Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Cara Allah Membahagiakan Manusia Melalui Hadits Qudsi

Avatar photo
34
×

Cara Allah Membahagiakan Manusia Melalui Hadits Qudsi

Share this article

Mengapa
Allah perlu membahagiakan hamba-hamba-Nya? Karena setiap manusia senantiasa menghadapi
permasalahan dalam kehidupannya.
Problematika
kehidupan biasanya membawa kesulitan. Apalagi jika sudah komplek, seakan hidup
terasa sempit. Sehingga kebanyakan manusia berharap supaya masalah-masalah
tersebut segera berlalu serta memperoleh hidup yang lapang nan bahagia.

Islam
datang kepada manusia membawa ajaran dan tuntunan hidup. Hal tersebut bertujuan
agar hidup manusia memiliki tujuan dalam mengarungi kehidupan. Allah adalah
Tuhan Yang Maha Pengasih terhadap setiap hamba-Nya. Al-Qur’an yang diturunkan
kepada nabi Muhammad merupakan bukti konkrit atas belas kasih-Nya terhadap umat
manusia. Di samping itu, Allah juga menyelipkan hadits Qudsi di sela-sela
turunnya Al-Qur’an.

Hadits
Qudsi berbeda dengan hadits Nabawi. Abdur Ra’uf Al-Munawi (977-1031 H)
mendiskripsikan hadits Qudsi dengan berita yang Allah sampaikan kepada Nabi
melalui ilham/ mimpi dalam bentuk makna. Lantas makna tersebut disampaikan
kepada para sahabat menggunakan redaksi Nabi. Adapun hadits Nabawi, makna dan
redaksinya berasal dari Nabi.

Konon
jumlah hadits Qudsi disinyalir mencapai ribuan. Namun Al-Munawi mengumpulkan hadits-hadits
tersebut dalam kitab ‘Al-Ittihâfât al-Saniyyah bi Al-Ahâdîts al-Qudsiyyah
dari kitab-kitab hadits yang mu’tabar. Isi kitab tersebut berjumlah 272 hadits.

Dari hadits-hadits
tersebut, ada beberapa hadits yang mengutarakan metode Allah dalam
membahagiakan para hamba. Allah memiliki kuasa untuk tidak membiarkan
hamba-hamba-Nya berada dalam keterpurukan hidup. Allah senantiasa membersamai
mereka. Salah satu dalilnya adalah ketika Nabi bersabda, Allah berfirman dalam hadits
Qudsi;

Aku menurut
sangkaan hamba-Ku, dan Aku akan selalu bersamanya,
ketika ia mengingat-Ku. Kemudian apabila ia mengingat-Ku
dalam dirinya, Aku pun mengingatnya dalam diri-Ku, dan jika
ia ingat kepada-Ku dalam satu kaum, maka Aku akan mengingatnya dalam kaum yang lebih banyak dari pada kaum itu. Jika ia
mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekatinya
sehasta. Jika ia mendekati-Ku satu hasta, Aku akan
mendekatinya sedepa. Dan jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan
kaki, aku akan datang kepadanya dengan lari-lari kecil.”
(HR. Bukhari dan Muslim)          

Firman
ini membuktikan betapa Allah perhatian kepada hamba-Nya. Ada ikatan antara Sang
Khaliq dengan makhluk-Nya. Ia akan senantiasa membalas tindakan
hamba-Nya dengan balasan yang berlipat ganda. Ingatan hamba terhadap-Nya, akan
dibalas dengan ingatan Allah yang tidak terbatas terhadap dirinya. Pedekate-nya
kepada Allah dengan cara apapun, Ia akan membalasnya dengan lebih cepat.

Dalam
hal ini, Allah seakan berkata kepada kita, “Jika engkau mendekat, maka Aku
akan dekat. Jika engkau jauh, maka Aku akan jauh.
”  Ungkapan ini juga digunakan grup musik Bimbo
dalam lirik lagunya yang berjudul ‘Tuhan’. Mereka juga menambahkan “Hati
adalah cermin, tempat pahala dan dosa berlabuh
” yang seakan menjadi
senandung kegelisahan hati seorang hamba.

Tidak
bisa dipungkiri, manusia mempunyai kegelisahan dalam hatinya. Hati yang tidak
tampak secara jasmani, namun mampu menguasai seluruh aktifitas manusia. Karena
hati adalah pusat dari kehidupan manusia. Jika hati sedang bahagia, aktifitas
berjalan dengan lancar dan sesuai harapan. Jika sebaliknya, hati sedang
‘runyam’, aktifitasnya terganggu dan bahkan ‘macet’ di tengah jalan. Dengan
demikian, jalan hidup seorang hamba harus senantiasa bergantung dengan Sang Pemilik
hati, yaitu Allah.

