Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Nabi Isa dan Pelajaran Tentang Bahaya Sifat Serakah

Avatar photo
24
×

Nabi Isa dan Pelajaran Tentang Bahaya Sifat Serakah

Share this article

Diriwayatkan
dari Jarir dari Laits, dia bercerita: ada seseorang yang menemani
Nabi Isa.

“Saya akan menemani anda,
wahai
Nabi Allah,” kata lelaki tersebut.

“Baik.” jawab Nabi Isa.

Keduanya
berjalan hingga sampai di pinggir sungai
. Kemudian
Nabi Isa mengeluarkan bekal,
berupa 3 potong roti. Nabi Isa memberikan 1 potong roti
kepadanya, sementara 1 potong lagi dimakan. Praktis, roti
hanya tinggal 1 potong.

Selesai
makan,
Nabi Isa bergegas ke sungai
untuk minum. Saat kembali
,
sisa 1 roti
tadi menghilang.
“Siapa yang mengambil sisa roti?” selidik
beliau.

Lelaki
tersebut mengelak
,
Tidak tahu.”

Keduanya
melanjutkan perjalanan. Di pertengahan jalan
,
mereka berdua
bertemu dengan kelinci yang ditemani dua
serangga. Dengan mukjizatnya,
Nabi
Isa memanggil kelinci. Hewan mungil tersebut mendekat dan menyerahkan diri
untuk disembelih. Nabi Isa kemudian memanggangnya, lantas menyantap bersama
dengan lahap.

Selesai
makan
, Nabi Isa kembali menunjukkan mukjizat. Beliau berseru,Wahai kelinci, bangunlah atas ijin Allah!“

Seketika
kelinci yang hanya tersisa tulang belulangnya
itu berdiri seperti sedia kala.

Nabi
Isa kembali menoleh ke lelaki yang menemaninya
. “Atas nama Allah yang telah
memperlihatkanmu mukjizat ini, tolong beritahu saya siapa yang mengambil sisa
roti kita?”

Lelaki tadi tetap bersikukuh,Saya tidak tahu.”

Perjalanan
berlanjut hingga keduanya sampai di sebuah lembah penuh air. Nabi Isa kemudian
meraih tangan lelaki yang menemaninya seraya membawanya berjalan di atas air
untuk menyebarang.

Sesampai
di seberang lembah yang lain,
Nabi
Isa kembali bertanya
,
Demi Zat yang
memperlihatkanmu mukjizat ini, siapa sebenarnya yang telah mencuri sepotong
roti yang tadi?”

Namun lelaki tersebut tetap
mengaku tidak tahu.

Akhirnya,
keduanya sampai di sebuah dataran tinggi berpasir. Nabi memilih duduk sebentar
beristirahat sambil mengumpulkan tanah dan pasir di hadapannya. Beliau kembali
mengeluarkan mukjizatnya
,
Wahai tanah, jadilah emas!” Seketika tanah di
tangannya berubah menjadi emas.

Nabi
Isa membaginya menjadi tiga bagian
.
Satu bagian untukmu, satu
bagian untuk saya, dan satu lagi untuk orang yang mencuri roti.”
kata beliau.

Mendengar
ucapan
Nabi Isa, lelaki tersebut sontak saja langsung mengaku,Sayalah yang telah mengambil roti
itu, wahai
Nabi
Allah.”

“Jika
begitu, ini ambil semua!” ucap nabi Isa seraya meninggalkan lelaki tersebut.

Dalam
perjalanan selanjutnya, lelaki tersebut berjumpa dengan dua orang yang
mengetahui bahwa dia membawa emas. Keduanya bermaksud jahat, namun lelaki
tersebut memilih berdamai
.

Begini saja. Saya akan membagi emas ini untuk kita bertiga. Sekarang saya lapar, tolong
belikan makanan ke pasar!” pintanya.

Salah
seorang di antara mereka mengalah pergi ke pasar. Sepulang dari pasar timbul
niat jahat dalam hati
.
Saya akan masukkan racun ke
dalam makanan yang saya beli supaya emas itu jadi milik
ku semuanya.” bisiknya dalam hati.

Sementara
dua orang yang menunggu makanan juga bersekongkol jahat
.Bagaimana kalau kita bunuh
saja dia saat sudah sampai di sini? Terus kita bagi berdua saja emas itu.”

“Ok.” kata yang satunya
bersepakat.

Saat
yang membeli makanan mendekat, kedua temannya segera menikamnya hingga mati.
Keduanya girang karena bagian emasnya semakin banyak. Lantas keduanya memakan
dengan lahap makanan yang telah dibubuhi racun hingga keduanya juga tersungkur
tewas.

Saat
melewati TKP ketiga mayat
tersebut,
Nabi Isa menoleh pada semua hawariyyun
(santri-santrinya) sembari bersabda
,
Beginilah dunia. Maka berhati-hatilah,
kalian!”

Kisah
ini dimuat dalam kitab Ihya’ Ulumid
din karya Imam Al-Ghazali dalam bab yang
menerangkan tercelanya sifat bakhil dan cinta dunia. Lihat bagaimana
iming-iming mukjizat seorang
Nabi
Isa tak sanggup menggugah hati yang diliputi cinta dunia, berupa keserakahannya
pada sepotong roti.

Sihir
dunia terkadang lebih memesona bagi seorang yang dibutakan oleh ambisi dan
keserakahan dari mukjizat sekalipun.

Pernah
ada seorang kiai muda bercerita pada saya. Dia pernah menginterogasi seorang
santri yang dicurigai mencuri. Segala cara dilakukan oleh sang kiai agar santri
nakal tersebut mengaku: dipukuli, dibentak, dihadirkan saksi. Namun si santri
nakal selalu berkelit. Akhirnya kiai muda kehabisan ide.

“Sudah.
Kalau kamu gak mau mengaku, saya akan mendoakan dan mengutukmu supaya hidup
melarat dan miskin” tutup sang kiai dengan nada tinggi.

Ternyata
ucapan pamungkasnya berhasil. Santri nakal mengakui bahwa dia mencuri.

Sambil
tersenyum, kiai muda menyimpulkan bahwa manusia lebih takut miskin daripada
pukulan dan sanksi apapun. Kecintaan terhadap dunia sudah menjadi naluri
manusia, tak ada yang salah. Hanya bagaimana kita mengaturnya sehingga tak
sampai mendominasi dan mengontrol kesadaran kita.

Dawuh sayyidina
Hasan bin Ali
,Taruhlah harta di tanganmu.
Jangan taruh di hatimu!”

Kontributor

  • Abdul Munim Cholil

    Kiai muda asal Madura. Mengkaji sejumlah karya Mbah Kholil Bangkalan. Lulusan Al-Azhar, Mesir. Katib Mahad Aly Nurul Cholil Bangkalan dan dosen tasawuf STAI Al Fithrah Surabaya