Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Tradisi Yasinan pada Malam Nisfu Sya’ban

Avatar photo
44
×

Tradisi Yasinan pada Malam Nisfu Sya’ban

Share this article

Kita sekarang memasuki bulan Sya’ban atau “Ruwah”
menurut orang Jawa. Pada bulan tersebut terdapat malam yang penuh dengan
keberkahan dan keutamaan yang besar.

فضل شعبان على سائر الشهور كفضلي على سائر الانبياء

“Keutamaan bulan Sya’ban terhadap
bulan-bulan yang lain seperti keutamaanku atas semua para Nabi.”

من احيا ليلتي العيدين وليلة النصف من شعبان لم يمت قلبه حين
تموت القلوب

“Barang siapa yang menghidupkan dua malam
hari Raya dan malam Nisfu Sya’ban, maka hatinya tidak akan mati pada waktu umum
nya hati pada mati.”

Salah satu tradisi orang Jawa yang dilakukan untuk
menghidupkan malam Nisfu Sya’ban adalah membaca surat yasin sebanyak tiga kali.

Sebagai bagian dari mereka mengisi malam
pertengahan bulan Sya’ban (Nisfu Sya’ban), di sebagian tempat di Indonesia umat
Islam membaca surah Yasin atau yasinan setelah shalat Maghrib. Ada
yang membacanya secara berjamaah di masjid atau mushalla. Ada pula yang membaca
di rumah masing-masing.

Hukum Yasinan di Malam Nisfu Sya’ban

Secara umum, ada yang mengatakan amalan dan ibadah
di malam Nisfu Sya’ban adalah kesesatan dan tidak dianjurkan oleh ulama salafus
shalih. Termasuk membaca Yasin.

Tentu saja pandapat ini sebuah pernyataan yang
dangkal dan keliru. Dr. Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki, dalam karya
khususnya tentang bulan Sya’ban, yakni kitab Madza fi Sya’ban,
menulis khusus tentang atsar (kebiasaan) ulama salaf di bulan ini.

Tentu apa yang termuat dalam kitab tersebut bukan
pernyataan yang mengada-ada dan tanpa dasar. Termasuk ketika membahas tradisi
membaca surah Yasin di malam Nisfu Sya’ban. Menurut beliau, yang menciptakan
tradisi yasinan di malam Nisfu Sya’ban adalah Syaikh Ahmad bin Ali bin Yusuf
Abu al-Abbas al-Buni.

Hal ini seperti ditulis oleh Muhammad bin Darwisy
bin Muhammad al Hut al Biruti asy-Syafi’i dalam karyanya, Asna al-Mathalib
fi Ahadits Mukhtalifah al-Maratib
. Dalam kitab tersebut beliau menyatakan:

وَأَمَّا قِرَاءَةُ سورة يٰسٓ لَيْلَتَهَا بَعْدَ
الْمَغْرِبِ وَالدُّعاَءِ الْمَشْهُورِ فَمِنْ تَرْتِيبِ بَعْضِ أَهْلِ الصَّلَاحِ
مِنْ عِنْدِ نَفْسِهِ. قِيلَ هُوَ الْبُونِيُّ وَلَا بَأْسَ بِمِثْلِ ذَلِكَ

“Adapun tradisi yasinan pada malam Nisfu Sya’ban
setelah Shalat Maghrib dan doanya yang masyhur, itu merupakan kreasi salah
seorang ahli shalah (ulama shaleh). Ada yang menyatakan bahwa yang dimaksud
adalah al-Buni. Mengamalkan tradisi seperti Yasinan Malam Nisfu Sya’ban itu
tidak apa-apa (boleh).”

Menurut Ibnu Rajab al-Hanbali, dalam kitabnya Latha`if
al-Ma’arif Fii ma Li Mawasim al-‘Am Min al-Wadhaif
, para tabiin yang ada di
daerah Syam sangat mengagungkan malam Nisfu Sya’ban. Pada malam itu mereka
lebih giat beribadah. Para tabiin seperti  Khalid bin Ma’dan Makhul,
Luqman bin Amir dan selainnya begitu tiba malan Nisfu Sya’ban sangat antusias
dan memperbanyak amalan.

Sebagian orang menuduh bahwa beberapa amalan tersebut
merupakan atsar israiliyat. Namun, ketika di berbagai negeri hal tersebut
terkenal berasal dari para tabiin tersebut, maka para tabiin yang lain
menerimanya dan mengikuti mereka dalam mengagungkan malam Nisfu Sya’ban,
termasuk sekelompok ahli ibadah Kota Bashrah dan lainnya.

Mengenai tradisi yasinan di malam nisfu Sya’ban
terutama setelah shalat Maghrib sebanyak tiga kali yang dilakukan oleh sebagian
besar umat Islam disertai dengan berdoa, mereka memanjatkan permohonan agar
diberikan umur panjang, rezeki yang halal, wafat dalam keadaan husnul khatimah,
dan lain-lain.

Terkait tradisi religi itu, Sayyid Muhammad Alawi
Al-Maliki memandang kegiatan tersebut sebagai hal yang positif. Menurutnya,
malam Nisfu Sya’ban  merupakan momen yang sangat tepat untuk memperbanyak
amal shaleh dan berdoa kepada Allah supaya dikabulkan hajat dunia maupun hajat
akhirat.

Kontributor

  • Ibnu Zen@

    Pernah nyantri di Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang di bawah asuhan KH. Maemun Zubair, Allahu Yarhamuh. Sekarang mengajar di di Pondok Pesantren An-Nasihun Kedungwuni Pekalongan.