Di kala berbicara tentang bulan Dzulhijjah, tak akan lepas dari membicarakan sebuah ibadah mulia yang merupakan bagian dari rukun islam, yaitu ibadah haji.
Berbicara ibadah haji, maka wuquf adalah hal yang tak bisa terlepas dari pembicaraan ini, karena wuquf adalah salah satu rangkaian ibadah dari rangkaian ibadah haji yang paling krusial.
Sebelum berbicara jauh tentang ibadah wuquf di Arafah perlu diketahui bahwa ada beberapa qaul mengenai asal usul penamaan Arafah dengan nama tersebut.
Pertama, sebagaimana yang dituturkan Syekh ath-Thanthawi dalam kitabnya Tafsir al–Wasith, bahwa dinamai عرفات yang secara bahasa berati mengenal, karena di tempat itu dan di waktu itu orang-orang berkumpul sehingga mereka pun saling mengenal.
Kedua, bahwa pada suatu hari, Malaikat Jibril dan Nabi Ibrahim berkeliling kemudian diperlihatkan kepada Nabi Ibrahim pemandangan-pemandangan (tepatnya di wilayah yang sekarang dinamai Arafah tersebut) dan Malaikat Jibril bertanya kepadanya.
“اعرفت؟”
Apakah kamu mengetahui/mengenalnya..?
“عرفت“
Jawab Nabi ibrahim.
Keterangan ini sebagaimana yang dituturkan Ibnu Mandzur dalam kitab Lisanul ‘Arab.
Namun Ibn Abdi Jamanain, dalam tafsirnya menuturkan kisah yang berbeda atau mungkin ini lebih ke penguatan dari maksud “المشاهد” dalam redaksi Lisanul Arab di atas, yaitu rangkaian rangkaian manasik haji.
Dalam kitab tersebut Ibnu Abdi Jamanain mengutip qaul Al-Hasan bahwa Malaikat Jibril memperlihatkan kepada Nabi Ibrahim setiap rangkaian dalam ibadah haji, dan ketika sampai pada rangkaian wukuf, Jibril bertanya sebagaimana pertanyaan di atas.
Ketiga, Ibnu Sayyidah dalam al–Muhkam wa al–Muhith al–A’dzom menuturkan bahwa ketika Nabi Adam diturunkan dari surga, dalam jeda waktu yang cukup lama ia terpisah dengan Hawa, dan dipertemukan kembali di tempat ini yang mana ditempat inilah ia saling mengenal kembali.
Selain tiga qaul di atas, penamaan Arafah dengan nama ini diketahui dari firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 198:
فإذا أفضتم من عرفات فاذكروا الله عند المشعر الحرام
Ibn Attsir dalam kitabnya Asy-Syafi mengutip qaul Az-zujaj bahwaعرفات adalah sebuah lafal untuk satu tempat namun lafalnya berupa jamak, seperti Adri’aatin (اذرعات) nama sebuah tempat di negara Syam, karena tidak ada bentuk mufrad dariعرفة ataupun اذرعة.
Ini berbeda dengan pendapat An-Naisyabur sebagai mana dituturkan oleh Al-‘Asykari dalam Mu’jam Al–Furuq Al–Lughawiyyah bahwaعرفات adalah jamak dariعرفة seakan-akanعرفة itu bagian dari sebuah kawasan sedangkan keseluruhan dari bagian itu adalah عرفات
Adapun menurut az-Zamakhsyari dan Ibn ‘Atiyah عرفات termasuk ‘alam murtajal (sebuah kata yang belum pernah difungsikan untuk yang lain sebelum dijadikan sebagai nama).