Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Sejarah Jumat Sebagai Hari Demo Pemakzulan Pemimpin

Avatar photo
20
×

Sejarah Jumat Sebagai Hari Demo Pemakzulan Pemimpin

Share this article

Dalam sejarah Islam, sebagaimana diceritakan Ibnu Hanbal dalam
Fa
ā’il al-aābah, disebutkan bahwa demonstrasi
untuk unjuk kekuatan pertama kali dilakukan oleh para sahabat Nabi yang
pemberani, yaitu Umar bin Khattab dan Hamzah bin Abdul Muthalib. Keduanya
memimpin kaum Muslim
in berkeliling menuju Ka’bah
pasca perintah Allah swt. pada Nabi saw. untuk memproklamirkan agama Islam
secara terang benerang dan tidak lagi bersembunyi dalam berdakwah.

Namun dalam peristiwa demo model sahabat Umar dan Hamzah
itu
, penulis belum menemukan tepatnya
hari apa demo tersebut dilakukan. Dalam artikel ini penulis ingin fokus tentang
hari Jumat yang digunakan sebagai demo ketidakpuasan atas kebijakan pemerintah atau
demo menentang pemimpin yang sering kita jumpai dalam sejarah bangsa Indonesia
. Semisal Jumat, 17 Oktober 1952, Bung Karno didemo oleh para
tentara; Jumat 29 Oktober 1999, Gus Dur didemo oleh pegawai Deppen dan Depsos; Jumat 7 April 2000 Gus Dur didemo oleh Laskar Jihad
pimpinan Ja’far Umar Thalib yang bersenjata
; dan utamanya yang
terjadi
akhir-akhir ini.

Bahwa demo ketidakpuasan atas kebijakan pemerintah atau
demo menentang pemimpin, pertama kali terjadi dalam sejarah Islam adalah saat
kaum munafik ahli bughat dan simpatisan mereka berhasil mengepung kediaman Sayyiduna
Usman bin Affan yang ingin memakzulkan beliau dari jabatan khalifah. Peristiwa
ini terjadi pada hari Jumat 18 Dzulhijjah tahun 35 H.

Maulana Syeikh Yusri Rusydi al-Hasani pada suatu
kesempatan pengajian rutinnya hari Jumat di Masjid al-Muqa
ṭṭam Kairo menggambarkan
bahwa figur Sayyiduna Usman bin Affan adalah pemimpin yang baik, namun
reputasinya rusak gara-gara hoaks yang disebarkan oleh kelompok munafik ahli bughat
yang masif melakukan ujaran kebencian dan demo yang berakibat pada syahidnya
beliau di kediamannya.

Imam Tirmidzi dalam Sunan-nya, Ibnu Hanbal dalam Musnad-nya,
Basyar ‘Awwad Ma‘ruf dll.. dalam al-Masnad al-Jāmi‘, dan Muqbil bin Hadi
al-Wada’i dalam al-Jāmi‘ al-
aī mimmā Laysa fī al-aīayn menceritakan bagaimana
kelompok pendemo tersebut mengepung dan menuntut Sayyidina Usman menanggalkan
tahta kekhalifahan namun beliau menolak sebab beliau ingat akan sabda Nabi
saw.:

يَا عُثْمَانُ، إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ
عَسَى أَنْ يُلْبِسَكَ قَمِيصًا ، فَإِنْ أَرَادَكَ الْمُنَافِقُونَ عَلَى
خَلْعِهِ ، فَلَا تَخْلَعْهُ حَتَّى تَلْقَانِي

“Wahai Usman, sesungguhnya Allah akan mengenakan sebuah
baju untukmu, jika orang-orang
munafik ingin melepasnya
maka jangan lepaskan sampai kamu bertemu denganku
.” (sabda beliau saw. ini diucapkan sampai tiga kali).

Muhammad Ridha dalam Dhi al-Nūrayn Uthmān bn ‘Affān
al-Khalīfah al-Thālith
menceritakan banyak kejadian yang menjadi sebab
beliau terfitnah, dituntut (didemo) dan jadi bahan caci makian serta hoaks oleh
kaum munafik.

Salah satu hoaks yang digembor-gemborkan oleh kaum munafik untuk memakzulkan
Khalifah III
Sayyiduna Usman adalah sikap
tebang pilih
beliau dalam memberikan hukuman pada
saudara seibunya (al-Walid bin Uqbah, Gubernur Kufah) yang mabuk saat mengimami
shalat Subuh
. Padahal beliau tidaklah
tebang pilih hanya beliau butuh waktu mendatangkan saudara seibunya tersebut
dan butuh memanggil saksi-saksi sebelum menjatuhkan hukuman cambuk.

Juga pasal kealpaan menjaga stempel beliau sehingga
terbit surat perintah rahasia untuk membunuh
Sayyiduna Muhammad bin Abu Bakar al-Shiddiq yang memimpin
Mesir, di mana ada orang-orang terdekat beliau telah berkhianat, berhasil
mencuri stempel beliau, memanfaatkan para pelayan beliau dan bertindak atas
nama beliau untuk misi pembunuhan tersebut, padahal beliau tidak tahu-menahu
akan misi tersebut dan beliau bersumpah akan hal itu.

Sayyiduna Usman adalah pemimpin yang gentle, di
saat besar potensi nyawa beliau
hilang akibat massa pendemo mulai
anarkis dan bringas, justu beliau yang saat itu tidak terkawal secara ketat menemui
massa pendemo di depan kediamannya. Di antara para pendemo itu ada sahabat
Thalhah b
in Ubaidillah ra. yang ikut
mengepung kediaman
beliau.

