Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Tokoh

Mengenal Ibnu Khaldun Sebagai Negarawan Handal

Avatar photo
44
×

Mengenal Ibnu Khaldun Sebagai Negarawan Handal

Share this article

Nama asli Ibnu Khaldun adalah
Abdurrahman bin Muhamad bin Muhammad bin Hasan bin Jabir bin Mohammad bin
Ibrahim bin Abdurrahman bin Khaldun. Dia lahir di Tunisia pada tahun 1332 M (732
H).

Ibnu Khaldun berasal dari keturunan keluarga
Andalusia (Spanyol Selatan) yang bermigrasi ke Tunisia pada pertengahan abad ke-7
H. Nama Ibnu Khaldun diambil dari kakeknya kesembilan yang bernama Khalid. Kata
Khalid kemudian dikenal dengan Khaldun karena kebiasaan orang Spanyol Selatan
dan Afrika Barat Laut pada waktu itu dengan penambahan “un” pada akhir kata
nama sebagai penghargaa
n.

Kedua orang tua Ibnu Khaldun wafat pada saat
Ibnu Khaldun berumur 17 tahun dikarenakan wabah Black Death, pandemi
yang menyerang Tunisia pada tahun 1348 – 1349.

Ibnu Khaldun sering dikenal sebagai bapak sosiologi melalui karyanya “Muqaddimah”. Pemikiran-pemikirannya yang terdapat di buku tersebut banyak
mempengaruhi perkembangan ilmu sosiologi, terutama di dunia barat.

Selain itu Ibnu Khaldun juga
dikenal sebagai ulama, filsuf, dan ahli sejarah. Beliau sempat memangku jabatan
sebagai Qadhi madzhab Maliki pada masa pemerintahan Sultan Malik Adz-Dzahir di
Mesir pada tahun 1384.

Buku Muqaddimah dan Konsep
Tata Negara

Muqaddimah Ibnu Khaldun adalah bagian awal (pengantar) dalam
karya besarnya yang berjudul Kitāb al-ʻIbar wa-Dīwān al-Mubtadaʼ wal Khabar
fī Taʼrīkh al-ʻArab wal Barbar wa-Man ʻĀṣarahum min Dhawī ash-Shaʼn al-Akbār

(Buku tentang Catatan Awal dan Peristiwa dalam Sejarah Bangsa Arab dan Berber
dan Para Pendukung Mereka yang Kuat). Bangsa Berber adalah etnis asli dari
daerah sekitar Afrika Utara di sebelah timur Sungai Nil.

Ibnu Khaldun pada saat mulai menulis Muqaddimah,
telah memiliki pengalaman yang luar biasa dalam dunia
perpolitikan dan pemerintahan pada masa hidupnya
. Beliau berulang kali
memangku jabatan-jabatan penting di era dan wilayah kekuasaan yang berbeda.
Manis-asam dunia politik dan kenegaraan sudah Ibnu Khaldun lewati, baik menjadi
pejabat pemerintahan, hingga masuk penjara karena
pergantian pemerintahan.

Tak kurang sekitar sepuluh kali Ibnu Khaldun
berpindah dan berganti loyalitas dan jabatan selama karir politiknya. Tercatat
dalam sejarah beberapa jabatan dalam pemerintahan yang pernah diemban oleh Ibnu
Khaldun di antaranya adalah:

1. Katib
al-‘Am
(Sekretaris Umum Pemerintahan) Sultan Ibnu
Tafrakhin di Tunisia
(1352 M)

2. Sekretaris
Sultan Abu Inan I dari Bani Marin

(1357 M)

3. Pejabat
Tinggi kepercayaan Sultan Abu Salim untuk mengelola peradilan Mazhalim.

4. Utusan Diplomatik Sultan Muhammad V (Sultan wilayah Granada) untuk perundingan damai
dengan Raja Pedro (Raja wilayah Castila, Spanyol) (1364 M)

5. Menteri dari Pangeran Abu Abdullah di Buqi.

6. Berkoalisi dengan Sultan Abul Abbas (Penguasa wilayah Aljazair Utara,
lawan politik Abu Abdullah).

7. Utusan Diplomatik Sultan Abu Hammu untuk Klan Arab Dawadida di Biskra.

Dalam hal pemikiran ketatanegaraan, Ibnu
Khaldun memiliki pandangan bahwa pembentukan negara berdasar pada adanya
organisasi kemasyarakatan
, dan hal itu merupakan suatu keharusan bagi hidup
manusia.

