Manuskrip Milik Syaikh Ahmad Khatib Sambas yang tersimpan
di kampung Syaikh Abdul Karim Banten (Lempuyang) bertahun 1238 H/1823 M
Berikut ini adalah salinan manuskrip kitab
berjudul “al-Ajwibah al-Mardhiyyah ‘an al-As’ilah al-Nahwiyyah” karya seorang
linguis Arab asal Granada (Spanyol) yang hidup di abad ke-15 M, yaitu Syaikh
Syams al-Dîn Abû ‘Abdillâh Muhammad b. Ismâ’îl al-Gharnâthî al-Andalusî yang
juga terkenal dengan nama Imam al-Râ’î (w. 853 H/1449 M).
Kitab ini berisi kajian bidang ilmu sintaksis
dalam tata bahasa Arab (nahwu). Untuk memudahkan pemahaman para pembaca dan
pembelajar karya ini yang berasal dari kalangan tingkat pemula (mubtadî), sang
pengarang pun menulis karyanya ini dengan metode tanya jawab (QnA).
Pengarang kitab ini, yaitu al-Imâm al-Râ’î
al-Gharnâthî, hidup di masa-masa terakhir peradaban Islam di Spanyol (Andalus).
Kota tempat kelahiran al-Râ’î, yaitu Gharnâthah (Granada), adalah ibu kota
pemerintahan Emirat Banî Ahmar, wangsa penguasa Islam terakhir di Andalus.
Granada adalah kota yang terakhir jatuh ke pihak Kerajaan Kristen Spanyol pada
tahun 1492. Keruntuhan peradaban Islam di Andalus ditandai dengan diserahkannya
istana Alhambra dan terusirnya Sultan Abû ‘Abdillâh Muhammad XII (Boabdil)
keluar Spanyol.
Meski berada di bagian barat Eropa yang jauh dari
negeri Arabia, Andalus telah eksis sebagai pusat perkembangan ilmu tata bahasa
Arab yang mengagumkan. Andalus banyak melahirkan para sarjana besar dalam
bidang ilmu tata bahasa Arab, seperti Imam Ibn al-Mu’thî yang mengarang tiga
ribu bait puisi berisi teori-teori gramatika Arab, atau Imam Ibn Mâlik yang
terkenal dengan kitab karangannya dalam ilmu nahwu yaitu Alfiyyah Ibn Mâlik,
dan juga Imam al-Râ’î yang mengarang kitab “al-Ajwibah al-Mardhiyyah ‘an
al-As’ilah al-Nahwiyyah”.
Sebuah salinan manuskrip kitab “al-Ajwibah
al-Nahwiyyah” karya Imam al-Râ’î ini didapati tersimpan di Desa Lempuyang,
Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang (Banten) sebagai koleksi pribadi Ustadz
Kholid. Kondisi naskah tersebut terlihat sudah rapuh, di mana banyak bagian
naskah yang robek, berlubang dan terkena noda. Namun demikian, naskah masih
bisa dapat dibaca dengan baik. Naskah ditulis dengan jenis aksara Arab (khat)
“naskhi”, menggunakan tinta hitam dan merah untuk rubrikasi. Naskah ini tidak
memiliki nomor halaman dan tidak terdapat iluminasi dan ilustrasi yang
menjelaskan isi suatu teks. Naskah terdiri dari satu kuras 7 lembar dan 17
baris teks dalam setiap halamannya. Saat ini, naskah tersebut telah
didigitalisasi oleh Lektur Kementrian Agama RI dan dikatalogkan dengan nomor
kode LKK_BANTEN2016_KHD021.
Menariknya, dalam naskah tersebut terdapat tiga
buah parateks (al-taqyîdât). Parateks yang paling terakhir berisi catatan
kepemilikan naskah (tamalluk al-makhthûth). Parateks tersebut menginformasikan
jika pemilik terakhir naskah tersebut adalah Syaikh Ahmad Khatib Sambas (w.
1872), seorang ulama sufi besar Nusantara yang mengajar di kota suci Makkah dan
juga inisiator Tarekat Qadiriah Naqsabandiah (TQN), salah satu ordo tasawuf
yang paling populer dan paling banyak pengikutnya di Nusantara saat ini.
* * *
Tertulis teks yang memuat judul kitab dan juga
nama pengarangnya sebagaimana berikut:
الأجوبة
المرضية عن الأسئلة النحوية/ للعالم العلامة المحرر الفهامة/ أبي عبد الله محمد بن
محمد بن محمد/ بن إسماعيل الأندلسي/ الشهير بالراعي/ رحمه الله تعالى/ ونفعنا به/
آمين
(Kitab “al-Ajwibah al-Mardhiyyah ‘an al-As’ilah
al-Nahwiyyah” karya seorang yang alim ‘allamah, yang teruji keilmuannya dan
luas pemahamannya, yaitu Abû ‘Abdillâh Muhammad b. Muhammad b. Muhammad b.
