Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Batubara, HAM dan Isu Lingkungan dalam Perspektif Maslahah Mursalah

Avatar photo
21
×

Batubara, HAM dan Isu Lingkungan dalam Perspektif Maslahah Mursalah

Share this article

Indonesia adalah negara kaya, dengan potensi sumber daya alam yang melimpah. Salah satunya adalah potensi kekayaan tambang batubara. Kekayaan sumber daya alam tersebut tentunya menjadi perihal yang wajib disyukuri sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Dengan adanya potensi tersebut, setiap warga negara diberi amanah untuk mengelola kekayaan alam agar bermanfaat untuk kehidupan berkebangsaan sacara keseluruhan.

Batubara, HAM dan Lingkungan Kehidupan

Berdasarkan data terakhir dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan batubara Indonesia mencapai 26,2 miliar ton. Dengan produksi batubara sebesar 461 juta ton tahun lalu, maka umur cadangan batubara masih 56 tahun apabila diasumsikan tidak ada temuan cadangan baru.[1] Ihwal ini merupakan potensi yang cukup besar untuk dapat dimanfaatkan kemudian hari bagi segenap generasi bangsa.

Namun di era kemajuan teknologi yang berkembang pesat, pemanfaatan energi tambang seperti batubara dapat menjadi problematika tersendiri. Di saat banyak negara-negara mulai meninggalkan energi yang tidak ramah lingkungan, dan beralih menggunakan energi yang jauh lebih ramah terhadap lingkungan, di Indonesia sendiri pemanfaatan batubara paling besar untuk keperluan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Baca juga: Zakat Produktif Versus Masalah Ekonomi di Tengah Pandemi dalam Perspektif Istishab

Pertambangan dan pemanfaatan batubara sebagai sumber energi utama memiliki konsekuensi terhadap lingkungan hidup jika tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Di antaranya muncul potensi besar kerusakan ekosistem lingkungan hidup, serta munculnya permasalahan sosial seperti kesehatan, dan keamanan yang semuanya bersinggungan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).

Adanya potensi besar cadangan batubara nasional, yang diperkirakan dapat bertahan hingga 50 tahun ke depan tentu menjadi kabar baik. Akan tetapi pemanfaatan batubara tidak hanya untuk mengejar keuntungan ekonomi serta kebutuhan energi semata. Pasal 4 ayat (1) UU. No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba menyebutkan, Mineral dan Batubara sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan merupakan kekayaan nasional dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.[2] Dari bunyi pasal tersebut terdapat kata “Tak  Terbarukan” yang harus kita pahami dan kritisi bahwa energi semacam batubara bisa habis di kemudian hari.

Di samping pengelolaan batubara sebagai kebutuhan ekonomi dan energi dalam negeri, namun di sisi lain harus tetap memperhatikan  wawasan ke-lingkungan dan kemanusiaan. Dua apek tersebut kerap terkena dampak secara serius akibat kegiatan pertambangan dan pemanfaatannya untuk pembangkit listrik bila menyalahi prosedur yang ada.

Bagaimanpun, lingkungan hidup yang baik merupakan bagian dari hak asasi manusia, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28H Ayat (1) yang menyatakan, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.[3] Tentunya menjadi pedoman kita semua bahwa memanfaatkan apapun potensi yang diberikan Tuhan haruslah dilandasi dengan sikap kebijaksanaan.

Namun yang menjadi persoalan adalah ketika menyangkut implementasi dari kebijakan tersebut, fungsi penegak hukum tidak benar-benar bekerja dengan efektif. Persoalan demikian telah berdampak nyata dengan menimbulkan kerusakan alam di berbagai daerah. Selain itu, terdapat dampak lain perihal kesehatan masyarakat, area mata pencaharian yang tidak ideal akibat ekosistem alam yang rusak, serta permasalahan sosial dan ekonomi bagi kalangan masyarakat di sekitaran tambang maupun PLTU.

Pemanfaatan Batubara Perspektif Maslahah Mursalah

Sa’id Ramadhan al-Buthi menyatakan bahwa maslahah adalah manfaat yang ditetapkan Syara’ untuk para hambanya meliputi pemeliharaan agama, diri, akal, keturunan, dan harta mereka sesuai dengan urutan tertentu. Sedangkan Al-Ghazali mendefinisikan maslahah sebagai pengambilan manfaat dan penolakan kemudharatan sekaligus dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara’. [4]

Dari definisi tersebut kita dapat memahami bahwa syariat Islam senantiasa mengedepankan kemaslahatan sebagai wujud perhatian kepada segenap sisi kehidupan manusia secara keseluruhan. Dalam konteks ini, prinsip maslahah mursalah dapat digunakan untuk mengkaji persoalan tentang pemanfataan batubara.

Baca juga: Vaksinasi Covid-19 dalam Perspektif Maqashid Syariah

Selain kemanfaatan dari batubara itu sendiri, ada aspek-aspek lain yang menjadi perhatian dari konsep maslahah mursalah. Aspek tersebut mencakup lima perkara pokok yaitu: memelihara agama, diri, akal, keturunan dan harta atau lebih dikenal sebagai (Maqashid asy-Syariah).  

Idealnya, usaha pengelolaan tambang batubara mampu mengantisipasi segenap keburukan yang akan terjadi bagi kehidupan. Prinsip-prinsip pelestarian lingkungan haruslah tetap diperhatikan. Karena dalam hukum agama seseorang dilarang berbuat kerusakan, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungan alamnya. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam firman Tuhan:

“Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. (QS Al-Baqarah: 11)

Dengan demikian, pertambangan pengelolan batubara tidak hanya berfokus kepada sumber dayanya saja, melainkan harus memperhatikan kondisi sekitarnya karena menyangkut hak orang banyak terlebih menyangkut keselamatan jiwa dan ekonomi masyarakat.

Hukum agama tidak melarang manusia untuk mengolah kekayaan alam, dalam hal ini batubara, agar menjadi manfaat bagi kehidupan manusia. Namun ada hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pemanfaatan tersebut yaitu jangan sampai motif keuntungan ekonomi justru menimbulkan kerusakan yang jauh lebih besar.


[1] Cadangan Batubara Indonesia Sebesar 26 Miliar Ton (Diakses pada Hari Sabtu 28 November 2020 Pukul 21.00 WIB)          

[2] Lihat Ketentuan Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan  Mineral dan Batubara

[3] Lihat Ketentuan Pasal 28H Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

[4] Firdaus, Ushul Fiqh Metode Mengkaji dan Memahami Hukum Islam Secara Komprehensif. (Jakarta: Rajawali Pers, 2017) Hal. 92.

Kontributor

  • Enggar Wijayanto

    Asal Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Sekarang menempuh studi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan Program Studi Hukum Tata Negara. Hobi membaca buku, dan menulis puisi.