Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Esai

Melihat institusi pendidikan era awal pramadrasah (2)

Avatar photo
33
×

Melihat institusi pendidikan era awal pramadrasah (2)

Share this article

Lembaga Kesufian

Termasuk juga lembaga-lembaga kesufian sebagai lembaga pendidikan Islam pra Madrasah, yaitu: pertama Ribath. al-Ribath secara harfiah berarti ikatan yang mudah dibuka. Sedangkan dalam arti yang umum, al-Ribath adalah tempat untuk melakukan latihan, bimbingan dan pengajaran bagi calon sufi. Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari kehidupan duniawi dan mengonsentrasikan diri untuk semata-mata beribadah.

Kedua Az- Zawiyah. Az-Zawiyah secara harfiyah berarti sayap atau samping. sedangkan dalam arti yang umum, az-zawiyah adalah tempat yang berada dibagian pinggir masjid yang digunakan untuk melakukan bimbingan wirid, dan dzikir untuk mendapatkan kupasan spiritual. Dengan demikian, az-zawiyah dan al-ribath fungsinya sama, namun dari segi organisasinya al-ribath lebih khusus dari pada az-zawiyah. Ketiga Khanaqah. Khanaqah merupakan suatu lembaga pengajaran berasrama bagi kaum sufi yang muncul pertama kali di Iran (Persia) pada akhir abad ke-10 bersamaan dengan adanya formalisasi aktivitas sufistik.

Az-Zawiyah secara harfiah berasal dari kata inzawa, yanzawi yang berarti mengambil tempat tertentu dari sudut masjid yang digunakan untuk iktikaf dan beribadah. Dengan demikian, Zawiyah merupakan tempat berlangsungnya pengajian-pengajian yang mempelajari dan membahas dalil-dalil naqliyah dan aqliyah yang berkaitan dengan aspek agama serta, digunakan para kaum sufi sebagai tempat untuk halaqah dzikir dan tafakur mengingat dan merenungkan keagungan Allah SWT.

Adapun Zawiyah menyerupai khanaqah dari segi tujuan, akan tetapi zawiyah ini lebih kecil dari pada khanaqah, dan dibangun untuk orang-orang tasawuf yang faqir supaya mereka dapat belajar dan beribadat. Contohnya salah seorang raja dari al-Mamalik membangun sebuah Zawiyah al-Jumairah di abad ke XIII M, dan ditempatkan didalamnya beberapa orang sufi yang fakir. Bahkan, kadang-kadang pula Zawiyah itu didirikan untuk seorang syaikh yang termasyhur yang bertugas untuk menyiarkan ilmu pengetahuan dan mengasingkan diri untuk beribadat. Pada umumnya Zawiyah itu dikenal dengan nama seorang Syaikh yang terkenal dengan banyak ilmunya dan taqwanya.

Di zawiyah ini, fikih seperti halnya ilmu-lmu yang lain, se­suai dengan bidang syaikhnya, merupakan bagian dari kegiatan pewa­ri­san ilmu pengetahuan. Belakangan, terutama setelah munculnya tare­kat-tare­kat sufi, zawiyah dibangun sebagai institusi yang berdiri sendiri. Sebagian tokoh menekankan fungsi pendidikan yang berlangsung di zawiyah dengan mengatakan: Zawiyah itu merupakan satu ruang tem­pat mendidik calon-calon sufi, tempat mereka melakukan latihan-la­ti­han tarekatnya, diperlengkapi dengan mihrab untuk mengerjakan sem­bahyang berjamaah, tempat mereka membaca al-Quran dan mem­pe­lajari ilmu-ilmu yang lain, sehingga zawiyah itu merupakan sebuah arama dan madrasah.

Keme­ga­h­an fisik dari zawiyah tentunya bervariasi sesuai dengan besarnya dana yang tersedia, serta popularitas syaikh yang menjadi pemim­pin­nya. Syaikh zawiyah yang telah wafat biasanya dimakamkan di zawiyahnya yang akan menjadi tempat ziarah bagi pengikut tarekat yang bersangkutan. Popularitas seorang syaikh akan menentukan jum­lah peziarah yang datang mengharap berkahnya. Aktivitas ini memberi be­ban yang lebih besar pada zawiyah yang bersangkutan untuk menye­diakan akomodasi bagi peziarah. Pada sisi lain, kegiatan ini juga me­rupakan sumber dana zawiyah. Sedekah yang berasal dari pada pe­zi­arah dapat membantu operasinya.

Suatu penelitian yang men­ca­kup Mesir menjelang penaklukan Turki Utsmani menunjukkan adanya dua jenis zawiyah: pertama, zawiyah tradisional yang mempunyai hubungan erat dengan penguasa (Mamluk); dan kedua zawiyah yang lebih inde­pen­den. Jenis kedua ini biasanya sekaligus menjalankan fungsi masjid dan ribath: menyediakan fasilitas beribadah, sekaligus perlindungan dan ma­­ka­nan bagi orang-orang miskin. Independensi ini dapat dilihat dalam contoh Syaikh Ibn Qiwam yang selalu menolak tawaran wakaf untuk zawiyah-nya yang dia bangun dengan biayai sendiri.

