Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Macam-macam Tafsir dan Penjelasannya

Avatar photo
42
×

Macam-macam Tafsir dan Penjelasannya

Share this article

Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai Way of Life bagi manusia dalam menjalani kehidupan di dunia.

Pada masa awal turunnya wahyu Al-Qur’an yang langsung dapat didengarkan dari Rasulullah SAW, mungkin tidak terlalu sulit bagi yang mendengarkannya untuk menghafalkan dan memahaminya. Karena yang menyampaikan dan menjelaskan adalah Rasulullah Muhammad SAW.

Namun sepeninggal Rasulullah, lambat laun umatnya mengalami kesulitan dalam menghafalkan apalagi mengartikan dan menafsirkan Al-Qur’an dengan makna yang sesuai seperti yang diterima Nabi SAW.

Para sahabat era awal Islamlah yang saat itu menjadi tumpuan umat dalam memahami Al-Qur’an. Karena merekalah generasi awal yang paling pertama memperoleh pemahaman Al-Qur’an dari Nabi SAW.

Keberadaan As-Syabiqunal Awwalin atau sahabat-sahabat utama yang hadir pada masa-masa awal Islam inilah yang kemudian menjadi tumpuan umat. Atau paling tidak, empat sahabat utama yang kemudian meneruskan tanggung jawab meneruskan penyebaran risalah Islam, termasuk di dalamnya adalah menyampaikan isi kandungan Al-Qur’an kepada umat Nabi SAW sepeninggal beliau.

Dalam hal kemampuan menafsirkan Al-Qur’an pada masa awal setelah wafatnya Nabi SAW, sebut saja nama Ibnu Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Ubay ibn Ka’ab, Abdullah ibn Zubair, Zaid ibn Tsabit serta Abu Musa Al-Asy’ari yang dipercaya dan banyak menafsirkan Al-Qur’an. Tentunya dengan berbagai pemahaman, pengalaman mendengar serta kemampuan menyampaikan yang dimiliki.

Di masa sekarang, sangat susah untuk benar-benar mendapati seorang mufassir. Alasannya banyak. Banyak syarat untuk bisa menafsirkan Al-Qur’an serta meriwayatkan Hadits.

Syarat seorang mufassir sangatlah susah untuk didapati pada orang-orang di zaman sekarang. Seandainya ada, itupun hanya segelintir orang yang sanggup memenuhi kriteria seorang mufassir.

Di antara syarat menjadi mufassir adalah; sehat secara akidah, karena jika dalam pemahaman akidahnya saja sudah rusak atau melenceng dari Al-Qur’an maka akan rusak pula pemahamannya terhadap Al-Qur’an yang akan diartikan dan ditafsirkan.

Selanjutnya adalah menghilangkan hawa nafsu dalam proses menafsirkan Al-Qur’an, karena akan merusak obyektifitas pemaknaan Al-Qur’an.

Syarat penting lainnya adalah memahami jenis-jenis penafsiran serta cara-cara mengambil rujukan.

Syarat penting lain bagi seorang mufassir yang tidak boleh ditiadakan adalah kemampuannya dalam ilmu bahasa Arab, Nahwu dan Sharaf, Ma’ani, Balaghah dan Badi’ karena Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab.

Berikut ini adalah berbagai macam tafsir menurut cara pengambilan rujukannya yang harus dipahami oleh seseorang yang ingin menjadi mufassir.

  1. Tafsir bil Ma’tsur atau Tafsir Riwayat

Cara penafsiran ini adalah dengan menafsirkan Al-Qur’an dengan rujukan Al-Qur’an, Hadits dan atau perkataan sahabat (riwayat).

Karena para sahabat Nabi SAW adalah orang-orang yang langsung mendengarkan penjelasan dari Nabi SAW. Sahabat yang paling banyak diambil riwayatnya dalam metode penafsiran Ma’tsurat antara lain Ali ibn Abi Thalib, Ibnu Abbas dan Abdullah ibn Mas’ud.

Metode penafsiran bil ma’tsur ini adalah yang paling aman karena bisa dipercaya, karena merujuk pada ayat Al-Qur’an yang berkaitan makna serta dari riwayat Hadits dari para sahabat. Karenanya, Tafsir Ma’tsur ini hukumnya wajib diikuti dan dijadikan pedoman.

