Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Alasan Nabi Muhammad Diutus Sebagai Rasul

Avatar photo
20
×

Alasan Nabi Muhammad Diutus Sebagai Rasul

Share this article

Dua negara adidaya menguasai dunia saat itu, Romawi dan
Persia. Romawi menguasai belahan bumi barat, sementara Persia menguasai belahan
bumi timur.

Begitu banyak penindasan dan penganiayaan oleh penguasa dua
kerajaan tersebut. Mereka beranggapan bahwa orang yang tingkatan hidupnya lebih
rendah dari mereka adalah budak. Hak-hak rakyat terampas dan hilang begitu saja
di tangan para penguasa. Lenyaplah keamanan di hati masyarakat, mereka dipenuhi
dengan rasa takut. Berbagai bencana pun muncul, bumi bergoncang mengadukan pada
Sang Pencipta tentang tragedi kemanusiaan.

Sementara itu di wilayah Arab, yang tidak tunduk pada
keduanya, dilanda perang antar kabilah yang entah berapa keluarga dan bangunan
hancur karenanya. Pembunuhan, penjambretan, dan perampasan barang milik orang
lain menjadi profesi mereka, bahkan tingkat kebiadaban mereka sampai tega
mengubur anak-anak perempuan mereka hidup-hidup karena rasa malu dan takut
kemiskinan. Sebuah alasan yang sungguh tidak masuk akal. Kefasihan, keindahan
sastra, dan kepiawaian bersyair yang mereka miliki tidak memberikan pengaruh
positif apapun dalam jiwa mereka.

Hanya karena seekor unta milik Bani Syaiban dibunuh oleh
ketua suku Bani Rabi’ah, pecah peperangan di antara mereka selama 40 tahun.
Inilah keadaan bangsa Arab dari sisi kezaliman dan kesewenangan kepada orang
lain.

Dari sisi keyakinan dan akidah, mereka terpecah menjadi
beberapa aliran dan kelompok. Ada yang menyembah binatang, bintang, patung,
api, dan lain sebagainya.  Semua ini
menjadikan dunia gelap gulita, seolah ia mengadu dengan lisan fasihnya;
“Wahai Tuhanku, selamatkanlah aku dari petaka ini, dan tolonglah aku dari
penderitaan ini.”

Allah SWT mengabulkan permintaan ini dengan mengutus
seorang Rasul yang mulia, pemilik akhlak yang utama, makhluk terbaik dan
pilihan dari kabilah dan suku terbaik, mutiara yang bersih nan indah, beliau
adalah Rasulullah Muhammad SAW. Sebagai Dzat pemilik sifat kesempurnaan, Allah
SWT tidak mungkin membiarkan manusia terkurung dalam kebingungan dan
kesengsaraan. Oleh karena itu, harus ada cahaya yang menerangi, yakni syariat
yang dibawa oleh para Rasul yang diutus untuk membimbing umat manusia agar
selamat dunia akhirat.

Agama tidak boleh menjadi batu sandungan dan penghalang
bagi jiwa dengan pemahaman dan kesiapan dalam menerima ilmu yang diberikan oleh
Allah SWT kepada manusia tentang hakekat berbagai macam hal, karena agama
bermanfaat untuk meluruskan perilaku manusia baik yang berkaitan dengan urusan
duniawi maupun ukhrawi.

Terkadang dalam memahami hal ini, masih banyak kesalahpahaman
yang muncul. Misalnya ungkapan, “Jika agama bermanfaat untuk kebutuhan duniawi
maupun ukhrawi manusia, lantas mengapa tidak sedikit orang yang masuk dalam
perangkap pertikaian keyakinan sehingga mereka terus berselisih, bahkan hingga
menimbulkan pertumbahan darah dan pertempuran?”

Fenomena seperti ini terjadi karena agama jatuh ke
tangan kaum yang tidak memahami maknanya atau karena dangkalnya pemahaman atas
agama itu sendiri. Mereka diberi ilmu Oleh Allah SWT tapi bersikap berlebihan
dan ilmu tersebut tidak mewarnai kalbunya, sementara wawasan mereka masih
sempit tentang rahasia yang terkandung dalam ajarannya. Jadi kesalahan bukan
pada agama, melainkan pada pelaksana dan para penyerunya yang memasukkan
sesuatu yang bukan bagian dari agama itu sendiri.

Kita tidak pernah mendengar seorang Rasul datang membawa
agama yang tidak mampu memenuhi kebutuhan umat manusia. Kedudukan Rasul laksana
akal bagi manusia, bahkan lebih tinggi dari itu. Kita menyaksikan banyak
manusia—melalui pandangannya—berusaha melihat baik dan buruk, membedakan mana
jalan yang berliku dan mana yang berbahaya, mana jalan yang aman dan yang
mudah, tetapi mereka salah dalam menganalisanya karena mengabaikan arahan
agama, membangkang, meskipun telah diperlihatkan banyak bukti atas kesalahan
tersebut.

Hawa nafsu dan keterbatasan dalam memahami agama lah
yang menjadi faktor perseteruan dan pertikaian. Hanya orang yang dianugerahi
cahaya oleh Allah SWT yang terhindar dari hal tersebut. Oleh karena itu Allah
SWT berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي أَنْ يَضْرِبَ مَثَلًا مَا
بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ
الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَيَقُولُونَ مَاذَا أَرَادَ
اللَّهُ بِهَذَا مَثَلًا يُضِلُّ بِهِ كَثِيرًا وَيَهْدِي بِهِ كَثِيرًا وَمَا
يُضِلُّ بِهِ إِلَّا الْفَاسِقِينَ

“Sesungguhnya Allah tidak segan membuat
perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang
yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka,
tetapi mereka yang kafir mengatakan: “Apakah maksud Allah menjadikan ini
untuk perumpamaan?” Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan
Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk.
Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.”  
(QS. al-Baqarah [2]: 26)

Kontributor

  • Arif Khoiruddin

    Lulusan Universitas Al-Azhar Mesir. Tinggal di Pati. Pecinta kopi. Penggila Real Madrid.