Pemikir besar asal Mesir Hasan Hanafi meninggal pada Kamis (21/10) dalam usia 86 tahun. Dia menghabiskan sepanjang hidupnya dalam dunia akademik, menyelami filsafat dan teologi Islam.
Hasan Hanafi merupakan salah seorang tokoh gerakan Islam Kiri, pencetus studi oksidentalisme dan salah satu pemikir Arab kontemporer yang memiliki proyek intelektual Arab.
Imam Besar al-Azhar asy-Syarif Prof. Dr. Ahmed at-Tayeb turut menyampaikan belasungkawa. Dalam laman resmi Facebook, beliau menulis, “Dr. Hasan Hanafi menghabiskan umurnya dalam mimbar pemikiran dan filsafat. Karya-karya tulisanya menghiasi perpustakaan-perpustakaan Arab dan dunia.”
“Saya mengingat bagaimana dia meminta Barat dan kalangan Orientalis agar bersikap adil dalam melihat dunia dan peradaban Timur,” lanjut beliau, “Semoga Allah merahmati almarhum dan memberikan ketabahan kepada segenap keluarga yang ditinggalkan.
Selain dikenal sebagai kiblat pendidikan Islam Sunni, Mesir juga masyhur sebagai tempat kelahiran pemikir, cendekiawan dan intelektual.
Berikut 5 pemikir dan intelektual terkemuka yang pernah dimiliki oleh Mesir seperti diulas harian Youm Sabi.
Rifaat Tahtawi
Pemikir Rifaat Tahtawi (1801-1873 M) merupakan salah satu pencetus kebangkitan di Mesir. Dia memiliki pengaruh besar dalam dunia pemikiran Mesir modern.
Dia tumbuh di lingkungan keluarga yang berlatar belakang hakim dan agawaman. Dia memperoleh perhatian istimewa dari sang ayah.
Dia sudah hafal al-Quran sejak kecil. Setelah ayahnya meninggal, dia mendapat perhatian besar dari paman-pamannya. Berbagai buku yang populer pada masanya telah dilahap olehnya. Dia juga sudah membaca kitab-kitab nahwu dan fikih.
Pada saat berusia 16 tahun, Rifaat Tahtawi melanjutkan studi di Al-Azhar pada tahun 1817. Dia mulai mendalami hadits, fikih, tafsir, nahwu, sharaf dan disiplin keilmuan Islam lainnya. Setelah tamat, dia mengabdi sebagai imam di Tentara Reguler Baru pada tahun 1824.
Perjalanan intelektual Rifaat Tahtawi dimulai bersama Muhammad Ali Pasha, penguasa Mesir kala itu. Dia dikirim bersama 40 siswa ke Perancis untuk belajar bahasa dan ilmu pengetahuan Eropa modern. Selesai belajar, dia kembali ke Mesir pada tahun 1831.
Dia mulai bekerja sebagai penerjemah di Sekolah Kedoteran. Kemudian ia bekerja mengembangkan kurikulum studi ilmu-ilmu pengetahuan alam, dengan membuka Sekolah Terjemah pada tahun 1835. Kelak sekolah itu menjadi Sekolah Al-Alsun. Dia diangkat sebagai direktur di samping pekerjaan semulanya sebagai guru di sana.
Pada masa pemerintahan Muhammad Ali, proyek kebudayaan besar Rifaat Tahtawi menjadi nyata. Dia meletakkan dasar bagi gerakan Kebangkitan saat itu.
Sewaktu menerjemahkan buku-buku filsafat, sejarah Barat dan Ilmu pengetahuan Eropa, Rifaat Tahtawi mulai mengumpulkan peninggalan-peninggalan Mesir kuno dan mengeluarkan perintah untuk memelihara dan mencegahnya dari penyelundupan dan penelantaran.
Usahanya berkembang di antara penerjemahan dan kurikulum pendidikan. Dia mendirikan departemen khusus untuk penerjemahan Matematika, Fisika, dan Humaniora. Dia mendirikan Sekolah Akuntansi untuk belajar ekonomi dan Sekolah Manajemen untuk belajar ilmu-ilmu Politik.
Rifaat Tahtawi menulis banyak buku, antara lain Al-Mursyid Al-Amin fi Tarbiyah al-Banat wa al-Banin (Garis Haluan Pendidikan Siswi dan Siswa) dan Nihayah al-Ijaz fi Sirah Sakin al-Hijaz tentang sejarah Nabi Muhammad saw. yang ditulis dengan gaya narasi modern.
Syekh Mustafa Abdur Raziq
Syekh Mustafa Abdur Raziq terkenal sebagai pembaharu filsafat Islam di era kontemporer, pendiri Sekolah Filsafat Arab dan menjabat Imam Besar Al-Azhar pada 1945.
Syekh Mustafa Abdur Raziq pernah menjabat menteri urusan wakaf (semacam kementerian agama) selama 8 kali. Dia menjadi ulama al-Azhar pertama yang menjabat kementerian itu.
