Berikut tips menjadi wali di zaman penuh fitnah (kerancuan
dan kesimpangsiuran) seperti sekarang:
1. Cintailah Sayyiduna Nabi Muhammad saw. setinggi-tingginya.
2. Cintailah ahlul bait yang mulia.
3. Cintai al-Qur’an.
4. Berbaik sangka kepada semua umat Islam.
5. Menyambung silaturahmi.
6. Itqan (sebaik mungkin) dalam melaksanakan tugas
atau bidang yang ditekuni.
7. Konsumsi makanan halal.
Kecintaanmu yang kuat pada Sayyiduna Nabi Muhammad
saw akan menjagamu dari berbagai pemahaman menyimpang.
Saat aku kuliah, aku tidak mengenal agama kecuali kalau
Sayyiduna Nabi yang aku ketahui bernama Muhammad, ibunya Aminah dan ayahnya
Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim
Selain itu, aku mengetahui tentang hal-hal yang
membatalkan wudhu. Itu saja yang aku dapatkan ketika di taman kanak-kanak.
Aku memang mengetahui bahwa Sayyiduna Nabi Muhammad
saw adalah makhluk yang paling mulia, tetapi aku tidak tanpa mengetahui warna
mata dan hal-hal lain yang menjadi ciri khas beliau. Aku tidak pernah mendengarkan
apapun tentang itu, tidak dalam khutbah atau momen lain.
Nabi Muhammad saw bagiku adalah nyawaku,
sebagaimana ruh yang tidak kita ketahui bagaimana bentuknya, maka aku juga
tidak tau ciri beliau. Tapi kecintaan itulah yang menjagaku dari berbagai
pemikiran menyimpang.
Saat aku masuk kuliah pada tahun 70an, berbagai
kelompok menyimpang yang ada sekarang muncul dan marakberkembang. Semua
kelompok seperti Ikhwanul Muslimin, kelompok bersenjata dan lain-lain memberikan
selebaran-selebaran mereka kepadaku. Mereka mengajakku untuk bergabung. Tapi subhanallah
aku tidak tertarik.
Aku melihat pertama kali wajah buruk Wahabi saat
berhaji pada tahun 1975.
Saat itu aku kuliah tahun ke-3. Aku menunaikan
umrah 10 hari akhir Ramadhan bersama kuliah. Ongkosnya saat itu sebesar 40
pound, sudah termasuk tiket pesawat pergi-pulang dan biaya selama tinggal di
sana. Kalau berangkat dengan ayah atau ibu, maka berdua menjadi 48 pound.
Dalam perjalanan ke kota suci Madinah Munawwarah,
hatiku berseri-seri akan bertemu jiwaku yang sangat aku cintai. Tiba-tiba salah
satu anggota rombongan dengan janggut panjang dan mengenakan jubah putih
menawan mengatakan, “Jangan ada yang berniat ziarah kubur tapi niatlah
mengunjungi masjid!”
Aku yang baru memulai menghafal al-Quran sejak 2
bulan sebelum umrah dan hanya hafal surat al-Baqarah menjadi kebingungan. Aku berusaha
memasukkan kata-kata itu ke dalam jiwaku tapi tidak mampu. Akhirnya aku biarkan
teserah jiwaku.
Sepulang umrah, aku bertekad untuk mempelajari
agama. Aku ingin tahu apakah aku salah ataukah mereka?!
Aku menyibukkan diri belajar ke masyayikh (para
guru) dan hanya pada waktu senggang aku mengulang pelajaran. Aku berjanggut
juga sehingga aku tidak dapat nilai ujian lisan meskipun aku bisa menjawab,
karena dianggap teroris. Pada tahun ke-3 itu aku yang biasanya selalu peringkat
1 atau 2, menjadi ke-200.
Aku kehilangan peringkat 10 besar, membuatku
keluar dari kesempatan diangkat jadi dosen yang mungkin saja kalau itu terjadi
maka sekarang ini aku sudah jadi dekan kuliah.
Tapi alhamdulillah, karena Wahabi aku semangat
belajar agama. Mereka mempunyai jasa membuatku terdorong untuk mengetahui
agama.
Meskipun aku kehilangan kesempatan itu tapi itu
jauh lebih baik daripada aku dapat jabatan itu tetapi menjadi Wahabi atau
Ikhwani.
Jadi ajarkan kepada anak-anakmu:
1. Mencintai Sayyiduna Nabi Muhammad saw.
2. Mencintai ahlul bait.
3. Membaca Al-Quran.
Kecintaan pada Sayyiduna Nabi Muhammad saw akan
menjaga seseorang dan membuat Iblis lari darinya; karena tidak berkumpul dalam
hati seseorang cinta Nabi saw. dan cinta Iblis.
~ Faedah dars Jumat siang bersama
Maulana Syekh Yusri Rusydi al-Hasani hafizhahullah, 25 Juni 2021M, 14
Dzulqa’dah 1442H