Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Buku

Zain Al-Wadud Syarah Nazham Al-Maqshud Karya Santri Sarang yang Kuliah di Al-Azhar

Avatar photo
34
×

Zain Al-Wadud Syarah Nazham Al-Maqshud Karya Santri Sarang yang Kuliah di Al-Azhar

Share this article

Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa yang digunakan oleh jutaan umat manusia. Bahkan dijadikan sebagai bahasa resmi di beberapa negara, terutama negara Timur Tengah.

Bahasa Arab juga merupakan bahasa peribadatan di agama Islam, seperti bacaan di dalam shalat dan al-Qur’an. Sebagai umat muslim, sudah sepatutnya untuk bisa mempelajarinya. Karena, Allah Subhanahu Wa ta’ala menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa al-Quran.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

إنا أنزلناه قرانا عربيا لعلكم تعقلون

“Sesungguhnya kami menurunkan al-Quran dalam bahasa Arab agar kamu mengerti.” (QS. Yusuf [12]: 1)

Di Indonesia sendiri yang notabenenya salah satu negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak, tidak terlepas dari bahasa Arab. Pembelaran bahasa Arab dapat kita temui di pondok pesantren atau di madrasah negeri. Bahkan sekarang di sekolah umum sudah menjadikan bahasa Arab sebagai pelajaran inti.

Baca juga: Mengenang al-Urmawi, Pakar Fikih yang Lihai Bermusik

Yang harus diketahui, untuk bisa memahami bahasa Arab harus dengan menguasai beberapa ilmu dasar. Di antaranya ilmu Nahwu (sintaksis) dan ilmu Sharaf (morfologi).

Ilmu Sharaf berbeda dari ilmu Nahwu yang membahas akhir kalimat. Ilmu Sharaf lebih membahas perubahan bentuk kata, baik dari segi pengurangan, penambahan, perpindahan huruf dan sebagainya.

Dan  ulama-ulama lughah (pakar linguistik) telah mengumpulkan ilmu ini dan menjadikannya dalam beberapa kitab bagi penuntut ilmu untuk mempelajarinya.

Bahkan  materi ilmu ini ada yang sampai diringkas sedini mungkin menjadi sebuah nazham. Syekh Ahmad bin Abd Rahim ath-Thahtawi asy-Syafi’i al-Azhari (w. 1302 H/1885 M) merupakan salah satu ulama Adab, menulis kitab Nazhm al-Maqshûd fî Ilm as-Sharf dengan 113 bait, karangan yang sangat masyhur di Indonesia, khususnya diajarkan di pesantren-pesantren salaf.

Baca juga: Cara Berlogika Ibnu Mālik dalam Alfiyah Menjelaskan Akidah Asy’ariyah

Seorang mahasiswa Jurusan Hadits Fakultas Ushuluddin Al-Azhar Kairo, Mesir Muhammad Nafis membuat syarah (penjelasan) dari nazham tersebut dengan metode Jam’ (mengumpulkan), tartib dan i’dad (menyusun).Dengan metode-metode itu, beliau menghimpun dari beberapa maraji’ (sumber) yang mu’tamad kemudian menyusunnya dengan lebih rapi dan lebih mudah untuk dipahami.

Kitab yang ditulis oleh alumni pondok pesantren al-Anwar Sarang Rembang ini berjumlah 130 halaman. Di dalam kitab tersebut dilengkapi dengan biografi ringkas pengarang nazham, AlMabadi’ al-Asyrah (sepuluh prinsip dasar yang harus diketahui sebelum mempelajari ilmu tertentu), bagan-bagan, maksud dari setiap bait nazham, serta catatan kaki sebagai peluasan keterangan dari maksud nazham.

Seperti yang terdapat di pembahasan hamzah washal lafazh “ايمن”, beliau menjelaskan bahwa terdapat perbedaan ulama lughah mengenai hamzah ini. Diantaranya adalah ulama Kufah yang mengatakan bahwa hamzah ini adalah hamzah qatha’.

Yang membedakannya dari kitab-kitab lain, adalah bahwa di bawah nazham kitab ini ditulis tahlil alfazh (uraian kata) ala pegon, hanya saja disusun dengan menggunakan bahasa Arab yang familiar sebagai tafsiran dari beberapa kalimat bait secara ringkas, sehingga makna global dari nazham sudah bisa dipaham sebelum membaca syarahnya. Karena biasanya terdapat beberapa kitab yang tidak memiliki tahlil alfazh, sehingga thalib pun harus bersikeras untuk memahami bait nazham.

Sebagai contoh di bait ke-4  ” …أو ضم أو فافتح لها في الغابر” lafazh “في الغابر” ditahlil alfazhkan menjadi fi’il mudhori’, yang mana ketika tidak di tahlil alfazh tentu menjadi bertanya-tanya tentang maksud dari kata tersebut.

Baca juga: Dimensi Sufistik dalam Kitab Nahwul Qulub Imam Al-Qusyairi

Di akhir kitab, daftar isi ditulis dengan tiap-tiap maudhu’ (pembahasan), sehingga tidak kesulitan untuk mencari apa yang menjadi kebutuhan. Penulis tidak lupa untuk mencantumkan nama-nama kitab yang dijadikan sebagai referensi. Jumlah referensi yang digunakan sebanyak 40 kitab, di antaranya adalah kitab Alfiyah ibn Malik, Syarah Ibn Aqil, asy-Syafiyah li ibnil Hajib, dan Syarah Mirah al-Marwah.

Oleh karena itu, kitab ini sangat dianjurkan untuk dimiliki oleh penuntut ilmu. Penulis menyelesaikan kitab tersebut bersamaan dengan selesainya dars (pengajian) dia selama sebulan dengan 15 kali pertemuan di Rumah Syariah, salah satu lembaga belajar mahasiswa Indonesia di Mesir. Kitab ini diberi judul Zain al-Wadûd fî Syarh Nazhm al-Maqshûd fî ‘Ilm Sharf (PDF).

Dari sini kita menyadari, bahwa tugas penuntut ilmu selain belajar adalah juga mengamalkan dan menyebarluaskan ilmu tersebut. Membagikan ilmu yang telah didapat tidak monoton dengan mengajar saja, bisa dengan melalui tulisan-tulisan yang akhirnya dijadikan sebuah buku dan lain sebagainya. Semoga Allah selalu memberikan rahmat-Nya kepada penulis dan keluarganya. Wallahualam bissawab.

Kontributor