Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Buku

Fatwa Mufti Makkah Tentang Berdiri Ketika Pembacaan Maulid

Avatar photo
42
×

Fatwa Mufti Makkah Tentang Berdiri Ketika Pembacaan Maulid

Share this article

Syekh Abdullah bin Abdurrahman Siraj lahir di Makkah tahun 1875. Beliau menimba ilmu di Madrasah Shaulatiyyah Makkah, kemudian melanjutkan sekolahnya di Al-Azhar, Kairo. Pada tahun 1907 beliau ditunjuk sebagai Mufti Mazhab Hanafi di Makkah. Suatu saat beliau pernah ditanya tentang hukumnya berdiri ketika pembacaan maulid berlangsung.

Beliau menjawab bahwa berdiri ketika pembacaan maulid berlangsung merupakan bid’ah yang baik. Para tokoh dan ulama Islam pun melakukannya di berbagai penjuru dunia. Kegiatan ini didasari oleh anjuran untuk berdiri ketika menyambut seorang ulama dalam rangka memberi hormat dan penghargaan.

Imam An-Nawawi dan ulama yang lain bahkan memiliki perhatian khusus dalam perkara ini, hingga mereka menulis kitab-kitab khusus dalam menerangkan anjuran untuk berdiri ketika menyambut ulama.

Para ulama tersebut mengambil dalil dari banyak hadits. Salah satu di antaranya:

ان فاطمة رضي الله عنها كانت اذا دخلت على النبي صلى الله عليه وسلم قام إليها و أخذ بيدها فقبلها و أجلسها. و اذا دخل النبي صلى الله عليه وسلم قامت إليه و أخذت بيده فقبلته و أجلسته في مجلسها

Ketika Fathimah menghampiri Rasulullah, beliau akan berdiri menyambutnya, memegang tangannya, kemudian mendudukkan dan menciumnya. Begitu juga ketika Rasulullah menghampiri Fathimah, putrinya itu akan berdiri menyambut Rasulullah, dan melakukan hal yang sama. (HR. Abu Dawud no 5175)

Ibnu Hajar Al-Asqalani juga menulis sebuah kitab yang membahas perkara ini yang berjudul “Raf’u al-Malam ‘An al-Qail bi Istihbab al-Qiyam”.

Baca juga: Kesalahan Membid’ahkan Perayaan Maulid Nabi

Adapun ulama yang melarang untuk berdiri ketika menyambut seseorang, maka pernyataan mereka mengarah kepada pelayan yang berdiri untuk menghormati tuannya, atau rakyat yang berdiri untuk menghormati raja-rajanya, karena ini merupakan bentuk berlebihan dalam penghormatan.

Nabi Muhammad bersabda:

لا تقوموا كما تقوم الاعاجم

“Janganlah kamu berdiri sebagaimana orang-orang Ajam berdiri.”

 Hadits ini menjadi isyarat larangan seorang pelayan menghormati tuannya, atau rakyat kepada rajanya dengan cara seperti itu.

Walhasil, berdiri ketika pembacaan maulid sudah menjadi syiar dalam Ahlussunah wal Jama’ah. Meninggalkannya akan menjadi tanda sebagai orang yang melenceng. Oleh karena itu, sebaiknya seseorang yang membaca maulid tidak meninggalkannya.

Bahkan ditakutkan, jika tidak berdiri ketika pembacaan maulid karena sebab rasa meremehkan dalam hatinya akan mengundang kekufuran, sebagaimana yang difatwakan oleh Syekh Abu Sa’id Al-‘Amadi.

Imam Ash-Sharsari dalam Diwannya bersenandung:

قليل لمدح المصطفى الخط بالذهب # على فضة من خط احسن ما كتب

و أن تـــنهض الاشراف عــند سماعه # قياما صفوفا أو جثيا على الركب

Sedikit bagi pujian Rasulullah tertulis dengan emas

Di atas perak dengan tulisan yang terindah

Hendaknya para tokoh besar bangkit berdiri mendengar pujiannya

Berdiri tegak dalam shaf, atau berlutut di atas tunggangan

Baca juga: Syekh Ali Jum’ah: Sebutkan Satu Ulama Saja yang Mengharamkan Maulid Nabi!

Bait syair ini dibaca dengan dihadiri oleh Imam Taqiyuddin As-Subki di akhir majlis beliau. Dalam majlis tersebut turut hadir para ulama di masanya dan berbagai golongan tokoh-tokoh berpengaruh lainnya.

Ketika syair itu dibaca, semua yang hadir berdiri menghormati Rasulullah. Dan tidak ada satupun ulama di masa itu yang mengingkari hal tersebut.

Fatwa tentang berdiri ketika pembacaan maulid ini tertulis dalam kitab Al-I’lam bi Fatawa Aimmah Al-Islam Haula Maulidhi ‘Alaihi Ash-Shalatu wa As-Salam karya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki hal 249-250.

Kontributor

  • Fahrizal Fadil

    Mahasiswa Indonesia di Mesir, asal dari Aceh. Saat ini menempuh studi di Universitas Al-Azhar, Fakultas Bahasa dan Sastra Arab. Aktif menulis di Pena Azhary. Suka kopi dan diskusi kitab-kitab turats.