Beberapa Kitab Tafsir yang menggunakan metode bil ma’tsur tersebut, adalah :

  1. Kitab Tafsir Jami’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an atau lebih dikenal dengan nama Tafsir Ath-Thabari.

Kitab ini adalah karya Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yajid bin Katsir ibnu Ghalib Ath-Thabari. Beliau adalah seorang mufassir kelahiran Thabaristan (saat ini masuk wilayah Iran), pada tahun 224 H dan wafat tahun 310 H.

Tafsir Ath Thabari ini menjadi rujukan utama bagi para ilmuwan yang sedang membahas hal-hal yang berkaitan dengan riwayat-riwayat yang bersumber dari Rasulullah SAW maupun sahabat Nabi SAW.

  1. Kitab Ma’allimut Tanzil.

Kitab ini ditulis oleh Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’ud bin Muhammad Al-Farra’ Al-Baghawi. Beliau merupakan ahli fikih Syafi’iyah yang dijuluki Muhyi as-Sunnah (penghidup sunnah).

  1. Kitab Al-Muharrir Al-Wajiz fi Tafsir Al-Kitab Al-Aziz atau dikenal dengan nama Tafsir Ibnu Athiyah.

Karya Imam Abdul Haqq bin Ghalib bin Abdi Rahman bin Ghalib bin Abdi Rauf bin Tamam bin Abdillah bin Tamam bin Athiyah Al-Andalusi Al-Gharnathi. Kitab Tafsir ini tergolong tinggi derajatnya karena menggunakan metode Al-Ma’tsur dan Ra’yi.

  1. Kitab Tafsirul Qur’anil Adzim atau dikenal dengan Tafsir Ibnu Katsir.

Karya Al-Hafiz Imaduddin Ismail bin Amr bin Katsir Al-Quraysi Ad-Dimasyqi. Beliau adalah ahli Hadits dan Sejarah. Kitab sejarah yang ditulis beliau menjadi rujukan bagi ilmuwan yang sedang mencari rujukan sejarah. Kitab sejarah beliau yang terkenal adalah Al-Bidayah wa An-Nihayah.

  1. Kitab Darul Mansur fi Tafsiri bil Ma’tsur.

Karya Jalaluddin abu Fadhil Abdurrahman bin Abi Bakr As-Suyuthi As-Syafi’i.

  1. Kitab Bahrul ‘Ulum

Karya Abu La’its Nasr bin Muhammad bin Ibrahim As-Samarqandhi. Beliau adalah ahli fikih madzhab Hanafi.

  1. Kitab Al-Jawahirul Hisan fi Tafsiril Qur’an.

Karya Abu Zaid Abu Rahman bin Muhammad bin Makhluf Ats-Tsa’labi Al-Jaza’iri Al-Maghribi. Beliau adalah ahli fikih madzhab Maliki.

  1. Kitab Al-Kasyfu wal Bayan ‘an Tafsiril Qur’an.

Karya Abu Ishaq Ahmad bin Ibrahim Ats-Tsa’labi An-Nisyaburi.

Serta beberapa kitab tafsir lainnya.

  1. Tafsir bi Ra’yi atau Tafsir Dirayat

Jenis penafsiran menggunakan metode ini terbagi menjadi dua bagian. Yakni :

  1. Tafsir bi Ra’yi Al-Mahmud (yang dibolehkan)

Metode ini merupakan cara penafsiran Al-Qur’an dengan membolehkannya seorang Mufassir berIjtihad dan menggunakan dasar-dasar dari ilmu ushul (lughah dan syar’i) serta ‘ulumul qur’an.

Di antara kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ini, adalah :

  1. Kitab Mafatihul Ghaib atau dikenal dengan nama Tafsir Ar-Razi.

Karya Muhammad bin Umar bin Husain ibnu Al-Hasan bin Ali At-Tamimi Al-Tabaristani Ar-razi (Fakhrudin Ar-Razi).

  1. Kitab Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an atau dikenal dengan nama Tafsir Al-Qurthubi.

Karya Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farh Al-Anshary Al-Khazraji Al-Andalusiy Al-Qhurtubi.