Syekh Mustafa Abdur Raziq lahir pada tahun 1885 di desa Abu Garag provinsi Almeniya. Dia memiliki pendirian teguh dan pemikiran tercerahkan yang tidak gampang fanatik. Dia termasuk salah satu murid Muhammad Abduh.
Dia mengajarkan agama dengan tujuan untuk membahagiakan orang, bukan untuk kerumitan dan ketidakharmonisan. Dia memiliki keberanian yang tidak dimiliki banyak ulama saat ini, sehingga dia biasa menyampaikan gagasan dan pemikirannya murni untuk mendapatkan ridha Tuhannya.
Misalnya, Imam Mustafa Abdur Raziq mengkritik orientalis dan membela peradaban dan filsafat Islam saat mereka mengatakan bahwa peradaban Islam itu miskin dan mengambil filsafat dari Yunani untuk dibangun di atas titik. Teori mereka yang menyebut orang Arab tidak berpikir, dan bukan pemilik peradaban menjadi justifikasi bagi dunia Barat untuk melakukan kolonialisasi dengan dalih meningkatkan status negara-negara yang mereka jajah.
Syekh Mustafa Abdur Raziq menulis banyak buku. Di antaranya Tamhid li Tarikh al-Falsafah al-Islamiyah (Pengantar Sejarah Filsafat Islam), Failasuf al-Arab wa al-Mu’allim ats-Tsani (biografi al-Kindi dan al-Farabi), ad-Din al-Wahyu wa al-Islam (Agama, Wahyu dan Islam).
Dia menerjemahkan buku Muhammad Abduh yang berjudul Risalah at-Tauhid ke dalam bahasa Perancis.
Kolom-kolomnya dikumpulkan oleh saudaranya Ali Abdur Razid kemudian diterbitkan dengan judul Min Atsar Mushthafa Abdur Raziq dan diberi kata pengantar oleh Taha Husein.
Syekh Mustafa Abdur Raziq wafat pada 24 Rabiul Awal 1366 H bertepatan dengan 14 Februari 1947 M.
Zaki Naguib Mahmud
Salah satu filsuf besar dan cendekiawan Arab terkemuka pada abad 20. Terkenal sebagia pelopor filsafat positivisme logis.
Abbas al-Akkad menyebut dirinya sebagai “filsuf sastra dan sastrawan filsafat. Dia pemikir yang memaparkan pemikiran secara sastrawi sekaligus sastrawan yang membangun filsafat dari sastranya.”
Lahir pada 1905 M di desa Mitt El-Khouli provinsi Dimyath. Mengenyam pendidikan agama di Kuttab desa temmpat dia tinggal. Dia meraih gelar bachelor bidang filsafat dari Universitas London ketika dikirim Mesir untuk belajar di sana pada tahun 1944. Gelar doktoral dia dapatkan dalam bidang yang sama dari King’s College di London pada tahun 1947.
Zaki Naguib Mahmud mengajar di beberapa universitas Arab dan internasional. Dia menjad dosen di Jurusan Filsafat, Fakultas Sastra, Universitas Kairo, Universitas Columbia, Universitas Pullman, Universitas Arab Beirut di Lebanon, dan beberapa universitas di Kuwait.
Ia pernah diangkat sebagai atase kebudayaan di Kedutaan Besar Mesir di Washington pada tahun 1954 dan 1955. Ia dipilih sebagai anggota dari banyak komite budaya dan intelektual.
Zaki Naguib Mahmud menulis banyak buku tentang filsafat. Antara lain Al-Manthiq al-Wadhi (Logika Positifistik), Mauqif min al-Mitafiziqa (Tentang Metafisika), Nafidzah ‘ala Falsafah al-‘Ashar (Jendela Filsafat Kontemporer), Tajdid al-Fikr al-‘Arabi (Pembaharuan Nalar Arab).
Dia juga menulis sejumlah buku sastra, seperti Al-Kumidiya al-Ardhiyah (Komedi Bumi), Jannah al-‘Abith (Surga Abith).
Dia menulis biografi intelektualnya dalam tiga buku: Qishah Nafs (Hikayat Jiwa), Qishah ‘Aql (Hikayat Akal), dan Hashad as-Sinan (Mahakarya dari Jerih Payah Bertahun-tahun).
Zaki Naguib Mahmud wafat pada 12 Rabiul Awal 1414 H bertepatan dengan 8 September 1993 M.
Mahmud Amin Al-Alim
Seorang pemikir dan filsuf Mesi r abad 20 dan 21. Lahir pada tahun 1922 dan masyhur sebagai salah satu pelopor aliran realisme sosialis dalam bidang sastra dan salah satu penggagas aliran kiri di Mesir.
Mahmud Amin al-Alim Dia dilahirkan di distrik Darb Ahmar Kairo. Belajar filsafat di Fakultas Sastra Universitas Fuad I (sekarang Universitas Kairo). Dia diangkat menjadi asisten dosen setelah meraih gelar magister dengan judul tesis Falsafah al-Mushadafah al-Maudhuiyah fi al-Fiziya al-Haditsah wa Dilalatuha al-Falsafiyah (The philosophy of objective coincidence in modern physics and its philosophical significance).
