Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Meneladani Sifat Al-Malik Allah

Avatar photo
31
×

Meneladani Sifat Al-Malik Allah

Share this article

Salah satu sifat manusia adalah menguasai atau ingin berkuasa, dan ingin memiliki segala sesuatu yang mampu ia capai. Sifat inilah yang disabdakan Rasulullah shallahu alaihi wasallam,

 لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ، وَلَنْ يَمْلَأَ فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ، وَيَتُوبُ اللهُ عَلَى مَنْ تَابَ

“Sungguh, andaikan manusia itu memiliki satu lembah emas, pasti ia sangat ingin mempunyai dua lembah (emas). Dan tidak akan ada yang menutup mulutnya kecuali tanah. Kemudian Allâh mengampuni orang yang bertaubat.”(HR. Bukhari)[1]

Sifat manusia tersebut akan bernilai negatif apabila tidak diarahkan dengan pemahaman yang benar. Berkuasa merupakan sifat yang dimiliki Allah subhanahu wa ta’ala yaitu Al-Malik. Allah Al-Malik yang merajai segala yang ada di bumi dan di langit. Al-Malik berarti memiliki kekuasaan yang sempurna. Allah berhak melakukan apa saja yang Dia kehendaki dan kuasa atas segala yang Dia lakukan. Allah mampu mengangkat kedudukan siapa saja dan Allah pula yang dapat menghinakan kehormatan siapapun yang Dia inginkan.[2]

قُلِ اللّٰهُمَّ مٰلِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَاۤءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاۤءُۖ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاۤءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاۤءُ ۗ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۗ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

“Katakanlah (wahai Nabi Muhamammad), “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran: 26)

Imam al-Izz bin Abdissalam dalam karyanya Syajaratul Ma’arif wal Ahwal mengupas sifat Allah Al-Malik dengan sangat jelas. Ia menuliskan bahwa, sifat Al-Malik memiliki hubungan erat dengan keadilan dan kebaikan Allah, sehingga Allah setiap memberi,  menahan, menolong, membiarkan, memberi manfaat atau mudharat, memuliakan, dan merendahkan siapa saja berdasarkan keadilan dan kebaikan Allah. Sifat Al-Malik secara umum dibatasi dengan keadilan dan kebaikan Allah.[3] Tidak berlandaskan hanya kemauan/kehendak (iradah) Allah saja. Contoh, Allah kuasa dan mampu menyiksa orang-orang saleh dan taat, Allah juga kuasa dan mampu memberi kenikmatan surga kepada orang-orang durhaka dan maksiat, namun apakah itu adil? Tentu tidak! Maka sifat kuasa (Al-Malik) Allah tidak akan menyalahi sifat keadilan Allah. Keadilan Allah yaitu memasukkan orang-orang baik ke surga dan menjebloskan mereka yang durhaka ke neraka.

Apabila seseorang diberi kekuasaan oleh Allah, maka hendaknya ia harus berakhlak dengan sifat Allah Al-Malik yang berdasarkan pada keadilan dan kebaikan. Tidak boleh mentang-mentang berkuasa lalu berlaku dan melakukan perbuatan semaunya dan sesukanya, misalnya menghukum orang-orang yang tak bersalah dan membiarkan mereka yang melanggar dan merugikan negara, atau justru menanggalkan keadilan dalam kekuasaannya dengan menajamkan hukum ke bawah dan menumpulkannya ke atas. Sikap seperti inilah yang sangat dimurkai Allah dan Rasulullah.

Orang yang diberi kekuasaan oleh Allah terbagi menjadi dua. Pertama, orang yang diberi kekuasaan justru jauh dari Allah SWT, seperti Ratu Balqis (sebelum bertemu Nabi Sulaiman). Kedua, orang yang menggunakan kekuasaannya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memberikan banyak kemanfaatan untuk banyak orang, seperti Nabi Sulaiman.[4] Orang yang diberi kekuasaan oleh Allah seharusnya bersikap seperti Nabi Sulaiman alaihissalam. Putra Nabi Daud alaihissalam itu mampu menundukkan dan mengislamkan ratu negeri Saba’ yaitu Balqis. Nabi Sulaiman juga sering sekali menyadari kenikmatan-kenikmatan yang diberikan Allah sebagai cobaan, apakah ia mampu mensyukurinya atau justru mengingkarinya.[5] Ucapan populer Nabi Sulaiman ketika berkali-kali mendapatkan kenikmatan oleh Allah terekam di Al-Quran Surat An-Naml ayat 40:

هٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّيْۗ لِيَبْلُوَنِيْٓ ءَاَشْكُرُ اَمْ اَكْفُرُۗ

“Ini anugerah dari Tuhanku, untuk mengujiku. Apakah aku bersyukur atau kufur (nikmat).”

Kesadaran Nabi Sulaiman yang diberi kedudukan tinggi oleh Allah menjadi Nabi dan Raja sepatutnya menjadi pelajaran yang menarik bagi kita saat diberi kekuasaan oleh Allah. Kekuasaan yang diberikan Allah adalah cobaan. Kekuasaan itu mampu mengantarkan kita ke surga dan tentu dengan mudah menggelincirkan kita ke neraka. Semoga kita diberi kekuatan Allah untuk mensyukuri kekuasaan yang telah diberikan kepada kita. Amin. Wallahu A’lam.

Referensi:

[1] Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shohih al-Bukhari (Kairo: As-Sulthaniyah, 1331 H), Vol. 5, hlm. 2365.

[2] Muhyiddin al-Kafiyaji, Syarah al-Asmau al-Husna (Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 2012), hlm. 129.

[3] Al-Izz bin Abdissalam, Syajaratul Ma’arif wal Ahwal wa Sholihil Aqwal wal A’mal (Jakarta: Qaf Media Kreativa, 2020), hlm. 99.

[4] Sholah al-Khalidi, Al-Qashas al-Qurani (Damaskus: Darul Qalam, 1998), Vol. 3, hlm. 545.

[5] Abdul Karim Zaidan, Al-Mustafad min Qoshoshil Quran lid Da’wah wad Du’ah (Beirut: Ar-Risalah, 1998), Vol. 1, hlm. 444.

Kontributor

  • Achmad Ainul Yaqin

    Bernama lengkap Achmad Ainul Yaqin, Lc., M.Ag. Pengasuh Ponpes Tafsir Hadis SHOHIHUDDIN 2 Prapen Surabaya | Narasumber Radio Suara Muslim Surabaya