Sementara di Kairo misalnya, sebelum dan pada masa Mamluk sekurang-kurangnya terjadi lima madrasah yang didirikan perempuan. Madrasah tersebut bisa berbentuk pondokan Zawiyah, yaitu: pertama, Madrasah Asyuriyyah, istri seorang Amir, yang berada dilingkungan Zuwayla, Kairo. Kedua, Madrasah al-Qutbiyyah yang didirikan oleh Ismet al-Din, putri Sultan Ayubiyyah, al-Malik al-Adil, dan saudara perempuan al-Malik al-Afdhal Qutb al-Din Ahmad. Oleh karena itu madrasah yang didirikan pada akhir abad 13 M ini juga dikenal sebagai Madrasah Ismad al-Din. Ketiga, Madrasah Hijaziyyah didirikan dan diwakafkan oleh putri Sultan al-Nasir Muhammad, yang menikah dengan Amir Mamluk bernama Bahtimur al-Hijazi, dan nama yang terakhir disebut kemudian diabadikan sebagai nama madrasah tersebut.

Selain madrasah, sang putri ini juga membangun kubah yang pada gilirannya menjadi tempat peristirahatan akhirnya ketika wafat. Madrasah ini terkenal dengan spesialisasi dalam bidang fikih Syafi’i dan Maliki. Keempat, Madrasah yang didirikan Barakat, ibu Sultan Asyraf Saban (1369-1370), yang terkenal khususnya dalam bidang fikih madzhab Syafi’i dan Hanafi. Kelima, Madrasah Ummu Khawan Yang didirikan Fatimah binti Qanibay al-Umari al-Nasiri, Istri tentara Mamluk bernama Taghri Birdi al-Muadzdzi.

Masjid dan Jami’

Kata masjid berasal dari bahasa arab “sajada” artinya tempat sujud. Dalam pengertian lebih luas masjid berarti tempat shalat dan bermunajat kepada Allah dan tempat berenung dan menatap masa depan. Dari perenungan terhadap penciptaan Allah tersebut masjid berkembang menjadi pusat ilmu pengetahuan. Proses yang mengantar masjid sebagai pusat pengetahuan adalah, karena di masjid tempat awal pertama mempelajari ilmu agama yang baru lahir dan mengenal dasar-dasar hukum serta tujuannya.

Masjid dan Jamik adalah dua tipe lembaga pendidikan Islam yang sangat dekat dengan aktivitas pengajaran agama Islam. Kedua terma ini pada dasarnya memiliki fungsi yang sama yaitu, sebagai tempat ibadah dan pengajaran agama Islam. Kemunculan masjid sebagai lembaga pendidikan dalam Islam telah dimulai sejak masa Rasulullah SAW, dan masa Khulafaurrasyidin. Sedangkan Jamik muncul kemudian dan banyak didirikan oleh para penguasa dinasti khususnya dinasti Abbasiyah.

Di antara masjid-masjid Jami’ yang terkenal sebagai pusat kegiatan belajar mengajar pada waktu itu adalah: pertama, Jami’ Amr bin Ash. Jami’ ini digunakan sebagai tempat belajar mulai tahun 36 Hijriyah, dan pada tahun ini pula para ulama’ dan puqaha mulai mengajar, kemudian pendidikan disitu terus berkembang, sehingga melengkapi pelajaran Fikih, Hadits, dan ilmu Kedokteran. Kedua, Jami’ Ahmad bin Thulun. Masjid ini sempurna didirikan pada tahun 256 Hijriyah. Ketiga, Masjid Jami’ Al-Azhar. Masjid ini dianggap sebagai lembaga ilmu pengetahuan Islam yang termasyhur, dan kemasyhurannya ini masih tetap sampai pada masa kita sekarang. Pada waktu sekarang ini Universitas Al-Azhar bukan lagi merupakan lembaga pendidikan tinggi agama, akan tetapi pada lembaga ini telah terdapat berbagai fakultas untuk ilmu-ilmu pengetahuan umum.

Ketika Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah, salah satu program pertama yang beliau lakukan adalah pembangunan sebuah Masjid. Masjid yang pertama kali dibangun Nabi adalah Masjid At-Taqwa di Quba. Menurut al-baladzuri dan ibn hasyim, sebenarnya Masjid Quba didirikan oleh sahabat Nabi yang dahulu hijrah ke Madinah, kemudian setelah Nabi memasuki kota Madinah, beliau mendidrikan masjid al-mirbad. Diwaktu mendirikan masjid al-Mirbad beliau sendiri turut bekerja, guna memotivasi kaum muhajirin dan anshar dan mengigiatkan mereka untuk bekerja agar Masjid itu segera selesai.

