Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Fatwa

Ternyata tidak perlu mengulangi salat Jumat dengan Zuhur

Avatar photo
57
×

Ternyata tidak perlu mengulangi salat Jumat dengan Zuhur

Share this article

Bagi Anda yang hidup di desa yang jauh dari keramaian, mungkin masalah salat Jumat menjadi problem, apakah mau maksa salat Jumat atau salat zuhur saja?

Sebab sebagaimana maklum, dalam mazhab Syafi’i yang dianut oleh masyarakat Indonesia, di antara syarat salat Jumat sah dilaksanakan adalah ketika jamaah Jumat mencapai 40 orang dengan kriteria: 1) Mustauthin, jamaah harus menetap bukan sekedar mukim di desa tersebut, 2) harus laki-laki, 3) harus balig berakal, dan 4) harus merdeka, bukan budak.

Dalam konteks ini, Sayyid Alawi bin Abbâs al-Maliki, ayahanda Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki (w. 2004), pernah ditanya hal yang sama, apakah harus mengulang salat Jumat dengan salat Zuhur. Demikian ini sebagai bentuk kehati-hatian dalam mazhab Syafi’i, takut yang hadir kurang dari 40 jamaah yang mustauthin?

Beliau menjawab: bahwa masalah ini sudah dibahas dengan lengkap oleh guru beliau, Syekh Ali al-Maliki dalam risalah yang berjudul Bulûghul-Umniyyah. Ringkasnya adalah sebagaimana berikut:

Tidak seharusnya mengulangi salat Jumat dengan Zuhur atas dasar kehati-hatian atau kewajiban. Sekalipun jamaah yang hadir diragukan kurang dari 40 jamaah mustauthin yang balig, laki-laki, berakal dan merdeka sebagaimana maklum dalam kitab Syâfi’iyyah. Sebab, nyatanya, dalam mazhab Syafi’i terdapat dua kaul kadim (al-Qaulân al-Qadîmân) dalam masalah minimal jumlah jamaah Jumat.

Pertama, menyatakan minimal jamaah Jumat adalah empat orang. Pendapat ini diriwayatkan oleh Imam an-Nawawi (w. 676 H) dalam al-Majmû’ ‘ala Syarhil-Muhadzdzab dan oleh Imam Ibnul-Qash (w. 335 H) dalam kitab at-Talkhîsh dan dipilih oleh Imam Ismail al-Muzani (w. 264 H) murid Imam asy-Syafi’i (w. 204 H) sebagaimana yang dikutip oleh Imam al-Adzra’i (w. 783 H) dalam kitab Qûtul-Muhtâj.

Itu artinya pendapat kaul kadim ini bisa diikuti karena sudah ditarjih oleh pembesar ulama Syâfi’iyyah generasi salaf. Bahkan pendapat ini juga ditarjih oleh Imam Abû Bakr bin al-Mundzir seperti yang dikutip oleh Imam an-Nawawi dalam syarah al-Muhadzdzab-nya.

Kedua, minimal jamaah salat Jumat adalah 12 jamaah mustauthin yang balig, berkelamin laki-laki, berakal dan merdeka.

Apakah boleh mengikuti salah satu dua pendapat ini? Jawabannya adalah iya, boleh. Sebab pada dasarnya pendapat ini adalah pendapat lama (kaul kadim) Imam asy-Syâfi’i yang diunggulkan oleh santri-santrinya sendiri. Kaidahnya adalah: kaul kadim Imam asy-Syâfi’i tidak boleh diamalkan bila tidak dikuatkan oleh santri-santri beliau. Sedangkan dalam masalah ini, kaul kadim yang telah disebutkan mendapat dukungan dari santri-santri Imam asy-Syâfi’i. Pendapat ini menjadi râjih sekalipun secara penisbatan kepada Imam asy-Syâfi’i masih dibilang marjûh.

Oleh karena itu, Imam Jalaluddin as-Suyuthi (w. 911 H) pernah berkata:

كَثِيْرًا مَا يَقُوْلُ أَصْحَابُنَا بِتَقْلِيْدِ أَبِيْ حَنِيْفَةَ فِي هَذِهِ المَسْأَلَةِ وَهُوَ إِخْتٍيَارِيٌّ إِذ هُوَ قَوْلٌ لِإِمَامٍ قَامَ الَّدلِيْلُ عَلَى رُجْحَانِهِ

Banyak di antara ashab kami yang bertaklid kepada Imam Abû Hanîfah dalam masalah ini (jamaah jumat). Itu bersifat ikhtiar. Sebab sebenarnya pendapat ini juga pendapat Imam asy-Syâfi’i yang menjadi unggul karena dikuatkan oleh dalil.”

Dengan demikian, sudah jelas bahwa ternyata tidak perlu repot-repot mengulang salat Jumat dengan zuhur. Namun, jika mau dilakukan sebenarnya tidaklah apa-apa. Sebab jawaban di atas adalah lebih kepada solusi bagi problem di tengah masyarakat yang cukup sering terjadi di pelosok Nusantara ini.

Sumber: halaman 82-83, Majmû’ Fatâwa wa Rasâilil-Imâm al-Faqîh al-Muhaddits as-Sayyid ‘Alawi bin ‘Abbas al-Mâliki al-Hasani (w. 1391)

Kontributor