Biaya pernikahan itu seumur hidup. Dalam salah satu majlis pengajian kitab Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an, Syekh Yusri Rusydi Gabr al-Hasani hafizhahullah menjelaskan firman Allah,
وَلۡيَسۡتَعۡفِفِ ٱلَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغۡنِيَهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِ
“Dan orang-orang yang belum mampu untuk menikah hendaklah menjaga kesucian dirinya sampai Allah menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya.” (QS. An-Nur [24]: 33)
Syekh Yusri mengatakan bahwa maksud dari kemampuan pada ayat di atas adalah kemampuan untuk memberi nafkah dan kemampuan secara fisik.
Sebagian orang masih mengira bahwa nafkah yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kemampuan membayar mahar dan kemampuan finansial untuk menyelenggarakan acara pesta pernikahan.
Baca juga: Kiat Menghafal Al-Quran Tanpa Pernah Lupa Ala Syekh Yusri
“Padahal tidak demikian artinya,” tutur Syekh Yusri, “biaya pernikahan itu dibayar seumur hidup.”
Sebagian orang mengira bahwa urusan pernikahan itu cukup dengan membayar mahar dan menyediakan tempat tinggal, sementara calon suami tidak semuanya seorang pegawai atau memiliki penghasilan tetap.
Seseorang yang sudah memiliki tempat tinggal untuk bakal ditempati bersama istrinya kelak, masih membutuhkan finansial untuk kebutuhan konsumsi setiap hari. “Kamu akan memberi makan istrimu dari mana?” tanya Syekh Yusri.
“Tidak boleh begitu,” lanjut beliau.
Syekh Yusri menegaskan bahwa biaya pernikahan itu berlaku secara berkesinambungan, terus-menerus. Biaya nikah bukan sekadar mahar atau hajat pesta pernikahan saja, sebagaimana sering dipahami sebagian laki-laki. Membayar mahar, menggelar walimah pernikahan lalu membiarkan istri kelaparan, akan menyebabkan si suami bisa masuk neraka.
“Dia masuk neraka karena menzhalimi istri,” terang beliau.
“Membujanglah dan masuk surga,” kata Syekh Yusri, “daripada menikah dan masuk neraka karena pernikahan.”
Syekh Yusri mengingatkan bahwa urusan biaya pernikahan tidak melulu bersangkut paut dengan jumlah nominal mahar dan kemampuan berhubungan badan, seperti yang kadang disebutkan oleh para ulama fikih.
“Tidak cukup itu saja,” kata Syekh Yusri, “perempuan tidak sedang menikahi seekor kambing. Dia menikahi seorang laki-laki yang akan mengurus dan merawatnya.”
Dari paparan di atas, Syekh Yusri berpesan kepada orang yang tidak mempunyai kemampuan untuk menafkahi kebutuhan rumah tangga,( istri dan anak-anak) secara terus-menerus sampai meninggal dunia agar berlaku iffah alias menjaga kehormatan dirinya.
Baca juga: Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Keluarga
SyekhYusri mengatakan bahwa perlu untuk diperhatikan bahwa nafkah pada ayat di atas adalah nafkah yang bersifat kontinyu. Begitu banyak kita menyaksikan bangunan rumah tangga dan ikatan pernikahan yang hancur sebab suami hanya mampu membayar mahar, mengumpuli istrinya namun kemudian tidak memberi dia nafkah. Akibatnya, banyak kasus talak, gugatan perceraian di persidangan.
Jum’at pagi, 18 September 2020 M, 1 Shafar 1442 H