Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Gus Baha: Pertentangan Sunan Giri dan Sunan Kalijaga tentang Wayang

Avatar photo
28
×

Gus Baha: Pertentangan Sunan Giri dan Sunan Kalijaga tentang Wayang

Share this article

Pekan lalu jagat maya digaduhkan oleh ceramah ustadz Khalid Basalamah yang membahas seputar tradisi kebudayaan nusantara, wayang. Dia menyebut bahwa tradisi nenek moyang itu sudah semestinya ditinggalkan (tidak relaven lagi) di zaman sekarang karena kita sudah muslim.

Sebetulnya adanya silang pendapat mengenai wayang ini bukanlah hal yang baru. Menurut Gus Baha pada zaman Walisongo pun sudah pernah terjadi sikut pandangan di antara mereka. Tentunya dengan konteks yang terjadi pada masa itu.

KH. Bahaudin Nursalim atau yang familiar disapa Gus Baha menceritakan bagaimana menggebu-gebunya Sunan Kalijga lantaran ingin berdakwah di area Pajang sampai membuat wayang Tengul. Wayang golek mirip patung inilah yang nantinya akan digunakan sebagai media dalam menyampaikan ajaran agama Islam.

Mengetahui wacana itu, Sunan Giri tidak terima dan menghukuminya haram. Sebab di akhirat kelak bakal diminta pertanggungjawaban oleh Allah Swt untuk menghidupkannya (memberikan nyawa).

Sunan Kalijaga yang tidak bisa menyanggah fatwa dari Sunan Giri, tidak bisa berkutik. Akhirnya muncul Sunan Kudus, yang alim lagi arif, menengahi pertentangan di antara mereka berdua.

“Sunan Kalijaga agak tidak tahu hukum (Islam) karena mantan preman yang jadi Wali. Akhirnya ditengah-tengahi oleh Sunan Kudus yang lebih alim,” jelas Gus Baha dilansir dari Channel Santri Gayeng.

Sunan yang bernama asli Ja’far Shadiq ini lantas memberi usulan agar wayang Tengul yang menyerupai patung itu dipipihkan saja. Sehingga alasan pertama yang mendasari keharaman itu menjadi hilang.

“Wayang ini dipeyokan saja, agar jadi wayang kulit. kalau wayang Tengul itu berbentuk patung, kalau rata seperti kulit, sudah tidak bisa dikasih nyawa, karena sudah gepeng semua,” papar Gus Baha.

Persoalan menyiasati kondisi dan merekayasa fikih sudah berlaku sejak dulu. Maka Gus Baha berpesan agar setiap dari pada kita jangan pernah meninggalkan ngaji. Karena, ketika seseorang rajin ngaji, akan semakin tambah ilmunya maka akan tambah sikap arifnya pula.

Teladan Nabi dalam Mendidik Umat

Pada sesi pengajian ini Gus Baha juga mengisahkan Rasulullah sebagai figur yang meneduhkan ketika menyikapi umatnya yang nyeleneh.

Al-Kisah tatkala Nabi mengimami shalat, ada makmum dari orang kampung yang malah asyik ngobrol di tengah pelaksanaan shalat. Usai salam tanda shalat selesai, para sahabat mempertanyakan keabsahan sholat dari kedua makmum ini dan meminta diulangi lagi.

“Wahai Rasulullah! masak iya sholat kok malah asyik ngobrol?” protes para sahabat.

Sebagai sosok yang cerdas dan bijaksana, Nabi Muhammad kemudian menggandeng tangan kedua makmum tersebut , menepi sebentar di tempat lain dan menasihatinya. Tanpa membentak dan memasang rona muka garang.

“Yang namanya shalat memang mengobrol (munajat). Tapi mengobrollah dengan Allah saja. Kalau ngobrol dengan manusia, tidak usah.” jelas Rasullulah.

“Demi Allah! Beliau tidak membentak saya, tidak memaki-maki saya. Rasulullah hanya mengatakan bahwa salat itu munajat, sehingga tidak sepatutnya dicampuri omongan dengan manusia.” kesan orang kampung setelah dinasihati Nabi.

Yan namanya mendidik umat memang mestilah bertahap ia tidak bisa serta merta dipaksakan berubah secara signifikan. Ia mesti disyiarkan secara pelan-pelan. Kalau boleh meminjam gaya bahasa Gus Mus, itulah ruhud da’wah (spirit mengajak) yang diajarkan Nabi.  Dilandasi lemah lembut dan kasih sayang.

Kontributor