Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Gus Baha: Jangan Suka Mengingat Dosa

Avatar photo
35
×

Gus Baha: Jangan Suka Mengingat Dosa

Share this article

Banyak kaum muslim yang berilmu enggan untuk ikut serta dalam urusan dakwah sebab mereka menganggap masih banyak dosa yang menghinggap pada dirinya.

Mereka berpikir bahwa untuk berdakwah harus memiliki kesucian dari perbuatan dosa. Padahal mereka tidak sadar bahwa hal itu hanyalah tipu daya setan.

Syekh Abu Hasan As-Syadzili pernah mengutarakan: di antara salah satu kepandaian setan adalah mempermalukan orang-orang saleh dengan selalu mengingatkannya pada dosa-dosa yang pernah dikerjakan, sehingga tidak mau berpartisipasi dalam memperjuangkan kemulian islam.

Jika seorang yang berilmu selalu berpikir bahwa dia memiliki banyak dosa tanpa merasa bahwa sejatinya telah banyak perbuatan baik yang ia lakukan maka sudah pasti hidupnya akan terkekang, dia tidak akan pernah bisa menyalurkan ilmu yang dimiliki, serta hidupnya akan terliputi oleh rasa gelisah yang tak berkesudahan.

Padahal jika dia mau menggunakan akal pikirannya dengan sempurna dengan cara menghitung-hitung nikmat yang telah diberikan oleh Allah, seperti dia ditakdir mampu melakukan sholat lima waktu secara teratur dan disiplin, setiap bulan Ramadhan dia beribadah puasa dan selalu menunaikan zakat saat sudah masuk temponya, tentu nikmat itu masih lebih banyak dibanding dosa yang dia perbuat.

KH. Bahauddin Nur Salim atau yang kerap dikenal dengan sapaan Gus Baha dalam salah satu ceramahnya menuturkan, “Kowe ojok geman muni duso tok, kowe lek muni duso tok berarti mengabaikan nikmate Allah (jangan suka bicara dosa saja. Kalau hanya dosa yang kamu ucapkan, berarti kamu mengabaikan sekian banyak nikmat Allah).

Ulama muda yang dikenal dengan kenyentrikannya itu juga pernah mengatakan, “Betapa bodoh orang yang dalam hidupnya disibukkan berpikir dosa. Dia tidak sadar dengan bersikap seperti itu, dia sedang membuat kemuliaan Islam menjadi runtuh karena minimnya orang-orang yang memperjuangkan agama yang mulia ini.”

Beliau menganalogikan masalah ini dengan sebah kejadian di man a seseorang yang dalam masalah hidupnya selalu ditolong oleh temannya, tiba-tiba dicaci oleh karibnya itu. Kemudian dia malah selalu mengungkit-ungkit cacian temannya tanpa memedulikan betapa banyak pertolongan yang dia terima darinya. Tentu perbuatan ini sungguh sangat menyakiti temannya.

Begitu pula jika kita mengabaikan nikmat Allah yang tiap waktu kita terima hanya karena dosa yang dalam suatu waktu kita lakukan. Tentu hal ini (mengingat dosa saja) juga menyakiti sang maha pemberi nikmat.

Allah swt. berfirman:

 فَا ذْكُرُوْۤا اٰ لَآ ءَ اللّٰهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Maka, ingatlah akan nikmat-nikmat Allah agar kamu beruntung.” (QS. Al-A’raf [7]: 69)

Potongan ayat ini dengan jelas menerangkan bahwa Allah memerintahkan manusia untuk terus mengingat nikmat-nikmat-Nya.

Allah tidak memerintahkan kita untuk selalu mengingat dosa kita, sebab makna ألاء menurut Imam Jalaluddin Al-Mahalli dalam kitab tafsirnya adalah nikmat-nikmat. Dengan selalu mengingat nikmat, kita akan selalu bersyukur kepada Allah dan antusias dalam memperjuangkan agama-Nya.

Baca tulisan menark lainnya tentang Gus Baha di sini.

Kontributor

  • A Nur Syafiudin

    Staf pengajar di Pondok Pesantren Assa'idiyah Kokop Bangkalan. Mahasiswa aktif semester 1 STAI Al-Hamidiyah, nyantri di PP Roudlotut Tholibin kota Probolinggo dan PP Sidogiri Pasuruan.