Mahmud Amin meninggalkan sejumlah karya seperti Ma’arik Fikriyah (Dialektika Pemikiran), Falsafah Al-Mushadafah (Filsafat Kebetulan), Min an-Naq al-Hadhir ila Ibda’ al-Mustaqbal (Dari Kritik Masa Kini hingga Kreasi Masa Depan), Ats-Tsaqafah wa ats-Tsaurah (Kebudayaan dan Revolusi), dll.
Mahmud Amin al-Alim wafat pada 10 Januari 2009.
Abdul Rahman Badawi
Seorang filsuf eksistensialis, profesor filsafat dan sastrawan asal Mesir. Namanya tercatat sebagai tokoh utama eksistensialisme di dunia Arab.
Abdul Rahman Badawi merupakan salah satu generasi cendekiawan yang menciptakan gerakan kebangkitan Mesir di era modern. Saat sidang disertasinya, ia mendapat pujian dari Taha Husein, “Untuk pertama kalinya, kita menyaksikan ada filsuf dari Mesir.”
Penggemar berat Martin Heidegger ini lahir di desa Syarbash provinsi Dimyath pada 4 Februari 1917.
Karya intelektualnya mencapai 150 buku, terbagi dalam tulisan, tahqiq dan terjemah. Karena itu namanya disebut-sebut sebagai profesor filsafat Arab paling produktif pada abad 20.
Dia belajar filsafat di Fakultas Sastra Universitas Kairo. Menjadi asisten dosen di fakultas yang sama pada 1949. Setahun kemudian dia menggagas jurusan filsafat di Fakultas Sastra Universitas Ains Syams.
Dia terbang ke Perancis pada tahun 1962, menjadi profesor tamu di sejumlah universitas dunia. Seperti Universitas Lebanon, Institut Studi Islam Fakultas Sastra Universitas Sorbone, Universitas Libya, dan Fakultas Teologi dan Islamologi Universitas Teheran.
Abdul Rahman Badawi menulis banyak buku dalam bahasa Arab, Inggris, Jerman, Spanyol dan Perancis. Buku pertama yang berjudul Nietzsche terbit pada 1939. Di antara bukunya yang paling populer adalah Syakhshiyat Qalaqah (Tokoh-tokoh Penting Islam) dan Syahidah al-‘Isyq al-Ilahi (Rabia al-Adawiya Sang Martir Cinta Ilahi). Dia juga menulis buku tentang Islam seperti Ad-Difa’ an al-Quran Dhid Muntaqidihi (Pleidoi untuk al-Quran dari Para Pengkritiknya) dan Tarikh al-Ilhad fi al-Islam (Sejarah Atheis dalam Islam).
Sampai usia tua, Abdul Rahman Badawi hidup membujang. Dia wafat pada Juli 2002 M.
Hasan Hanafi
Pemikir besar Mesir ini lahir pada 23 Februari 1935. Meraih gelar doktor di bidang filsafat dari Universitas Sorbone Perancis.
Hidupnya banyak dihabiskan di ruang-ruang perkuliahan, mengisir seminar dan menulis buku. Hasan Hanafi mengajar di sejumlah universitas Arab, profesor tamu di Temple University di Philadelphia, Universitas Tokyo Jepang 1984-1985, dan profesor penuh waktu di Fakultas Sastra, Universitas Kairo sejak 1995 hingga tutup usia.
Di antara proyek intelektualnya yang paling menonjol adalah masalah Turats dan Tajdid, yang dibagi menjadi tiga tingkat. Pertama ditujukan kepada para pakar spesialis, dan kedua adalah untuk para filsuf dan intelektual, dengan tujuan menyebarkan kesadaran filosofis dan menunjukkan dampak proyek ini dalam kebudayaan, dan tingkatan terakhir adalah untuk publik, dengan tujuan mengubah proyek menjadi budaya politik populer.
Hasan Hanafi mempersembahkan sejumlah buku dalam beberapa bidang. Antara lain Mauqifuna min at-Turats al-Qadim (Sikap Kita atas Turats Klasik) terdiri dari 4 jilid, Min al-Aqidah ila at-Tsaurah (Dari Akidah ke Revolusi), Hiwar al-Ajyal (Dialog Lintas Generasi), Mausu’ah al-Hadharah al-‘Arabiyah al-Islamiyah (Ensiklopedia Peradaban Arab Islam) dan terakhir berjudul Dzikriyat (Memoar) tentang kehidupan pribadi dan perjalanan intelektualnya.
Hasan Hanafi menampilkan kerja intelektual kreatif dan filosofis yang luar biasa hingga memenangkan banyak penghargaan dari dalam dan luar negeri. Dia pernah memenangkan Penghargaan Negara dalam Ilmu Sosial pada tahun 2009, Penghargaan Nil untuk Ilmu Sosial pada tahun 2015 dan Penghargaan Pemikir Bebas dari Polandia.