Pembangunan Masjid tersebut bertujuan untuk memajukan dan mensejahterakan kehidupan umat Islam. Di samping itu, Masjid juga memiliki multifungsi, di antaranya: sebagai tempat beribadah, tempat kaum muslimin beriktikaf menempah bathin sehingga selalu terpelihara, sebagai pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kehidupan kaum muslimin, sebagai tempat kegiatan sosial politik, sebagai tempat bermusyawarah, mengadili perkara, tempat pembinaan, pengembangan kader-kader pimpinan umat, tempat menghimpun dana, menyimpan dan membagikannya, tempat menyampaikan penerangan agama dan informasi-informasi lainnya.

Masjid sejak masa Nabi Muhammad selalu digunakan selain untuk ibadah juga sebagai institusi pendidikan umat Islam. Praktek ini pun terus dilaksanakan pada masa para sahabat, namun disinyalir di masa Umar bin Khattab-lah intensifitas masjid selain sebagai tempat ibadat, juga difungsikan sebagai sekolah betul-betul terlaksana. Hal ini dapat dilihat dari beberapa sampel seperti pada masjid di Kufah, Basrah dan Damaskus yang telah digunakan untuk pengajaran alquran dan hadits, bahkan selanjutnya pelajaran nahwu (grammar bahasa Arab) dan sastra digabungkan pula ke dalam institusi pendidikan ini.

Masjid Khan

Perkembangan lebih lanjut dari masjid sebagai lembaga pendidikan Islam adalah munculnya masjid-masjid yang dilengkapi dengan sarana akomodasi bagi pelajar, dan masjid ini lazimnya disebut dengan Masjid Khan. Masjid khan ini secara finansial didukung oleh badan wakaf dan penghasilannya dimanfaatkan untuk kepentingan sosial. Perkembangan khan ini sangat berkaitan erat dengan kepedulian umat Islam masa itu terhadap para penuntut ilmu, khususnya mereka yang berasal dan luar daerah.

Dengan demikian, pendidikan Islam dan masjid merupakan suatu kesatuan yang integral, dimana masjid menjadi pusat dan urat nadi kegiatan keislaman yang meliputi kegiatan keagamaan, politik, kebudayaan, ekonomi, dan yudikatif.

Mulai sejak masa Rasulullah SAW, dengan masjid Quba dan Nabawi hingga masjid Baghdad pada masa dinasti Abbasiyah, masjid selalu menjadi alternatif utama dalam penyelenggaraan pendidikan Islam. Dari Masjid, kemudian berkembang menjadi Masjid Khan sebagai Transformasi Tradisi. Khan adalah sebagai tempat pemondokan bagi pencari ilmu di lingkungan halaqah Masjid dari berbagai wilayah Islam. 

Ada yang mengungkapkan bahwa Masjid Khan berbeda dengan Masjid pada umumnya, karena Masjid Khan dibangun sebagai lembaga pendidikan. Penambahan Khan pada bangunan Masjid merupakan solusi terhadap kesulitan mahasiswa yang datang dari luar kota, dimana mereka sebelumnya dihadapi oleh masalah penginapan. Namun masih kurang jelas apakah khan menyediakan akomodasi gratis bagi mahasiswa-mahasiswa tersebut.  

Masjid dapat dianggap sebagai lembaga ilmu pengetahuan tertua dalam Islam, pembangunnaya dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW dan ia tersebar di seluruh negeri Arab. Di samping tugasnya yang utama sebagai tempat menunaikan shalat dan beribadah, di dalam masjid ini pula mulai mengajarkan al-Quran dan ajaran-ajaran agama Islam. Pada masa Rasulullah masjid dan Jami’ berfungsi sebagai sekolah menengah dan Perguruan Tinggi dalam waktu yang sama. Sebelumnya masjid pada pertama kalinya merupakan tempat untuk pendidikan dasar, akan tetapi orang-orang Islam berpendapat lebih baik memisahkan pendidikan anak-anak pada tempat yang tertentu demi menjaga kehormatan masjid dari keributan anak-anak dan arena mereka belum mampu menjaga kebersihan.

Shuffah

Pada masa Rasulullah SAW shuffah adalah suatu tempat yang telah dipakai untuk aktifitas pendidikan. Biasanya tempat ini menyediakan pemondokan bagi pendatang baru dan mereka yang tergolong miskin. Rasulullah membangun ruangan di sebelah utara masjid Madinah dan masjid Al-Haram yang disebut “Al-Suffah” untuk tempat tinggal orang fakir miskin yang telah mempelajari ilmu.

Di suffah para siswa diajarkan membaca dan menghafal Al-Quran secara benar dan hukum Islam di bawah bimbingan dari Nabi SAW. Pada masa itu, setidaknya telah ada 9 shuffah yang tersebar di kota Madinah. Salah satu di antaranya berlokasi di samping masjid Nabawi. Rasulullah mengangkat Ubaid ibn Al-Samit sebagai guru pada sekolah suffah di Madinah. Dalam perkembangan berikutnya, shuffah juga menawarkan pelajaran dasar-dasar berhitung, kedokteran, astronomi, geneologi dan ilmu fonetik.

Kontributor

  • Salman Akif Faylasuf

    Sempat nyantri di PP Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo. Sekarang nyantri di PP Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.