Ismâ’îl al-Andalusî yang terkenal dengan julukan al-Râ’î, semoga Allah Ta’ala
merahmatinya dan memberikannya kemanfaatan. Amin)
Identitas penyalin manuskrip kitab tersebut
terdapat di sisi kiri atas halaman judul. Parateks yang memuat informasi sang
penyalin tersebut tampak sudah tercorat-coret. Meski demikian, kita masih bisa
berusaha untuk membacanya dan mendapatkan informasi jika penyalin manuskrip
tersebut adalah sosok yang bernama Ibrâhîm anak almarhum Muhammad ‘Alî
al-Qudsî, yang sangat dimungkinkan sebagai seorang ulama asal Kudus dan
bermukim di kota suci Makkah. Tertulis di sana:
كتب
بيده الفاني لنفسه/ الفقير اليه تعالى إبراهيم/ بن المرحوم محمد علي القدسي/ عفى
الله عنهما/ بمنه
(Disalin [ditulis] oleh tangannya yang fana atas
dirinya, seorang yang fakir kepada Allah Ta’ala, yaitu Ibrâhîm anak almarhum
Muhammad ‘Alî al-Qudsî, semoga Allah memaafkan keduanya dengan kemurahanNya)
Setelah itu, terdapat pula parateks berisi catatan
kepemilikan awal atas manuskrip salinan tersebut. Sebagaimana halnya parateks
pertama yang memuat informasi sosok penyalin manuskrip, parateks kedua ini juga
kondisinya tampak tercorat-coret. Parateks berisi kepemilikan pertama manuskrip
tersebut menginformasikan sosok nama Muhammad Sa’îd b. ‘Alî al-Qudsî, yang
tampaknya juga masih memiliki hubungan kekerabatan dengan sosok penyalin
manuskrip. Terdapat pula catatan berisi titimangsa kepemilikan manuskrip
bertahun 1238 Hijri (1823 Masehi). Tertulis di sana:
في
ملك الفقير اليه تعالى/ محمد سعيد بن علي/ القدسي غفر الله/ له ولوالديه/
والمسلمين/ آمين/ 1238
(Dalam kepemilikan seorang yang fakir kepada Allah
Ta’ala, Muhammad Sa’îd b. ‘Alî al-Qudsî, semoga Allah mengampuninya dan kedua
orang tuanya dan seluruh umat Muslim, Amin. [tahun] 1238 [Hijri])
Selain dua parateks di atas, terdapat pula
parateks ketiga yang juga berisi catatan kepemilikan terakhir manuskrip.
Berbeda dengan dua parateks sebelumnya yang kondisinya tercorat-coret, parateks
ketiga ini tampak bersih tanpa coretan dan tertulis dengan ukuran khat yang
lebih besar. Hal ini menjadi indikator jika nama yang tertulis pada parateks
ketiga ini adalah sosok pemilik manuskrip terakhir. Dan sosok nama pemilik
terakhir manuskrip tersebut tak lain adalah Syaikh Ahmad Khatib Sambas.
Tertulis di sana:
في
ملك الفقير الي الله تعالى/ أحمد خطيب بن عبد الغفار/ الجاوي سمبس
(Dalam kepemilikan seorang yang fakir kepada Allah
Ta’ala, Ahmad Khatîb b. ‘Abd al-Ghaffâr al-Jâwî Sambas)
* * *
Keberadaan manuskrip milik Syaikh Ahmad Khatib
Sambas yang tersimpan di Lempuyang (Banten) ini tentu saja sangat menarik
perhatian. Hal ini juga tampaknya berkaitan dengan hubungan antara Syaikh Ahmad
Khatib Sambas dengan Syaikh Abdul Karim Banten. Salah satu murid terdekat
Syaikh Ahmad Khatib Sambas dan juga khalifah utama tarekatnya di Makkah, yaitu
Syaikh Abdul Karim Banten, memang berasal dari Desa Lempuyang Banten.
Dalam konteks narasi sejarah besar jaringan ulama
Nusantara dan Timur Tengah, Desa Lempuyang memainkan peran yang sangat penting.
Ulama-ulama Nusantara dari Banten yang tercatat mengajar di Makkah pada kurun
masa akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 M banyak yang berasal dari Desa
Lempuyang. Selain Syaikh Abdul Karim Banten, ulama asal Lempuyang di Makkah
lainnya adalah Syaikh Marzuqi Banten, Syaikh Arsyad Thawil Banten, Syaikh
Syanwani Banten dan lain-lain.
Secara administratif, Desa Lempuyang masuk ke
dalam wilayah kecamatan Tanara. Di Tarana terdapat Kiyai Umar, seorang
penghulu, imam dan juga khatib masjid jami’nya. Kiyai Umar adalah ayah dari
Syaikh Nawawi Banten (w. 1897), seorang ulama besar Nusantara yang mengajar di
Makkah dan berjejuluk “Sayyid ‘Ulamâ al-Hijâz” (Penghulu Ulama Hijaz) oleh
sebab kemasyhuran ilmunya.
Wallahu A’lam
Fii Makaani Maa, 27 Juli 2021
Alfaqir A. Ginanjar Sya’ban