Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Esai

Musim haji empat tahun lalu (bagian pertama)

Avatar photo
38
×

Musim haji empat tahun lalu (bagian pertama)

Share this article

Bulan Dzulhijjah 1444 H datang menjelang, ramai sudah liputan ibadah haji menghiasi berita di media massa. Nampak di berita bukan hanya kegiatan jamaah haji, namun juga kegiatan para petugas haji Indonesia. Hal ini mengingatkan saya pada musim haji empat tahun lalu, yaitu di tahun 1440 H atau 2019 M, di mana saya beruntung sekali berada di tanah suci, menjadi salah satu petugas haji Indonesia.

Tahun 2019 adalah tahun yang layak diingat dalam hal penyelenggaraan haji, karena tahun itu adalah tepat setahun sebelum merebaknya Pandemi Covid-19. Akibat pandemi ini, penyelenggaraan haji di tahun 2020 dan 2021 dibuka oleh pemerintah Arab Saudi dengan sangat terbatas, tanpa ada pemberangkatan dari Indonesia. Istilahnya, musim haji tahun 2019 adalah musim terakhir sebelum libur dua tahun, meskipun libur ini tentu tak terduga sama sekali.

Para jamaah haji maupun petugas haji Indonesia yang telah siap berangkat di tahun 2020 pun akhirnya gagal berangkat. Sesuai aturan pemerintah Arab Saudi, akhirnya di tahun 2022 Indonesia memberangkatkan lagi jamaah haji dengan pembatasan-pembatasan tertentu, termasuk usia maksimal 65 tahun. Tahun 2023 ini Indonesia memberangkatkan lagi jamaah haji tanpa aturan usia masksimal.  

Baca juga: Jika tidak bisa haji, undanglah Tuhan ke hatimu

Secara resmi, nama lembaga di mana saya bertugas adalah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi. Ada yang menyebut petugas jenis ini sebagai petugas non kloter (kelompok terbang), yang berbeda dengan petugas kloter. Bedanya adalah, petugas non kloter bertugas di Arab Saudi mulai sebelum para jamaah datang sampai setelah jamaah pulang, sedang petugas kloter adalah yang membersamai para jamaah dari berangkat hingga pulang.

Kebanyakan petugas haji adalah pegawai di lingkungan Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan juga anggota TNI maupun Polri. Saya sendiri menjadi petugas haji dari unsur instansi eksternal terkait, dalam hal ini representasi perguruan tinggi. Untuk menjadi petugas haji tentu ada ujian seleksi yang saya ikuti,termasuk ujian tertulis dan wawancara. Saya berjuang bersama para pendaftar dari unsur instansi eksternal lain, termasuk kampus, pesantren, maupun organisasi keagamaan. Dari kampus saya, Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta, selain saya ada Dr. Abdul Ghoffar yang juga mengikuti ujian seleksi. Alhamdulillah, kami berdua lulus.

Sesungguhnya Prof. Purwo Santoso Ph.D., rektor kampus kami waktu itu, memberi rekomendasi kepada kami berdua untuk mengikuti ujian seleksi petugas haji juga dengan maksud lain. Di samping memberi kesempatan kepada kami untuk menimba ilmu dan pengalaman soal penyelenggaraan haji, kami juga diharapkan membangun relasi dengan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Arab Saudi. Selain itu, secara khusus, kami juga ditugaskan untuk berperan dalam kegiatan Silaturahmi NU Dunia, kegiatan rutin yang diselenggarakan di Makkah setiap musim haji. Dengan peran di kegiatan ini, rektor berharap agar kampus kami bisa membangun relasi dengan PCINU dari negara-negara yang lain.

Singkat cerita, setelah dinyatakan lulus, seluruh calon petugas haji pun mengikuti pelatihanan selama 10 hari, dalam bulan Sya’ban 1444 H, di Asrama Haji Pondok Gede.. Dalam pembekalan ini juga sudah ditentukan bidang dan area kerja para petugas haji. Saya mendapat tugas sebagai pelaksana bidang akomodasi sementara Dr. Abdul Ghoffar menjadi konsultan ibadah. Tapi meskipun berbeda bidang tapi kami berada di area kerja yang sama yaitu Sektor 10, Daker (Daerah Kerja) Makkah. Di dalam wilayah Daker Makkah terdapat sebelas sektor reguler dan satu sektor khusus Masjidil Haram. Selain Daker Makkah, para petugas haji juga ditempatkan di Daker Madinah dan Daker Bandara.

***

Hari Selasa tanggal 9 Juli 2019, kami para petugas haji Daker Makkah berkumpul kembali di Asrama Haji Pondok Gede. Setelah melewati pembekalan dan pelepasan, kami berangkat pada pagi hari Rabu tanggal 10 Juli. Melalui perjalanan sekitar sembilan jam dengan pesawat Garuda Indonesia, sampailah kami di bandara Jeddah. Masih terngiang sampai saat ini, Don’t Stop Believin’ dari Journey adalah lagu yang kebetulan saya putar lewat headphone sewaktu pesawat turun hendak mendarat di bandara. Memang kita harus terus percaya dengan harapan. Dulu sewaktu saya berkuliah di Kairo, saya berkeinginan menjadi petugas haji tapi gagal karena satu dan lain hal. Akhirnya malah saya berangkat menjadi petugas haji dari tanah air tanpa terduga.

