Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Apakah ulama al-Azhar tidak tegas terhadap kemungkaran?

Avatar photo
36
×

Apakah ulama al-Azhar tidak tegas terhadap kemungkaran?

Share this article

Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan komentar yang agak sedikit menggelitik dari salah satu teman di facebook yang kurang lebih bunyinya seperti ini: Percuma ada ulama al-Azhar apabila masih tersebar luas kemungkaran dan tari perut di Mesir.

Memahami hadist amar makruf dan nahi mungkar memerlukan pandangan dari berbagai sisi. Baik dari sisi kemaslahatan dan juga kemudharatan. Ulama pun bervariasi dalam memahami hal ini, bahkan mulai zaman sahabat ridhwanullah alahihim ajmain.

Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, Imam Ghazali ra mengatakan :

فإنا نعلم أن الذين شربوا الخمر وتعاطوا الفواحش فِي زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم والصحابة ما كانوا يهجرون بالكلية بل كانوا منقسمين فيهم إلى من يغلظ القول عليه ويظهر البغض له وإلى من يعرض عنه ولا يتعرض له وإلى من ينظر إليه بعين الرحمة ولا يؤثر المقاطعة والتباعد.

“Maka sesungguhnya kita telah mengetahui bahwa peminum khamar dan pelaku maksiat di zaman Rasulullah Saw, dan para sahabat ketika itu tidak semuanya memberantas hal yang kurang baik tersebut. Akan tetapi sikap mereka terbagi menjadi beberapa sikap. Dari mereka ada yang menegurnya dengan tegas dan menunjukkan kemarahan terhadapnya, dan sebagian dari mereka ada yang berpaling dari pelaku maksiat dan tidak menunjukkan penolakan terhadapnya, dan ada juga yang tetap memandangnya dengan pandangan kasih sayang, dan tetap berinteraksi biasa, tidak menjauh dan mengucilkanya.”

Dari statemen Imam al-Ghazali di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa pandangan ulama bervariasi dalam menolak kemungkaran bahkan sudah terjadi semenjak zaman sahabat.

Ada dari mereka yang tegas dan ada yang tetap besikap tenang dengan selalu memandang dengan penuh kasih sayang, akan tetapi tetap terdapat cita-cita untuk mengubahnya.

Dalam pandangan yang terakhir inilah banyak ulama bersikap demikian kepada mereka, karena seburuk-buruknya muslim tetaplah mempunyai jaminan agung karena dua kalimat syahadat yang telah diucapkanya. Sehingga tetap memandang dengan penuh kasih sayang sebagai saudara seiman dan seislam.

Pernah suatu ketika dalam cuplikan di vedio youtube, Syeikh Aiman Suwaid menceritakan gurunya Syeikh Ahmad Zayyat rahimahullah, yang kurang lebih maknanya seperti ini:

“Dulu aku berguru kepada Allamah Syeikh Ahmad Zayyat di rumahnya yang terletak di belakang masjid al-Azhar. Di situ saya sangat kaget, karena terdapat penjual ganja di depan rumah beliau, dan seakan Syeikh membiarkannya. Ini adalah sebuah ajaran yang penuh kasih saying.”

Juga suatu ketika Maulana Syeikh Abdul Aziz Syahawi ketika berada dalam rumah salah seorang muridnya, dan di depan rumah tersebut terdapat toko yang juga menjual ganja. Beliau tahu hal itu, dan ketika salah seorang murid bertanya, “Wahai guru, bagaimana caranya kita menegur mereka?”

Beliau menjawab dengan sedikit kage, “Kenapa?” Kemudian tersenyum sambil menasihati muridnya, “Apabila suatu hal membawamu pada kemudharatan yang lebih banyak maka jangan lakukan hal itu. Ambilah yang lebih maslahat, kita memgingkari mereka akan tetapi tetap dengan cara yang baik dan tetap doakanlah mereka.”

Dari peristiwa ini murid tadi berpikir, bahwa secara tidak langsung sang guru telah mengajarinya pelajaran yang sangat berharga, yaitu besarnya kasih sayang Allah dan pandangan kasih sayang kita terhadap semua makhuk Allah walaupun pelaku maksiat, tidak gegabah dalam mengambil tindakan, dan juga memilih perbuatan yang mengandung manfaat yang lebih banyak daripada kemudharatannya dan juga mempunyai harapan dan cita-cita perubahan yang lebih baik dengan selalu mendoakannya.

Para ulama mempunyai jalan masing-masing. Ada yang tegas dan ada juga dari mereka yang luwes. Pandangan mereka dalam hal ini adalah ingkar dengan lisan dan hati, yaitu dengan mengaji, serta mengajarkan kebaikan dan mengingatkan untuk menjauhi hal yang dimurkai oleh Allah swt, sehingga manfaatnya lebih luas, dan bukan mereka tidak tegas dalam menghadapi permasalahan ini. Adapun berubah atau tidaknya manusia adalah kehendak Allah swt.

Kontributor

  • Ade Rizal Kuncoro

    Dari Madiun Jawa Timur. Alumni PP Hamalatul Qur'an Jogoroto Jombang. Sekarang menjadi mahasiswa Universitas al-Azhar Fakultas Ushuluddin Jurusan Hadits.