Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Tokoh

Sufyan Ats-Tsauri Sebagai Muhaddits dari Kalangan Sufi

Avatar photo
40
×

Sufyan Ats-Tsauri Sebagai Muhaddits dari Kalangan Sufi

Share this article

Sebagian besar umat Islam mengenal Sufyan At-Tsauri sebagai seorang sufi. Ia adalah generasi Tabi’ Tabi’in yang lahir pada tahun 97 H. Sufyan hidup di Kufah. Salah satu kota yang menjadi kiblat keilmuan pada masa keemasan Islam.

Karena kota ini, namanya disandarkan dengan nama lengkap Sufyān aṡ-Ṡaurī bin Sa‘īd al-Kūfī. Walaupun pada akhir hayatnya, Sufyan pindah dan tinggal di Bashrah hingga meninggal di sana pada tahun 161 H. Ia juga dimakamkan di pemakaman bani Kulaib di Bashrah.

Kecerdasan Sufyan dalam menguasai hadis mewarisi bakat ayahnya, Said bin Masruq (w.126 H) yang juga seorang muhaddis Kufah. Ayahnya memiliki jalur riwayat dari asy-Sya’bi (w. 100 H) dan Khaisumah bin Abdurrahman (w. 80 H). Lewat Said, ia belajar hadis-hadis Rasulullah. Sebab ayahnya yang mendidik Sufyan sejak dini sehingga menjadi salah satu ahli hadis pada masanya.

Ia dikenal sebagai sufi perawi yang memiliki jaringan mata rantai utama dalam meriwayatkan hadis. Banyak ahli hadis yang memiliki pengakuan dan persaksian terhadapnya sebagai perawi yang handal dan terpercaya. Bagi kalangan kritikus hadis, Sufyan disebut juga sebagai amirul mukminin fil hadis.

Sungguh penghargaan yang luar biasa bagi perawi hadis Nabi saw sebagaimana yang disematkan kepada Sufyan. Penghargaan tersebut tercermin dari berbagai komentar serta pengakuan ulama terhadapnya. Misalnya pengakuan dari Ibnu Mubarak (w. 181 H) yang berkata bahwa:  ‘Aku telah menulis tentang biografi para guru yang jumlahnya hampir mencapai ribuan. Dan tidak ada yang lebih utama dari Sufyan.’

Beberapa ulama lain juga menyatakan bahwa kredibilitas Sufyan layak disandingkan dengan ahli hadis yang lain seperti Syu‘bah (w. 160 H) dari Basrah dan Malik bin Anas (w. 179 H) dari Madinah. Ibnu ‘Uyainah (w. 198 H) juga mengakui kredibilitas Sufyan dalam bidang hadis. Ibnu Ma‘in (w. 233 H), seorang kritikus hadis yang masyhur menyatakan bahwa: Tidak satupun yang mampu mendahului Sufyan, dalam bidang Fikih, Hadis dan kezuhudannya’.

Selain pakar di bidang periwayatan hadis, Sufyan lebih dikenal sebagai pribadi yang memiliki dimensi sufistik yang kuat. Namanya telah masyhur di kalangan sufi. Julukan al-‘ābid serta az-zāhid selalu disematkan dalam dirinya. Mengenai hal tersebut, Qabisah bin ‘Uqbah (w. 215 H) berkata; ‘Aku belum pernah melihat satupun orang yang selalu memikirkan kematian lebih banyak dari Sufyan’.

Dikisahkan bahwa pada suatu malam, Yusuf bin Asbat (w. 195 H) diminta oleh Sufyan yang ingin berwudhu untuk diambilkan bejana untuk bersuci. Setelah itu, Sufyan mulai membasuh muka dan berhenti di pipinya (sambil merenung) hingga Yusuf tertidur dan terbangun pada waktu fajar. Alangkah terkejutnya Yusuf ketika melihat Sufyan masih dalam posisi yang sama seperti sebelum ia tertidur. Lalu Yusuf berkata: ‘Waktu fajar telah datang wahai Sufyan.’ maka Sufyan menjawab: ‘Ketika aku memegang bejana ini, aku selalu merenung tentang akhirat.’

Sufyan tercatat memiliki jumlah guru yang banyak. Daftar nama guru yang terekam dalam kitab Tahżīb al-Kamāl karya al-Mizzī (w. 742 H) jumlahnya sebanyak 277 orang. Jumlah tersebut dapat menjadi indikasi bahwa Sufyan memiliki pengaruh dan simpul yang kuat dalam proses periwayatan hadis, terutama pada generasi atbā‘ at-tābi‘īn. Adapun jumlah murid Sufyan tidak sebanyak jumlah gurunya. Berdasarkan data yang ada, murid Sufyan berjumlah 126 orang.

Para perawi yang ada dalam jaringan Sufyan secara keseluruhan berjumlah 403 orang.  Adapun sufi perawi yang tercatat di dalamnya sebanyak 49 orang. Melihat banyaknya sufi perawi yang masuk dalam jaringan periwayatan Sufyan, secara tidak langsung dapat dinyatakan bahwa Sufyan merupakan salah satu mata rantai inti yang dapat menjadi simpul bagi sebaran mata rantai sufi perawi, terutama pada generasi setelahnya.

Misalkan terdapat nama ‘Abdullah bin al-Mubarak (w. 181 H), Wakī’ bin al-Jarrah (w. 196 H), dan Yahya bin Sa’id (w. 198 H) dalam jalur murid yang kesemuanya memiliki jalur periwayatan yang kuat. Selain itu, ketiganya juga memiliki mata rantai sufi perawi dari masing-masing muridnya.

Adapun daftar murid yang tercatat dari ketiganya seperti nama Yahya bin Ayyub (w. 234 H), Ahmad bin Abi al-Ḥawari (w. 246), Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H), Hannād bin as-Sari (w. 243 H) Ahmad bin Hanbal (w. 241 H), dan Yahya bin Hakim (w. 256 H).

Berdasarkan penuturan di atas, tidak berlebihan jika Sufyan dinobatkan sebagai seorang perawi hadis dari kalangan sufi yang handal serta diakui kredibilitasnya. Ia mampu menjembatani  dua sisi keilmuan dengan menceburkan dirinya dalam kesufian dengan hadis-hadis Rasulullah. Hal ini sekaligus menandai akan ruang-ruang kesufian yang sudah dijalankan pada generasi tabi’ tabi’in dengan dasar dari sabda maupun perilaku Rasulullah. Wallahu A’lam.   

Kontributor

  • Andi Luqmanul Qosim

    Mengenyam pendidikan agama di Ta'mirul Islam Surakarta dan Universitas Al-Azhar Mesir. Sekarang aktif sebagai pengajar di Fakultas Syariah IAIN Salatiga dan Guru Agama di SMAN 1 Parakan Temanggung.