Sungguh
ironis ketika kita menganggap bahwa Allah jauh dari kehidupan kita. Kita sering
mempertanyakan keberadaan-Nya, terutama saat berbagai cobaan dan ujian menimpa.
Tidak jarang dalam keadaan seperti ini, kita menganggap bahwa Allah tidak
sayang terhadap kita. Seakan Allah menjauh dan tidak peduli terhadap hamba-Nya.

Selain
tidak berdasar, anggapan ini merupakan perilaku tidak terpuji kepada Allah. Tentu
sikap semacam ini menjadi penghalang datangnya kebahagiaan bagi kehidupan
hamba. Melalui
hadits Qudsi
lainnya
, Allah mengingatkan
kita;

‎‎Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri
kepada-Ku, dengan suatu amal
yang lebih Aku sukai, daripada jika ia mengerjakan amal yang Kuwajibkan kepadanya. Hamba-Ku
selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga
Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya, Aku menjadi pendengaran yang ia mendengar dengannya, menjadi penglihatan yang ia
melihat dengannya, sebagai tangan yang ia memukul dengannya,
sebagai kaki yang ia berjalan dengannya. Jika ia
meminta kepada-Ku, pasti Ku-beri dan jika ia minta perlindungan
kepada-Ku, pasti Aku lindungi.
(HR.
Bukhari)

Firman
Allah ini menegaskan pada kita bahwa selain berprasangka baik terhadap-Nya,
manusia juga harus ada usaha dalam mendekatkan diri kepada-Nya. Mula-mula
dengan melaksanakan ibadah wajib. Praktek-praktek dalam ibadah wajib merupakan amalan
prioritas setelah pernyataan iman seorang hamba kepada-Nya.

Tanpa
menunggu sempurna ibadah wajib, seorang hamba bisa memulai menyempurnakan
proses pendekatan dirinya kepada Allah dengan amalan sunnah. Allah berjanji
akan mencintainya dan mendampinginya dalam menunjukkan jalan kebahagiaan kepadanya
sebagaimana yang ditunjukkan pada orang-orang shaleh sebelumnya.

Tuntunan
Allah dalam membahagiakan hamba-Nya mendorong kita untuk senantiasa berfikir
bahwa Allah menciptakan manusia dengan tujuan. Dan tujuan akhir dari perjalanan
seorang hamba adalah berlabuh pada-Nya.

Kematian
bukanlah akhir dari perjalanan seorang hamba, melainkan awal dari perjumpaannya
dengan Kekasihnya yang dirindukan. Saat rindu telah membuncah, maka Kekasih
membukakan jalan menuju kebahagiaan yang hakiki. Allah berfirman dalam hadits Qudsi
yang disampaikan kepada Rasulullah dan diriwayatkan Abu Hurairah;

Jika
hamba-Ku bahagia berjumpa dengan-Ku, Aku pun bahagia bertemu dengannya. Jika ia
enggan bertemu dengan-Ku, maka Aku pun enggan bertemu dengan-Nya
.” (HR.
Bukhari)

Dari
pemaparan di atas, setidaknya kita bisa memahami alur kebahagiaan yang Allah sediakan
melalui beberapa hadits Qudsi-Nya. Allah ingin hamba-hamba-Nya bahagia
menjalani kehidupan. Yaitu dengan melaksanakan perintah-Nya yang wajib dan
sunnah dengan menghadirkan hati. 
Jika ada masalah, hati yang telah tertaut dengan Allah akan mudah menghilangkan kesempitan-kesempitan hidup sehingga kebahagiaannya akan segera pulih. Dan jika ajal sudah saatnya tiba, Allah telah menanti kita dengan keridhaan dan surga-Nya yang telah disiapkan untuk hamba-hamba-Nya yang ingin berjumpa dengan-Nya. Wallâhu A’lam.

Kontributor

  • Andi Luqmanul Qosim

    Mengenyam pendidikan agama di Ta'mirul Islam Surakarta dan Universitas Al-Azhar Mesir. Sekarang aktif sebagai pengajar di Fakultas Syariah IAIN Salatiga dan Guru Agama di SMAN 1 Parakan Temanggung.