Syekh Yusri dalam pengajian Bahjat An-nufus menjelaskan, bahwa Nabi Muhammad saw. memuji Abu Hurairah sebelum menjawab pertanyaannya.
Sikap Nabi itu sebagai bentuk kemuliaan yang beliau berikan kepada Abu Hurairah.
Baginda Nabi SAW berkata kepadanya,
لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لاَ يَسْأَلَنِى عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ
“Sudahlah saya kira, wahai Abu Hurairah bahwa tidak ada orang yang lebih dahulu bertanya daripada dirimu tentang hadits ini, oleh karena saya melihat kesungguhanmu pada hadits ini.”(HR. Bukhari)
Sebagaimana telah diketahui, semua sahabat Nabi adalah orang yang sangat bersungguh-sungguh dalam mempelajari sunnah-sunnahnya. Namun karena kesungguhan yang lebih pada diri Abu Hurairah RA, Baginda Nabi menyebutkan namanya secara khusus.
Hal ini adalah bukan sesuatu yang tidak mengherankan. Abu Hurairah sendiri yang menjelaskan tentang dirinya, bahwa orang-orang dari golongan Anshar sibuk dengan perkebunannya di sebagian waktu, sebagaimana juga dengan golongan Muhajirin yang sibuk di pasar untuk berdagang. Adapun dirinya merupakan ahli shuffah, yaitu orang-orang yang tidak punya pekerjaan dan tinggal di pelataran masjid Nabi. Mereka berjumlah 300 sahabat.
Mereka makan apabila Nabi makan, dan jika tidak maka mereka lapar sebagaimana beliau merasakannya. Hidup mereka bergantung kepada Baginda Nabi SAW, dan pemimpinya adalah Abu Hurairah sendiri. Dirinya benar-benar memanfaatkan waktu untuk bermulazamah serta belajar dari Nabi.
Abu Hurairah hadir di majelis Rasulullah tatkala sahabat yang lain disibukkan dengan mencari nafkah dunia. Nabi memujinya atas kesungguhan itu. Dirinya lebih unggul dari para sahabat yang lain dalam hal ini. Sebagian sahabat ada yang terkenal dengan sifat tertentu, karena sifat tersebut lebih dominan ada pada dirinya di antara sahabat-sahabat yang lain.
Sebagaimana Nabi bersabda:
أَنَا مَدِيْنَةُ السَخَاءِ وَأَبُوْ بَكْرٍ بَاْبُهَا وَأَنَا مَدِيْنَةُ الشَجَاعَةِ وَعُمَرُ بَاْبُهَا وَأَنا مَدِيْنَةُ الْحَيَاءِ وَعُثْمَانُ بَاْبُهَا وَأَنَا مَدِيْنَةُ الْعِلْمِ وَعَلِيٌ بَاْبُهَا
“Saya adalah kota kedermawanan dan Abu Bakar adalah gerbangnya. Saya adalah kota keberanian dan Umar adalah gerbangnya. Saya adalah kota sifat malu dan Utsman adalah gerbangnya. Saya adalah kota ilmu dan Ali adalah gerbangnya.” (HR. Abu Jamrah)
Imam Abu Jamrah RA mengatakan, bahwa para sahabat pada dasarnya memiliki sifat-sifat yang disebutkan di atas, akan tetapi masing-masing dari mereka memiliki sifat yang lebih dominan daripada yang lain, sehingga Nabi menyebutkan sifat tersebut kepada mereka.
Syekh Yusri menambahkan, bahwa kesungguhan adalah modal yang terpenting dalam berthariqat. Sebagaimana ahli tasawuf berkata,
العِبْرَةُ بِمَنْ صَدَقَ وَلَيْسَتِ الْعَبْرَةُ بِمَنْ سَبَقَ
“Yang menjadi ‘ibrah (pertimbangan) adalah siapa yang bersungguh-sungguh, bukan siapa yang lebih dahulu.” Dan Abu Hurairah menjadi contoh dalam hal ini. Wallahu A’lam.