Dari Jeddah, perjalanan dilanjutkan menuju ke Makkah untuk pelaksanaan umrah, dengan mampir sebentar ke Hotel Al Kiswah Towers. Hotel ini adalah pemondokan sekaligus kantor bagi para petugas haji sektor 10 Makkah selama bertugas nanti. Para petugas Sektor 10 dari unsur mukimin (warga Indonesia yang tinggal di Arab Saudi) serta para mahasiswa Indonesia di Timur Tengah menyambut kedatangan kami. Saya mendapat bagian satu kamar bersama seorang pegawai Kementerian Agama, seorang dokter dan seorang anggota Kopassus TNI AD. Kami kemudian menaruh barang bawaan lalu berangkat ke Masjidil Haram dengan berjalan kaki. Singkatnya, malam hari itu kami menyelesaikan ibadah umrah dan kembali ke pemondokan untuk beristirahat.

Esok paginya, tugaspun dimulai. Kepala sektor kami, Pak Nurul Badruttamam, membagi tugas berdasar pemondokan yang ada di wilayah sektor. Pemondokan para petugas haji di sektor kami sekaligus kantor sektor ada di Hotel Al Kiswah Towers di tower 1. Untuk para jamaah haji sektor kami, pemondokan ada di Al Kiswah Towers serta di hotel sebelah yaitu Hotel Al Tayseer Towers. Semua petugas sektor dibagi dengan tanggung jawab tower yang berbeda-beda. Saya sendiri mendapat bagian di Hotel Al Kiswah Towers tepatnya di tower 2.

Jamaah haji yang mendapat pemondokan di sektor kami semuanya dari Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Para petugas haji di sektor ini pun kebanyakan berasal dari daerah asal yang sama. Penyesuaian ini memang demi kemudahan komunikasi antar petugas dan jamaah. Hari Selasa 16 Juli 2019 adalah saat di mana jamaah masuk untuk pertama kali ke sektor kami. Jamaah ini adalah Kloter SOC-1 dari Karesidenan Surakarta, termasuk jamaah haji gelombang pertama, yang mendarat di Madinah dan melewatkan waktu beberapa hari di sana sebelum menuju Makkah. Istilah SOC merujuk kepada kode Bandara Adi Sumarmo, yang mana semua jamaah dari Jawa Tengah dan DIY terbang dari sini.

Baca juga: Kisah orang lumpuh berangkat haji dengan merangkak

Kesibukan yang sebenarnya telah dimulai, yaitu melayani jamaah, setelah sebelumnya berupa kesibukan menyiapkan fasilitas untuk jamaah. Sebelum kedatangan jamaah, tugas kami adalah mengecek satu per satu kamar yang ada dan berkoordinasi dengan pihak hotel. Saat kedatangan kloter pertama, seluruh petugas sektor dikerahkan menyambut jamaah di hotel Al Kiswah tower 1. Setelah tower 1 penuh, baru jamaah mengisi tower 2, kemudian seterusnya hingga tower 3. Setelah seluruh kamar hotel Al Kiswah penuh, baru jamaah mengisi Hotel Al Tayseer.

Semua petugas sibuk di bidang masing-masing. Kantor sektor sibuk dengan urusan jadwal kedatangan jamaah yang penanggung jawab utamanya adalah bagian Siskohat (Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu). Bagian akomodasi seperti saya ini harus memastikan nama-nama penghuni per kamar sudah tertempel di depan kamar. Kadang nama belum sempat beres, jamaah sudah sampai duluan. Memastikan pembagian kunci, memastikan orang dan barang bawaan masuk di kamar masing-masing sungguh menyibukkan. Kadang-kadang barang bawaan hilang entah ke mana dan harus dicari. Setelah jamaah masuk kamar masing-masing, bukan berarti pekerjaan bagian akomodasi selesai, berlanjut untuk memastikan jamaah benar-benar mendapat fasilitas serta terselesaikan problem-problemnya terkait pemondokan,

Bagian lain juga sudah sibuk dengan kerja masing-masing. Bagian transportasi mengurus bus yang datang membawa jamaah, juga bus shalawat yang mengantar jamaah ke Masjidil Haram dan kembali ke pemondokan. Bagian konsumsi sibuk berkoordinasi dengan pihak katering dan kloter untuk pembagian konsumsi. Bagian bimbingan dan konsultasi ibadah juga melaksanakan tugasnya. Dokter, perawat, apoteker juga petugas ambulans di bidang kesehatan serta anggota TNI dan Polri di bidang perlindungan jamaah juga sibuk dengan tugasnya.

Di tengah suasana sibuk sedemikian, tak jarang suasana interaksi bisa naik tensinya jika terjadi permasalahan antara petugas dengan jamaah atau bahkan sesama petugas sendiri. Hal seperti ini bukanlah perkara yang bisa dihindari, karena semua pihak merasa lelah dan butuh diperhatikan. Jamaah merasa butuh untuk dilayani, sementara petugas merasa perlu untuk dipatuhi. Sementara itu dalam hubungan sesama petugas, tensi bisa menjadi meninggi jika urusan kerja sama dirasa tidak berjalan semestinya. Untuk itu, baik jamaah maupun petugas, semuanya memang perlu saling sabar dan memahami.      

Untuk mengobati kerinduan dengan keluarga, tentu saja saya sering berkomunikasi melalui video call utamanya dengan ibu, istri dan anak-anak saya. Suatu kali saya dikirimi ucapan dan satu video pendek yang isinya kompilasi foto saya bersama keluarga. Ya, hari itu adalah hari ulang tahun saya, yang mesti terlewati dalam kondisi jauh dari keluarga. Video pendek itu sampai saat ini masih saya simpan.

Kontributor

  • Muhyidin Basroni

    Muhyidin Basroni, Lc., MA., peminat kajian sejarah, budaya dan seni dalam Islam, pernah belajar di Universitas Al-Azhar Kairo, kini mengajar di Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta.