Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Mengenal Muharam Sebagai Bulan Allah

Avatar photo
18
×

Mengenal Muharam Sebagai Bulan Allah

Share this article

Muharram adalah bulan yang jatuh setelah Zulhijah dan
dijadikan oleh Khalifah Umar bin Khattab sebagai bulan awal dalam tiap tahun hijriah,
sebagaimana keterangan dalam Fadhl Syahr Allah al-Muharram wa Yaum ‘Asyura (hal.
5).

Peristiwa hijrah sebenarnya tidak bisa dilepaskan
dari bulan mulia Muharram. Hadhratur Rasul melakukan baiat al-aqabah al-tsaniyah
(baiat kedua) di bulan Zulkaidah dan melangsungkan hijrah di bulan Rabiul Awal,
bukan pada bulan Muharram.

Tetapi azam untuk berhijrah dimulai sejak
Muharram. Oleh karena itu, kita melakukan peringatan peristiwa Hijrah pada bulan
Muharram. Ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan dalam Fath al-Bari,

لأن ابتداء العزم على الهجرة كان في المحرم

“Karena permulaan azam untuk hijrah
(ke Madinah) ada pada bulan Muharram.”

Pelajaran dari Hijrah

1. Generasi awal Islam adalah generasi terberat
sehingga pantaslah mereka mendapat gelar khoir al-qurun (sebaik-baik
masa). Bisa ditelaah sepenggal kisah Sayyidina Miqdad bin al Aswad dan
Sayyidina Hudzaifah dalam Fadhl Allah al-Shamad.

2. Cinta tanah air.

والله إني أعلم أنك خير أرض الله وأحبها إلى الله، ولولا أن
أهلك أخرجوني منك ما خرجتُ

Rasulullah saw. bersabda:

“Demi Allah, sungguh aku mengetahui
bahwa engkau (Makkah) adalah sebaik-baik bumi Allah dan tanah yang paling
dicintai oleh-Nya. Kalau bukan karena pendudukmu mengusirku, niscaya aku tidak
akan pergi meninggalkanmu.”
(HR. at-Tirmidzi)

Amalan Bulan Muharram

1. Perbanyak Puasa

Dalam Lathaif al-Ma’arif  (hal. 77) disebutkan hadits yang diriwayatkan
dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda:

أفضل الصيام بعد شهر رمضان شهر الله الذي تدعونه المحرم
وأفضل الصلاة بعد الفريضة صلاة الليل

“Sebaik-baik puasa sesudah bulan
Ramadhan adalah puasa bulan Allah yang kalian sebut dengan bulan Muharram dan
sebaik-baik shalat sesudah shalat fardhu adalah shalat malam.”

Amalan Puasa Asyura

Puasa Asyura mengalami perkembangan tahapan
sebagai berikut:

a. Puasa di periode Makkah dengan tanpa menyeru
para sahabat untuk berpuasa.

b. Di awal kedatangan di Madinah, puasa ini
diserukan karena menyamai Yahudi Madinah yang berpuasa sebagai ungkapan syukur
atas keselamatan mereka dari Fir’aun.

c. Ketika puasa Ramadhan diwajibkan, maka puasa Asyura
tidak ditekankan oleh Nabi kepada para sahabat,

d. Hadhratur Rasul berazam untuk tidak puasa Asyura
sendirian, melainkan menambahkan satu hari sebelumnya dan satu hari setelahnya.

Tingkatan Puasa Asyura:

(i) Puasa 9, 10 dan 11 Muharram.

(ii) Puasa 9 dan 10 Muharram.

(iii) Puasa 10 Muharram.

Keutamaan Puasa Asyura

Pertama: Hadhratur Rasul sangat menekankan puasa
ini.

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال ما رأيت النبي صلى الله عليه
وسلم يتحرى صيام يوم فضله على غيره إلا هذا اليوم يوم عاشوراء وهذا الشهر يعني شهر
رمضان

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa dia
berkata, “Aku tidak pernah melihat Nabi SAW sengaja berpuasa pada suatu hari
yang beliau istimewakan dibanding hari-hari lainnya kecuali hari ini, yaitu
hari Asyura, dan bulan ini, yaitu bulan Ramadhan.”  

Kedua: Menghapus dosa setahun yang lalu.

عن أبي قتادة رضي الله عنه قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
صيام يوم عاشوراء أحتسب على الله أن يكفر السنة قبله

Diriwayatkan dari Abu Qatadah bahwa Rasulullah
saw. bersabda:

“Puasa hari Asyura, saya berharap
kepada Allah, menghapus  dosa setahun
sebelumnya.”

3. Sedekah

وأما الصدقة فيه فقد روي عن عبد الله بن عمرو بن العاص قال
من صام عاشوراء فكأنما صام السنة ومن تصدق فيه كان كصدقة السنة أخرجه أبو موسى
المديني

“Adapun sedekah pada bulan Muharram, maka
diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Ash bahwa dia berkata, ‘Barang siapa
berpuasa Asyura, maka seakan-akan dia berpuasa sepanjang tahun dan barang siapa
bersedekah pada hari Asyura, maka seperti sedekah sepanjang tahun.” Atsar ini
diriwayatkan oleh Abu Musa al-Madini. (Lathaif al-Ma’arif, hal. 112)

4. Menyenangkan Keluarga

Hadits-hadits yang menerangkan bahwa menyenangkan
keluarga pada hari Asyura akan mendatangkan kelapangan dalam satu tahun.

Ada yang mengatakan bahwa sanad hadits-hadits
tersebut tidak bisa dibuktikan bersambung sampai kepada Hadhratur Rasul. Namun  Ibnu ‘Uyainah berkata:

جربناه منذ خمسين سنة أو ستين سنة فما رأينا إلا خيرا

“Kami melakukannya selama 50 atau 60 tahun.
Tidaklah kami melihat hasilnya kecuali selalu baik.” (hal.113)

Kontributor

  • Ahmad Roziqi

    Alumni Al-Azhar Kairo Mesir Fakultas Syariah Islamiyah. Mudir Ma'had Ali Hasyim Asy'ari Tebuireng Jombang Jawa Timur.