Diriwayatkan oleh Ibn Hanbal dalam Musnad-nya bahwa
saat itu
Sayyiduna Usman ra. keluar,
memberi
salam kepada para pendemo namun mereka tidak membalas ucapan salam beliau. Lalu Sayyiduna Usman bertanya apa di antara mereka ada Thalhah,
maka sahabat Thalhah menjawab bahwa dia ada di situ. Sayyiduna Usman heran dan
menyayangkan atas keikutsertaan Thalhah dalam demo ini dengan berucap
,Innalillah…

Sayyiduna Usman ra. menghadapi massa pendemo dan mencoba
menyadarkan tindakan mereka yang ingin memakzulkan dan membunuh beliau dengan
berkata dan mengingatkan sang sahabat (Thalhah), bahwa tidak ingat
kah ia akan Nabi saw. yang pernah bersabda tentang
ketidakhalalan darah seorang Muslim untuk ditumpahkan kecuali sebab satu di
antara tiga; yaitu
murtad, pezina muhsan, dan pembunuh muslim
dengan sengaja
. Dan beliau (Sayyiduna Usman ra.) berkata:

واللهِ ما أنكرتُ اللهَ منذ عرفتُه، ولا زنيتُ
في جاهليةٍ ولا الإسلامِ، وقد تركتُه في الجاهليةِ تَكَرُّهًا، وفي الإسلامِ
تَعَفُّفًا، ولا قَتلتُ نفسًا يَحلُّ بها قتلي

“Demi Allah, saya tidak mengingkari Allah (murtad) sejak
saya mengetahui-Nya (menjadi Muslim). Saya tidak pernah berzina baik di era jahiliyah
maupun Islam. Saya menghindari zina di era jahiliyah sebab saya tidak suka dan
saat di era Islam sebab saya memelihara diri dari perbuatan tercela.
Dan saya tidak pernah membunuh seorang pun yang walaupun ia halal saya bunuh.

Beliau juga mengungkapkan bagaimana jasa-jasa beliau atas
perluasan Masjid, Sumur “Rumah” (sumber mata air terbaik di Madinah yang dibeli
sayyiduna Usman untuk wakaf bagi kaum Muslim), dan jasa beliau atas
mempersiapkan
atau membekali pasukan ‘Usrah
(dalam perang Tabuk) serta bagaimana Nabi saw. sangat mengapresiasi semua
tindakan beliau itu.

Hal demikian ini dilakukan oleh beliau bukan untuk pamer
amal dan minta belas kasih. Namun agar para pendemo sadar, mengurungkan niat
anarkis dan tindakan kriminal mereka
terhadap
beliau
serta mengurungkan tuntutan pemakzulan. Sebab hal demikian itu berlawanan
dengan sabda-sabda Nabi.

Namun massa pendemo masih banyak yang tidak mengindahkan
hingga beliau masuk ke kediamannya, pasrah akan apa yang akan terjadi. Beliau
menolak untuk dikawal dan dijaga, beliau yang saat itu menjalankan puasa
memilih untuk shalat lalu membaca Mushaf al-Qur’an. Hingga akhirnya, massa
pendemo berhasil menjebol pintu kediaman beliau dan menganiaya beliau hingga
wafat.

Diceritakan dalam Dhi al-Nūrayn Uthmān bn ‘Affān
al-Khalīfah al-Thālith
bahwa para pendemo tidak hanya membunuh sayyiduna
Usman namun juga menjarah isi rumah. H
arta beliau yang tersimpan di gudang rumah senilai 30.500.000 dirham dan 100.500 dinar dirampas dan hilang. Istri beliau yang ada di
rumah juga tidak luput mendapat tamparan dari salah satu pendemo
.

Kejadian syahidnya beliau sudah disampaikan oleh Nabi
saw. di atas gunung Uhud, sebagaimana juga Nabi saw. bersabda bahwa beliau kelak
akan masuk surga dengan bencana yang menimpa.
Al-Bukhari dalam aī-nya menceritakan bahwa
sahabat Anas b. Malik ra. berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ صَعِدَ أُحُدًا وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ فَرَجَفَ بِهِمْ
فَقَالَ اثْبُتْ أُحُدُ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ نَبِيٌّ وَصِدِّيقٌ وَشَهِيدَانِ

“Sesungguhnya Nabi saw. menaiki gunung Uhud bersama
dengan Abu Bakar, Umar, dan Usman. Tiba-tiba gunung Uhud bergetar keras, maka
Nabi saw. bersabda, ‘Tenanglah kau, wahai Uhud, yang ada di atasmu adalah
seorang Nabi, seorang yang sangat jujur (Abu Bakar) dan dua orang yang Syahid
(Umar dan Usman).’”

Musa Syahin Lasyin dalam Fat al-Mun‘im Shar aī Muslim menceritakan bahwa Nabi
saw. pernah bersabda pada Abu Musa al-Asy’ari ra.:

وبشره بالجنّة مع بلوى تصيبه

“Kabarkan berita gembira padanya (Usman) tentang
(masuknya dia di)
surga namun dengan bencana
yang menimpa
.

Kontributor

  • Bakhrul Huda

    Kord. Akademik Ma'had Jami'ah UINSA Surabaya dan Tim Aswaja Center Sidoarjo.