut di akhirat. Beliau memilih untuk mensyafaati umatnya.

4. Untuk memuliakan Nabi Muhammad, Allah Swt pernah bersumpah dengan kehidupan Rasulullah. Hal tersebut tercatat pada surat AL-Hijr ayat 72:

لَعَمْرُكَ اِنَّهُمْ لَفِيْ سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُوْنَ

Artinya: “(Allah berfirman), “Demi umurmu (Muhammad), sungguh, mereka terombang-ambing dalam kemabukan (kesesatan).”

Dengan dijadikannya kehidupan rasulullah sebagai objek sumpah, mengindikasikan keagungan serta keutamaan Rasulullah di hadapan Allah.

5. Rasulullah Saw dalam beberapa kesempatan, seringkali dipanggil Allah tidak secara langsung dengan nama. Allah justru memanggilnya dengan julukan-julukan akrab atau kedudukan risalahnya.

Tidak pernah Allah memanggil Nabi Muhammad dengan “Wahai Muhammad!” sama sekali tidak pernah. Melainkan Allah memanggilnya sectra halus, “Wahai Utusan Allah”, “Wahai Nabi”. Kekhususan ini tercatat hanya dimiliki oleh Rasulullah di mana kepada nabi-nabi lain Allah memanggil langsung dengan nama mereka.

Kedua, Ketika berada di Masjidil Aqsha Rasulullah juga mendapat kehormatan menjadi imam shalat para nabi. Kejadian ini bukan tanpa alasan. Hal tersebut menjadi bukti konkret yang menunjukkan kemuliaan beliau di hadapan para nabi lain.

Sayyid Muhammad menunjukkan beberapa alasan rasional mengenai hal ini. Walaupun dalam peristiwa ini Rasulullah hanya menjadi imam secara fisik dalam shalat, akan tetapi secara tidak langsung hal tersebut menunjukkan tingginya kedudukan Rasulullah di antara para nabi. Beliau juga memaparkan beberapa hadis yang menguatkan argument.

Di antaranya beliau mengutip salah satu hadis:

بُعِثْتُ إِلى النَاس كَافّةً

Artinya, “Aku diutus untuk seluruh umat manusia” (HR. Ahmad No.2842)

Dalam hadis ini menurut Sayyid Muhammad menunjukkan bahwa Rasulullah merupakan nabi dari para nabi. Tak heran, jika pada peristiwa di Masjidil Aqsha para nabi begitu menghormati bahkan menjadikan rasulullah sebagai imam shalat mereka.

Ketiga, dalam peristiwa Isra Mikraj  Allah  menunjukkan satu hal besar dalam hidup manusia yang harus selalu dijaga; shalat lima waktu.

Sebagaimana kita ketahui bersama, hal pokok yang didapat Rasulullah ketika berhadapan dengan Allah di Sidratul Muntaha dalam Mikraj ini adalah perintah shalat lima waktu.

Sayyid Muhammad menyebutkan bahwa antara peristiwa Mikraj dan Shalat mempunyai hubungan dan keterkaitan yang erat. Jika naiknya Rasulullah ke Sidratul Muntaha dengan ruh dan jasadnya adalah peristiwa Mikraj (naik) sebagai mukjizat Allah, maka Umat Rasulullah hingga saat ini pun setiap hari melakukan mikraj ruuhi. Begitu Sayyid Muhammad mengistilahkan.

Maksud Mikraj Ruuhi yang dimaksud oleh Sayyid Muhammad adalah shalat lima waktu. Kalau dilihat dari sisi kesamaan dengan Mikraj rasulullah, setiap orang yang melakukan shalat, ruh dan jiwanya akan naik bersimpuh di hadapan Allah.

Alangkah baiknya jika dalam momentum Isra Mikraj, kita berlomba-lomba dalam menunaikan shalat sebagai sarana mendekatkan diri, menaikkan dan menyambungkan hati kepada Allah Yang Maha Esa.

Kontributor

  • Ahmad Yazid Fathoni

    Santri, Pustakawan Perpustakaan Langitan, suka menggeluti naskah-naskah klasik.