  1. Kitab Madarikut Tanzil wa Haqa’iqut Ta’wil.

Karya Syaikh Al-Alim Az-Zahid Abdullah bin Ahmad An-Nasafi.

Dan beberapa kitab lainnya.

  1. Tafsir Al-Mazhmum (yang terlarang/tercela)

Jenis penafsiran ini merupakan cara menafsirkan Al-Qur’an menggunakan metode Ra’yi namun tidak mendasarkan perujukannya menggunakan ilmu Tafsir, bahkan hanya mengikuti hawa nafsu pengarangnya. Beberapa kitab Tafsir Al-Mazhmum ini adalah :

  1. Tafsir Muktazilah

Di antara kitab-kitab Tafsir Muktazilah ini adalah ; Kitab Tanjihul Qur’an, Kitab Amali Syarif Al-Murtadha, Kitab Al-Kasyaf ‘an Haqa’iq Tanjil wa ‘Uyun Aqawil fi Wujuh At-Ta’wil.

  1. Tafsir Syi’ah

Di antara kitab-kitab Tafsir Syi’ah ini adalah ; Kitab Mir’atul Anwar wa Misykatul Ashrar, Kitab Tafsir Hasan Al-Askari, Kitab Majmu’ul Bayan li ‘Ulumil Qur’an, Kitab Ash-Shafi fi Tafsiril Qur’an, Kitab Tafsir Al-Qur’an dan Kitab Bayan Sa’adah fi Maqamatil Ibadah.

  1. Tafsir Zayidiyah

Di dalamnya terdapat Kitab Tafsir Gharibul Qur’an, Tafsir Ismail bin Ali.

  1. Tafsir Khawarij

Kitab paling terkenal dari Tafsir Khawarij ini adalah Kitab Himyatul Zad ila Daril Ma’ad.

  1. Tafsir bil ‘Isyarah atau Tafsir Isyari

Metode penafsiran Al-Qur’an ini menggunakan isyarat yang lahir dari hasil riyadhah ruhiyah Mufassir nya. Model penafsiran ini termasuk ikhtilaf karena ada sebagian ulama yang melarang, namun ada juga yang membolehkannya.

  1. Tafsir Fuqaha

Model penafsiran ini lebih pada rujukan ayat-ayat yang bersifat kandungan hukum-hukum dalam Al-Qur’an. Mufassir nya pun diambil dari ulama-ulama madzhab yang telah diakui.

  1.  Tafsir Kontemporer

Penafsiran jenis ini dilakukan oleh ulama-ulama kontemporer zaman sekarang. Sepanjang mufassir memang telah mampu menguasai beberapa ilmu wajib bagi syarat menafsirkan Al-Qur’an seperti telah disebutkan di atas sebelumnya.

  1. Tafsir Maudhu’i (tematik)

Metode Maudhu’iyah ini dilakukan dengan menyusun ayat-ayat Al-Qur’an sesuai tema atau judul pembahasannya dalam susunan Al-Qur’an. Model penafsiran Al-Qur’an dengan cara ini baru muncul tahun 1960 yang dicetuskan oleh Grand Syaikh Azhar Dr. Mahmud Syaltut.

Dengan demikian, perlu kiranya agar lebih jeli dalam memilih panutan dalam memahami Al-Qur’an melalui tafsir para mufassir. Karena tafsir bukan hanya mengartikan dhohir ayat saja, melainkan mengupas lebih dalam mengenai makna sebenarnya dari ayat-ayat Al-Qur’an agar kita sebagai umat Rasulullah SAW benar-benar bisa memahami Al-Qur’an yang merupakan Way of Life.

Sumber :

  • Tafsir wal Mufassirun karya Muhammad Husain Adz-Dzahabi.
  • Mabahits fi ‘Ulumul Qur’an karya Mana’ Al-Qathan.

Kontributor

  • Muhammad Arief Albani

    Alumni Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Saat ini aktif sebagai Pengrus LTM PCNU Banyumas dan ISNU Banyumas serta ketua Koperasi Nusantara Banyumas Satria (NUMas). Selain itu, aktif di PP Bani Rosul Bantarsoka, Purwokerto Barat, Banyumas Jawa Tengah.