Sedekah merupakan perkara sunnah yang diminati umat Islam. Bukan hanya bagi mereka yang kaya, tapi juga yang miskin. Sebab Islam memberikan keleluasaan bagi umatnya untuk senantiasa berbagi dalam setiap kondisi. Tanpa terkecuali.
Rasulullah sebagai suri teladan kita telah mencontohkan bersedekah melalui perbendaharaan sikapnya. Pada tahun awal Islam, Rasul dengan ringan membagikan hartanya kepada para sahabat yang mengalami gejolak ekonomi disebabkan pemboikotan orang-orang kafir. Yang tak kalah penting, di saat yang berbeda Rasul pernah menghimbau umat Islam untuk menyingkirkan kerikil yang mengganggu di jalan. Bagi yang tidak mampu melakukan keduanya, Rasul menyampaikan solusi dengan bijak: “Senyumanmu kepada saudaramu adalah sedekah.”
Selama ini kesadaran umat Islam dalam bersedekah harta telah terbangun dan menempatkan ibadah sedekah di posisi yang tinggi. Artinya tidak sedikit dari umat Islam yang gemar membagi-bagikan hartanya kepada mereka yang berhak menerima. Tuntutan kebutuhan hidup tidak lantas mengesampingkan mereka untuk berlomba-lomba dalam bersedekah. Sehingga banyak masyarakat yang terpenuhi kebutuhannya berkat asas sedekah.
Memang tujuan sebenarnya dari bersedekah adalah menebar kebahagiaan bagi semua. Si pemberi bahagia karena bisa membersihkan hartanya, sedangkan si penerima bahagia karena mendapatkan tambahan nikmat.
Baca juga: Tafsir Lain Hadits “Tangan di Atas Lebih Baik daripada Tangan di Bawah”
Kondisi bahagia memiliki hubungan erat dengan faktor keikhlasan dalam ibadah. Walaupun keikhlasan tidak terlihat, namun bisa dirasakan dengan rasa bahagia yang menyertainya. Karena keikhlasan adalah dasar dalam bersedekah. Tanpanya semua amalan kita akan hambar bak sayur tanpa garam.
Kesadaran umat Islam dalam bersedekah mengantarkan pemahaman bahwa keutamaan bersedekah hanya terdapat dalam sedekah harta. Padahal sejatinya Rasulullah memberikan berbagai alternatif dalam bersedekah.
Yang pertama adalah sedekah sikap. Sedekah yang bisa diterapkan dalam rutinitas keseharian. Perilaku yang baik dari seorang muslim merupakan sedekah. Ucapan yang baik kepada sesama juga termasuk sedekah. Oleh sebab itu, mengedepankan sikap sebagai bentuk dari ibadah sedekah merupakan hal utama yang cerminan akhlak seorang muslim.
Syaikh Musthafa Al-Ghalayani dalam kitab ‘Idzatun Nasyi’in bersyair;
إِنَّمَا اْلأُمَمُ اْلأَخْلَاقُ مَا بَقِيَتْ # فَإِنْ هُمْ ذَهَبَتْ أَخْلَاقُهُمْ ذَهَبُوْا
Sungguh umat akan tetap eksis selama akhlak menempel pada diri mereka
Jika akhlaktelah menghilang, maka mereka akan ikut terhempas bersamanya
Sebenarnya, ajaran Rasulullah akan sedekah sikap amat simpel. Yaitu dengan merperbanyak senyum pada orang-orang yang dijumpai. Jika ingin menegaskan sikap ini menjadi sunnah Nabi, maka bisa ditambah ucapan salam.
Sejalan dengan ajaran Nabi, Imam Al-Ghazali merincikan sikap mulia yang seyogyanya ditanamkan dalam pendidikan Islam. Sikap tersebut berupa al-amanah (dapat dipercaya), al-sidqu (jujur), al-‘adl (adil), al-‘afuw (pemaaf), al-ulfah (disenangi), al-wafa’ (menepati janji), al-haya’ (malu), al-rifqu (lemah lembut) dan anisatun (bermuka manis).
Tentunya menerapkan sedekah sikap bukan perkara yang mudah. Perlu pembiasaan. Baik dimulai dari ranah keluarga maupun di sektor pendidikan formal maupun non-formal. Sebab sedekah sikap merupakan pengejawantahan dari pendidikan akhlak yang bersumber dari keluarga maupun instansi pendidikan.
Sedekah kedua adalah sedekah tindakan. Islam datang ke dunia sebagai agama rahmat bagi semua. Hal tersebut ditandai dengan anjuran untuk saling tolong menolong terhadap sesama. Perhatian Nabi terhadap hal-hal sosial sangat tampak di mata para sahabat. Salah satunya tercermin dari himbauannya untuk menyingkirkan benda-benda yang mengganggu aktifitas masyarakat di jalan.
Nabi mencontohkan kerikil. Namun hal yang menggangu bisa berasal dari benda lain seperti sampah, duri, ranting pohon, tumpukan bata, dan lainnya. Tindakan seperti ini sejalur dengan Firman Allah dari penggalan Q.S. Al-Maidah ayat 2; “…dan saling tolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan…”
Bahkan Abu Bakar mencontohkan dengan membebaskan Bilal bin Rabah dari perbudakan. Suatu tindakan berat dimana Bilal adalah budak yang kehilangan kehormatan dirinya sebagai manusia. Budak adalah golongan manusia di strata paling bawah. Maka perlakuan Abu Bakar kepada Bilal adalah salah satu bentuk sedekah tindakan yang luar biasa.
Baca juga: Pusat Kebiasaan, Kunci Mengubah Kebiasaan Buruk
Dalam tulisan ini, sedekah harta berada di posisi terakhir. Barangkali Firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 92 merupakan pemantik umat Islam untuk bersedekah dengan harta. Dalam ayat tersebut, dengan tegas Allah berfirman; “kamu tidak akan mendapatkan kebaikan sebelum kamu menginfakkan (menyedekahkan) harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan (sedekahkan), sungguh Allah Maha Mengetahui.”
Mengedepankan ayat ini sebagai landasan bersedekah adalah benar adanya. Hal tersebut sudah sesuai jalur yang disyariatkan agama. Bagi yang hartanya longgar, mengeluarkan sedekah adalah sebuah keharusan.
Utsman bin Affan telah mempraktekkannya dengan membeli sumur Raumah milik orang Yahudi di Madinah. Jika ditotal harganya mencapai 20.000 dirham. Harga yang tidak wajar saat itu. Namun Utsman tetap membelinya untuk kemaslahatan umat Islam yang kesulitan mendapatkan air.
Namun bersedekah dengan harta tidak mencakup seluruh komponen umat Islam. Keterbatasan ekonomi dan kebutuhan yang sering tidak terduga terkadang membuat umat Islam kesulitan untuk mengeluarkan sebagian hartanya. Maka bersedekah dengan harta bukan arti segalanya dalam bersedekah. Ada alternatif lain yang bisa diaplikasikan dalam bersedekah.
Dengan demikian, porsi bersedekah dapat dilaksanakan dengan kapasitasnya masing-masing. Alangkah terasa sempurna orang-orang Islam yang gemar bersedekah harta juga dibarengi dengan sedekah sikap dan tindakan. Bagi kemampuannya terbatas dalam harta, bisa mengamalkan sedekah tindakan dan sikap. Dua bentuk sedekah yang bisa diaplikasikan oleh siapa saja tanpa terkecuali. Wallahu A’lam bi As-Shawab.