Ibnu Khaldun berpendapat bahwa manusia
diciptakan ole
h Allah swt. dalam bentuk atau keadaan
yang hanya mungkin hidup dan bertahan dengan bantuan makanan. Dan untuk
memenuhi kebutuhan makanan tersebut, dibutuhkan banyak macam pekerjaan dan
proses yang harus dilalui. Demikian pula tentang keamaan jiwa, seorang manusia
membutuhkan bantuan dari sesamanya dalam pembelaan diri terhadap ancaman
bahaya.

Sedangkan dalam hal
kepemimpinan negara, Ibnu Khaldun berpandangan bahwa keberadaan raja (pemimpin)
memiliki peran sebagai penengah,
pemisah, sekaligus hakim.
Dan keberadaan
raja dengan peran
terssebut
merupakan suatu keharusan
bagi
kehidupan bersama manusia dalam suatu masyarakat atau negara.

Ibnu Khaldun juga memiliki pandangan
tentang keane
karagaman
keadaan fisik, watak, mental dan perilaku manusia yang disebabkan oleh faktor
geografi, iklim,
dan
cuaca.

Menurutnya, masyarakat yang bertempat
tinggal di wilayah
dengan iklim
ekstrem (sangat panas atau sangat dingin),
perdaban
dan budayanya tidak akan berkembang
. Ibnu Khaldun memberikan
contoh seperti bangsa Arab, Romawi, Persia, dan Yunani, mampu memberikan
sumbangsih terhadap p
eradaban dunia karena
bertempat tinggal di bagian bumi yang beriklim sedang.

Sumbangsih yang orisinil
dari Ibnu Khaldun terhadap perkembangan ilmu sosiologi dan ilmu politik adalah
teori tentang Ashabiyyah dan peranannya dalam pembentukan negara,
kejayaan, dan keruntuhannya.

Ashabiyyah
secara bahasa, dapat diartikan menjadi “solidaritas
golongan”. Ibnu Khaldun
berpendapat, semua orang memililki kebanggaan akan keturunannya. Rasa saling
sayang antar orang yang memiliki hubungan darah dan keluarga merupakan watak
alami yang ditempatkan Tuhan pada tiap hati manusia. Inilah yang melahirkan
semangat saling mendukung da
n saling
memba
ntu, serta rasa ikut malu
dan tidak rela kalau di antara mereka yang mempunyai ikatan darah, satu
keturunan, atau satu keluarga, mendapat perlakuan yang tidak adil. Dan adanya
kehendak untuk berbuat sesuatu untuk melindungi pihak yang terancam dari
keluarga.

Dalam penerapan
hukum dalam negara,
Ibnu Khaldun mengakui bahwa terdapat
banyak negara yang tidak mendasarkan kebijakan dan peraturan negara atas ajaran
agama dan hukum agama. Namun negara-negara itu
dapat mewujudkan ketertiban, keserasian hubungan antar
sesama warga negaranya, bahkan
dapat berkembang baik dan jaya.
Namun lebih
baik menggunakan ajaran dan hukum agama sebagai dasar kebijakan dan peraturan
negara
.

Pada akhir masa hidupnya, Ibnu Khaldun menyibukkan
diri
sebagai
pengajar dan seorang Qadhi
(hakim) sembari
menyelesaikan karya otobiografi dan kitab sejarahnya.

Di samping itu, Ibnu Khaldun
juga bergabung dengan gerakan “bawah tanah” yang memiliki agenda reformasi
terhadap pemerintahan lokal di Mesir. Dan karena hal tersebut, Ibnu Khaldun
ditangkap dan ditahan meski masih menyandang jabatan Qadhi madzhab
Maliki.

Ibnu Khaldun meninggal pada
tahun 1406 di Kairo, Mesir, hanya berselang satu bulan setelah beliau diangkat
kembali menjadi Qadhi madzhab Maliki untuk yang keenam kalinya.

Kontributor

  • Landy T. Abdurrahman

    Asal Purworejo, Jawa Tengah. Pernah mengenyam pendidikan di Universitas Al-Azhar Kairo-Mesir. Sekarang sedang menyelesaikan program doktoral di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta