Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Benarkah Turats Biang Kerok Kemunduran Islam?

Avatar photo
38
×

Benarkah Turats Biang Kerok Kemunduran Islam?

Share this article

Al-Hafidz Ibnu Asakir merupakan salah satu tokoh hebat yang menurut salah satu catatan jumlah gurunya mencapai 1.300 dan lebih dari 80 di antaranya adalah perempuan.

Baca biografi Ibnu Asakit saja sudah mediding, apalagi setelah melihat katalog karya-karya beliau. Generasi seperti ini tentu tidak hanya satu yang ada di dalam sejarah Islam. Tokoh hebat yang sekurun dengan beliau, yaitu abad ke 6, misalnya Hujjatul Islam Al-Imam Al-Ghozali pun sangat produktif. Hahkan hingga hari ini karya-karya beliau masih terus dikaji dan dibincangkan baik dikalangan santri pemula bahkan hingga para sarjana. Betapa maju dan produktif para Ulama’ pendahulu kita.

Tentu bukan merekalah sebab kemunduran hari ini. Jangan-jangan kita sendiri yang tidak kenal para ulama qudama (klasik). Terlebih memahami turats merekalah yang menjadi biang kerok kemunduran dan dengan entengnya kemudian melempar tuduhan keji kepada ulama qudama sebagai sebab kemunduran.

Di antara bukti bahwa kita tidak begitu kenal turats ulama qudama adalah ketidaktahuan kita pada salah satu karya besar Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani yang membahas khusus tentang masalah wabah, yang diberi nama Badzl al-Maun. Mungkin hanya segelintir santri saja yang sudah tahu karya besar tersebut sebelum pandemi. Baru ketika pandemi Covid 19 mulai banyak santri mengenal kitab tersebut. Betapa kaya turats kita dan betapa minim pengetahuan kita tentangnya.

Di antara bukti kelemahan kita dalam memahami turats adalah masih adanya kesalahan sebagian orang dalam memahami fikih, yang kemarin-kemarin sempat dituduh sebagai biang kerok kemunduran Islam. Secara singkat, fikih adalah salah satu disiplin keilmuan Islam yang didefinisikan sebagai ilmu tentang hukum-hukum syariat yang diperoleh dengan ijtihad.

Fikih ini akan terus menjadi solusi hukum hingga kapanpun, bagaimana tidak?! Ia terlahir dari ijtihad dan ijtihad itu sendiri akan terus dilakukan oleh para ulama untuk memberikan status hukum atas persoalan umat. Hal ini karena ulama adalah warotsah alanbiya (pewaris para nabi). Dan perlu diketahui bahwa ilmu utama yang melahirkan kemampuan berijtihad ini adalah Ushul Fikih dan Imamuna Asy-Syafi’i dinobatkan sebagai Bapak Ushul Fikih. Dan beliaau hidup di abad 2 H; 150 H – 204 H.

Mungkinkan Fikih meninggalkan Ushul Fikih? Tentu Tidak.

Mungkinkan Ushul Fikih meninggalkan kaidah-kaidah yang sudah ditata pondasinya oleh Imam Asy-Syafi’i? Tentu Tidak.

Sebagai penutup, sebelum membuat kesimpulan tentang turats, sebaiknya mengenal dan memahaminya terlebih dahulu. Dalam ungkapan yang sudah masyhur kita dengar, yaitu:

فاقد الشيء لا يعطي

Yang tidak memiliki, tentu tidak bisa memberi.

Santri kenal ulama pendahulu. Santri ngaji turats, kitab kuning, Santri Ngaji Indonesia Aji.

Kontributor

  • Ahmad Roziqi

    Alumni Al-Azhar Kairo Mesir Fakultas Syariah Islamiyah. Mudir Ma'had Ali Hasyim Asy'ari Tebuireng Jombang Jawa Timur.