Berikut ini adalah teks, terjemahan, dan kutipan tafsir menurut Syekh Mutawali asy-Sya’rawi, perihal salah satu ayat yang menggambarkan kisah hidup Rasulullah yang menjadi suri teladan bagi umat manusia.
Semua perkataan dan tingkah lakunya merupakan wujud dari kebaikan dan menjadi manifestasi nilai-nilai luhur dalam ajaran Islam yang fundamental. Bahkan, tak sedikit yang menganggap bahwa semua napak tilas dan gerak gerik Nabi Muhammad merupakan perwakilan secara langsung dari wahyu Allah SWT.
Nabi Muhammad Saw. sebagai nabi terakhir merupakan teladan tepat sebagai manusia sempurna yang multitalenta. Selain sukses dalam menyampaikan risalah yang diterimanya dari Allah SWT, ia juga membawa peradaban luhur yang menjunjung nilai-nilai akhlakul karimah.
Selain itu, Rasulullah merupakan sosok yang sangat ideal, ia adalah nabi terbaik, rasul terbaik, pemimpin terbaik, panutan terbaik, dan ia merupakan orang terbaik di antara orang-orang terbaik. Hal ini sebagaimana dibenarkan dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman,
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ الله أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو الله واليوم الآخر وَذَكَرَ الله كَثِيراً
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21).
Baca Juga:
Syekh Mutawali asy-Sya’rawi dalam kitab tafsirnya mengatakan, ayat ini merupakan barometer kehidupan dan suri teladan bagi manusia. Nabi Muhammad sukses dalam menyampaikan amanah risalah kenabian yang dibawanya. Selain itu, ia juga representasi dari potret Islam yang sebenarnya, yaitu menjadi teladan bagi pengikutnya.
Ayat di atas juga menjadi salah satu pokok agung perihal meneladani Rasulullah dalam setiap pekerjaan, ucapan, tingkah laku dan lainnya. Oleh karena itu, Allah memerintahkan semua manusia untuk menjadikannya sebagai suri teladan.
Dalam hal ini, Syekh Mutawalli menyebutkan alasan di balik kesuksesan Rasulullah. Menurut beliau, Rasulullah merupakan orang pertama yang melakukan suatu kebaikan sebelum ia memerintahkan kepada para sahabat. Oleh karenanya, mereka saat itu mengambil referensi dari Nabi atas segela pekerjaan, tindakan dan ucapan yang akan mereka lakukan.
Menurut Syekh Mutawalli, tidak ada suatu kewajiban, undang-undang dan aturan secara khusus yang Rasulullah sampaikan keada umat Islam, kecuali semua itu telah dilakukan olehnya. Sebab, potret yang ada pada dirinya selain sebagai penyampai (muballigh) risalah, ia juga menjadi panutan bagi umatnya.
Selain dalam menjadi pemimpin, Rasulullah juga menjadi teladan dalam hal yang lebih penting. Menurut Syekh Mutawalli, di antara teladan paling agung Rasulullah adalah hatinya tidak pernah lupa untuk mengingat Allah SWT. Dalam sebuah hadits disebutkan, bahwa “kedua matanya yang agung terlelap, namun hatinya tetap mengingat Allah.” (Syekh Mutawalli, Tafsir asy-Sya’rawi, halaman 7478).
Teladan Rasulullah dan Sayyidina Umar
Semua jejak langkah yang dilakukan Rasulullah, menjadi teladan bagi Khalifah kedua, yaitu Sayyidina Umar bin Khattab. Syekh Mutawalli mengisahkan, bahwa ketika Khalifah Umar hendak mencetuskan sebuah undang-undang pada masa kepemimpinannya, ia tidak lantas menyuruh umat Islam untuk mengikuti aturan tersebut.
Baca Juga: Tafsir Syekh Asy-Sya’rawi Tentang Wahyu Pertama Surat Al-‘Alaq Ayat 1-5
Sayyidina Umar menjalankan peraturan yang hendak dibuatnya pertama kali oleh dirinya sendiri, kemudian mengumpulkan keluarga dan sahabat karibnya, jika mereka semua menganggap bahwa undang-undang dan peraturan yang akan ia buat tidak memberatkan mereka, ia menjadikan keputusan tersebut secara tersurat dan menjadi aturan pada masa kekhalifahannya. (Syekh Mutawalli, Tafsir asy-Sya’rawi, halaman 5313).
Pesan Syekh Mutawalli kepada Pemimpin dan Dai
Pada akhir penjelasan perihal tafsir surat di atas, Syekh Mutawalli berpesan kepada semua umat Islam yang memiliki kewajiban sebagai pendakwah dan pemimpin, bahwa Rasulullah seharusnya menjadi referensi pertama sebelum menyampaikan dakwah dan mencetuskan sebuah undang-undang.
وَفِي الدَّعْوَةِ الْإِسْلَامِيَّةِ لَابُدَّ أَنْ يَكُوْنَ الْعُلَمَاءُ قُدْوَةُ لِيَنْصَلِحَ أَمْرُ النَّاسِ
“Dan dalam dakwah Islam, seharusnya para ulama menjadi panutan dalam memperbaiki urusan umat manusia.” (Syekh Mutawalli, Tafsir asy-Sya’rawi, halaman 164).
Sebab itu, para ulama seharusnya menjadi panutan bagi umat Islam supaya ia tidak melarang suatu kemungkaran, kecuali ia telah tinggalkan sebelumnya, dan tidak memerintah suatu kewajiban sebelum ia melakukannya.
Baca Juga: Tafsir Syekh Sya’rawi Tentang Alasan Al-Quran Turun dengan Bahasa Arab
Sebab, menurut Syekh Mutawalli, semua manusia akan lebih condong melihat apa yang dicontohkan oleh para ulama daripada apa yang disampaikan mereka. Selain itu, sebelum Islam disebarkan dengan cara dakwah yang ilmiah menggunakan basis keilmuan dan syariat, terlebih dahulu Islam disebarkan dengan cara mencontohkan dirinya sebagai pribadi yang baik dan sikap santun serta teladan yang mulia dari Rasulullah.