Sebagai muslim yang baik, mari kita terlebih dahulu melaksanakan anjuran Allah yang tertuang di dalam surat Al-Ahzab (33) ayat 56; “Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya senantiasa menyenandungkan shalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَي ألِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Shalawat merupakan kalimat sederhana yang terucap dalam setiap tahiyyat shalat yang kita kerjakan. Ungkapan shalawat kita kepada Rasulullah adalah bukti bahwa kita termasuk umatnya. Lebih tepatnya, kita ingin dianggap Rasulullah sebagai bagian dari umatnya. Kita yang ingin diakui. Kalau ada satu truk yang memuat milyaran butiran pasir, kita ingin terhitung sebagai bagian dari muatan itu. Walaupun Nabi tidak mengenal kita.
Rabi’ul Awal adalah bulan suka-cita bagi umat Islam demi menyambut kelahiran baginda Rasulullah. Tepatnya tanggal 12 Rabi’ul awal. Peringatan Maulid Nabi tahun ini jatuh pada hari Kamis, 29 Oktober 2020.
Baca juga: Tradisi Masyarakat Maroko Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW
Maulidan telah mengakar kuat dalam tradisi Islam. Banyak negara Islam yang menyelenggarakan peringatan Maulid dengan berbagai latar belakang mazhab dan kultur. Tiap kawasan yang dihuni umat Islam punya ciri masing-masing dalam pelaksanaannya. Sebagai sebuah tradisi, maulidan tidak memiliki landasan yang paten. Oleh sebab itu, perbedaan dalam penyelenggaran peringatan Maulid Nabi antar daerah bahkan negara sudah menjadi hal yang lumrah.
Begitupula dengan masyarakat muslim Indonesia di berbagai pelosok negeri yang tidak ingin ketinggalan dalam memperingati maulid Nabi. Sejak tanggal 1 Rabi’ul Awwal, selepas shalat Isya’, toa antar masjid saling bersahutan menyenandungkan shawalat. Bershalawat kepada Nabi dengan bersemangat karena melaksanakan anjuran Allah.
Tidak berhenti sampai disitu, tradisi Maulidan juga dibarengi dengan pembacaaan kitab Maulid Ad-Diba’i karya Abdurrahman Ad-Diba’i (w. 944 H), kitab Maulid Al-Barzanzi karya Al-Barzanzi (w. 1177 H), maupun kitab Simtud Dhurar karya Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi (w. 1333 H).
Disadari atau tidak, saat dihayati, bacaan shalawat dan maulid mampu menggugah dan menyegarkan jiwa. Bagi yang faham bahasa Arab, pembacaan kitab Maulid menjadi penyejuk atas dahaga kalbu yang lama kering karena lalai akan sirah Nabi. Bak air hujan yang telah lama dinantikan para petani untuk mengairi sawah di musim kemarau. Barangkali bagi yang awam, mendengarkan lantunan shalawat maupun pembacaan Maulid dari toa masjid mampu mengobati kerinduan masa lampau saat bercengkrama bersama kawan-kawan di surau/ mushala. Sambil bernoltasgia mengingat bacaan shalawat yang kacau dengan suara pas-pasan.
Baca juga: Bergembira dengan Bulan Maulid Nabi, Begini Nasehat Habib Umar
Dalam ruang lingkup budaya, Maulidan termasuk tradisi beragama yang baik karena berisi ajakan kepada umat Islam untuk me-refresh kembali perjalanan Nabi sejak sebelum dilahirkan hingga wafat. Apalagi Nabi adalah sosok panutan dan idola umat Islam yang tak tergantikan sepanjang zaman.
Dengan mengulang pengetahuan tentang perjalanan Nabi, kita seakan diingatkan kembali bagaimana meneladani Rasulullah dalam menjalani hidup. Walaupun tidak secara keseluruhan, minimal mampu mejalankan perintah-perintah Allah dengan mengikuti ajaran Rasulullah. Poin inilah yang seharusnya perlu digarisbawahi dimana para kyai dan muballigh juga sering mengingatkan pentingnya hal ini melalui Surat Al-Ahzab (33) ayat 21: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu…”
Secara personal, efek dari Maulidan bisa dirasakan lebih mendalam tergantung dengan amalan masing-masing. Sebab kerinduan terhadap Rasulullah merupakan sebuah keniscayaan bagi setiap umat Islam. Adapun dalam berinteraksi dengan sesama muslim, efek dari memperingati Maulid Nabi barangkali tidaklah berlebihan saat kita mengandaikan keakraban yang kita jalin saat ini seperti keakraban Rasulullah dengan para sahabatnya. Mereka saling bercengkrama sambil makan, senda-gurau dan tentu menimba ilmu dari Rasulullah. Rasanya sangat romantis berada dalam jamuan bersama manusia sempurna yang paling dirindukan di seluruh alam ini oleh seluruh makhluk.
Mungkin saat ini peringatan Maulid Nabi tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Walaupun tidak dapat kita rayakan seperti biasanya dengan meriah, tradisi Maulid Nabi tetap bisa kita rayakan namun dengan batasan protokol kesehatan karena pandemi Covid-19. Toh tidak masalah, secara pribadi, kita bisa memperingatinya dengan berbagai cara, di antaranya; merasa senang dengan datangnya bulan Rabi’ul Awwal, mengistiqamahkan puasa Senin, memperbanyak shalawat di mana saja, bershadaqah kepada fakir-miskin dan menyenangkan hati orang-orang yang mencintai baginda Nabi. Hal-hal yang mungkin barangkali terlupa dari kegiatan ibadah kita karena aktifitas kita yang padat.
Baca juga: Pengalaman Syekh Ali Jumah Mimpi Bertemu Nabi dari Membaca Sirah
Semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan dalam hidup karena kita bahagia dengan datangnya bulan Rabi’ul Awwal. Amin
يَا رَبِّ صَلِّ عَلَي مُحَمَّدٍ # وَافْتَحْ مِنَ اْلخَيْرِ كُلَّ مُغْلَقٍ