Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Terjemahan Kasidah Duka oleh Ghayath Almadhoun

Avatar photo
25
×

Terjemahan Kasidah Duka oleh Ghayath Almadhoun

Share this article

Kasidah Duka

Eropa,

Kami mencintaimu,
hei Kau, Benua Tua.

Aku tidak tahu
mengapa mereka menyebutmu Benua Tua sementara kau begitu muda dibanding Mesir
dan Mesopotamia

Eropa,

Kami mencintaimu, membayar pajakmu sebagaimana warga kulit putih, bersabar terhadap emosimu yang tak stabil seperti cuacamu yang labil. Kami kekurangan vitamin D sebab musim dinginmu yang gelap. Kami mencintaimu sekaligus bersedih lantaran kami tak akan pernah terbiasa dengan muramnya musim dingin gelapmu yang panjang karena.

Demikianlah kawan Eropa kami—maksudku penduduk aslimu yang berkelahiran di Utara yang dingin dari ibu dan ayah suku Arya itu, tersiksa oleh dingin yang sama menimpa kami karena depresi dan kekurangan vitamin D sebab—menurut teori Evolusi—mereka juga adalah Homo Sapien yang datang dari Afrika.

Sedangkan penduduk aslimu yang hakiki, maksudku para manusia purba yang berkembang di Zaman Es sedemikian hingga mampu bertahan dengan dinginmu, sekarang sudah punah.

Eropa,

Kami mencintaimu, dan kami tidak menyangkal bahwa kami datang dari Negara Dunia Ketiga, demikian kau menyebutnya, Yang Sedang Berjalan Mundur. Aku sendiri berasal dari Damaskus dan memikul banyak prakonsepsi dan stereotipe basi yang diciptakan penulis serta penyairmu. Terlepas bahwa aku menganggap diriku sendiri seorang feminis, aku menjadi bosan dan jengah dengan berbagai pertanyaan jumud dan dangkal ihwal situasi perempuan-perempuan di Timur-Tengah.

Aku sadar sepenuhnya bahwa perempuan di Suriah baru mendapat hak dalam Pemilu tahun 1949, tapi di Swiss, ibukota uangmu dan uang para pemimpin diktator kami begitupun rekening bank rahasia mereka, perempuan baru memiliki hak yang sama tahun 1971, tentu itupun tidak di semua wilayah administrasinya: daerah Appenzel Innerrhoden baru memberikan suara penuh kepada perempuan tahun 1991, Astaga!

Eropa,

Kami mencintaimu.
Kami cinta kebebasan yang kalian berikan saat kami berlarian ke pangkuanmu, dan
kami pura-pura tidak memperhatikan rasisme yang kau kuaskan di karpet saat
membersihkan ruang tamu.

Eropa,

Kami mencintaimu,
wahai Ibu Suri Era Kolonial, Pembunuh penduduk pribumi, Penghisap darah
bangsa-bangsa dari India sampai Kongo, dari Brazil sampai New Zealand.

Nyonya Inkuisitor, Yang membakar perempuan jelata yang tertuduh penyihir, Ratu perdagangan budak yang membawa Kulit Hitam ke Dunia Baru, Pencipta rezim apartheid di Afrika Selatan, Pendiri Fasisme dan Nazisme, Penemu solusi paripurna pembasmian kaum Yahudi.

Solusi yang membuatku terlahir di kawasan pengungsian daerah Yarmouk di Damaskus karena kau punya nyali memberikan negeriku Palestina sebagai pembayaran, sebagai kompensasi, dan pelunasan untuk Holocaust yang dieksekusi oleh orang-orang kulit putihmu yang beriman pada kemurnian ras Arya.

Eropa,

Kami mencintaimu,
dan membawa paspormu yang memudahkan pintu-pintu terbuka untuk kami, semudah
pelurumu mengoyak daging jutaan orang Aljazair yang menginginkan nikmat
kebebasan yang kau sebut Revolusi Prancis.

Eropa,

Kami mencintaimu.
Kami cinta senimu dan benci sejarah kolonialmu, cinta teatermu dan benci kamp konsentrasimu,
cinta suara musikmu dan benci suara bommu, cinta filsafatmu dan benci Martin
Heidegger, cinta sastramu dan benci Orientalisme, cinta puisimu dan benci Ezra
Pound, cinta kebebasan berekspresi dalam wilayahmu dan benci Islamofobia, cinta
kemajuan peradabanmu, Sekularisme, kemurnian hukum dan Hak Asasi Manusia di
lingkup teritorialmu dan kami benci rasisme, standar ganda, kesombongan citra
dan sejarahmu yang berdarah.

Ambillah kembali Nazismemu dan berikan kami Immanuel Kant

Ambil kaos
hitammu dan beri kami Anggur Italia

Ambil Genosidamu
di Aljazair dan beri kami Baudelaire

Ambil Leopold II
dan beri kami René Magritte

Ambil Adolf
Hitler beri kami Hannah Arendt

Ambil Franco dan
beri kami Cervantes

Ambillah
barang-barangmu,

Dan biarkan kami mengambil hak kami.

___________________________________________

Sekilas Tentang Ghayath Almadhoun

Ghayath Almadhoun (lahir 1979) adalah penyair berdarah Palestina-Suriah-Swedia, lahir dan dibesarkan di kamp pengungsian di Damaskus. Ghayath  bersama rekannya, Lukman Derky, di tahun 2006 mendirikan Bayt al-Qasid, “Rumah Puisi” di Damaskus.

Publikasinya meliputi empat naskah Antologi Puisi berbahasa Arab, dan telah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Tahun 2014, kolaborasinya dengan Marie Silkeberg, Till Damaskus, diterbitkan di Swedia. Sepilihan Puisinya, Adrenalin diterjemahkan oleh Catherine Cobham dan dipublikasikan di Amerika oleh Action Books pada tahun 2017.

Catherine Cobham
adalah Dekan fakultas Arab dan Persia di Universitas St. Andrews dan telah
menerjemahkan beberapa karya penulis Arab, termasuk Najib Mahfudzh, Mahmud
Darwisy, Fuad at-Tarkali, Yusuf Idris, dan Hannan asy-Syaikh.

“Ode to Sadness” pertama kali dipromosikan oleh Winternachten Internasional Literatur Festival 2018 di Hague, Belanda. Pihak Penyelenggara meminta Ghayath al-Madhoun menulis ulang Nyanyian Kebanggaan Eropa, “Ode to Joy” karya Schiller dan Beethoven.

___________________________________________

Video rujukan penerjemahan pusisi

Kontributor

  • Muhammad Nurthariq

    Pecinta kajian pemikiran, akrab dengan sastra, film, dan musik. Saat ini aktif memajukan literasi salah satu pesantren tua di Jawa Timur.