Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Apakah Semua Ahlul Fatrah Itu Selamat?

Avatar photo
32
×

Apakah Semua Ahlul Fatrah Itu Selamat?

Share this article

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, alangkah baiknya kita mengetahui siapakah yang dinamakan ahlul fatrah.

Imam Al-Alusi dalam kitabnya Ruhul Ma’ani mengatakan,

أجمع المفسرون بأن الفترة هي انقطاع ما بين رسولين

“Para mufassirin sepakat bahwa fatrah itu adalah zaman terputusnya risalah di antara dua rasul.”

Dari sini kita dapat memahami bahwa ahlul fatrah itu adalah orang-orang yang hidup di zaman kekosongan risalah, alias hidup di antara dua rasul. Saat rasul pertama itu diutus, mereka belum lahir ke bumi sampai rasul tersebut wafat, dan ketika rasul berikutnya  diutus, mereka sudah meninggal dunia.

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan masa fatrah bangsa arab sebelum pengutusan Nabi Muhammad SAW.

Ada yang mengatakan bahwa zaman fatrah mereka dimulai dari wafatnya Nabi Ismail sampai diutusnya Nabi Muhammad SAW. Pendapat ini diusung oleh beberapa ulama, di antaranya Imam Asy-Syirbini dan Imam al-Mahalli.

Mereka berpendapat demikian karena nabi terakhir untuk bangsa Arab adalah Nabi Ismail. Adapun Nabi Isa diutus bukan untuk bangsa Arab, melainkan Bani Israil. Maklum kiranya bahwa pengutusan nabi-nabi sebelum Muhammad SAW, hanya terbatas pada zona teritorial umatnya saja. Hal ini berbeda dari Nabi Muhammad yang diutus untuk seluruh manusia hingga hari kiamat.

Sedangkan ulama yang lain berpendapat bahwa zaman fatrah bangsa Arab dimulai sejak diangkatnya Nabi Isa AS hingga diutusnya Nabi Muhammad SAW. Di antara yang berpendapat demikian adalah Imam Ibnu Katsir.

Perbedaan pendapat tidak berhenti di sini. Kita juga menemukan ragam pendapat para ulama mengenai jarak waktu antara diangkatnya Nabi Isa hingga diutusnya Nabi Muhammad SAW. Ada yang menyebut 560 tahun, 430 tahun, 599 tahun, bahkan 600 tahun.

Di antara dua zaman itu, Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa tidak ada satu nabi pun yang diutus. Nabi Muhammad Saw. bersabda,

أنا أولى الناس بابن مريم، و الأنبياء أولاد علات، ليس بيني و بينه نبي

Dari hadits tersebut, para ulama menyimpulkan bahwa dari sekian ratus ribu nabi yang ada, tidak ada satu nabi pun yang diutus diantara dua zaman itu. Dunia saat itu benar-benar kosong dari risalah.

Baca juga: Mencintai Ulama Lewat Ilmu Rijal dalam Kajian Hadis

Kemudian, bagaimana keadaan mereka di akhirat? Apakah semuanya selamat?

Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya Ushul Al-Fiqh Al-Islami menyimpulkan bahwa ahlul fatrah terbagi menjadi tiga:

Pertama:

Orang-orang yang menemukan Allah dengan jiwa dan akalnya yang bersih. Pengalaman menuntun dia kepada Allah SWT. Mereka tidak meyekutukan-Nya dengan sesembahan apa pun.

Di antara mereka adalah Qis bin Sa’idah al-Ayadi, Uktsum bin Shoifi at-Tamimi dan Zaid bin Amru bin Nufail. Mereka semua selamat di akhirat.

Memang pada zaman pra Islam saat itu, ada beberapa orang yang diriwayatkan tidak pernah sujud kepada berhala sekalipun. Cerita mereka banyak tertuang di kitab-kitab sejarah. Di antaranya adalah Abu Bakar ra. Walaupun beliau nantinya masuk Islam, tetapi diriwayatkan bahwa beliau tidak pernah sekalipun sujud menyembah berhala sebelumnya.

Jadi jangan mengira bahwa seluruh orang di jazirah Arab adalah penyembah berhala ketika Rasulullah SAW belum diutus.

Kedua:

Orang-orang yang menyekutukan Allah, menyembah berhala, membuat syariat baru, mengganti dan mengubah ajaran Nabi Ibrahim AS.

Di antara mereka adalah Amru bin Luhay. Dialah yang membawa berhala pertama kali ke jazirah Arab, mengubah syariat Nabi Ibrahim, kemudian menyuruh orang-orang untuk menyembah berhala-berhala itu. Mereka semua diadzab di akhirat, jiwa dan akal bersih mereka telah tertutup dan terbalik.

Baca juga: Kejeniusan Ulama Membaca Kitab Berkali kali

Ketiga:

Orang-orang yang tidak menyekutukan Allah dan tidak bertauhid kepada-Nya. Mereka tidak membuat syariat dan agama baru. Mereka juga tidak mengubah dan mengganti syariat Nabi Ibrahim. Mereka sama sekali tidak pernah membahas masalah keyakinan, tidak mengerti ketuhanan, dan tidak ikut campur dalam urusan berhala. Hidupnya habis oleh perkara perkara lain di luar itu.

Mereka ini, menurut Syekh Wahbah,

يرجى لهم النجاة

“Diharapkan keselamatannya.”

Yakni mereka berpotensi besar untuk selamat di akhirat kelak.

Kesimpulannya adalah tidak semua ahlul fatrah itu selamat. Banyak dalil yang menjadi landasan para ulama untuk menyimpulkan ini, dengan menggabungkan antara ayat al-Qur’an dengan hadits-hadits shahih.

Jangan bertanya tentang status orang tua Nabi Muhammad SAW di bagian berapa dari golongan ahlul fatrah. MEREKA SEMUA SELAMAT.

Kontributor

  • Amru Hamdany

    Mahasiswa Fakultas Syariah Islamiyah, Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Asal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Suka mengkaji fikih.