Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Bani Nadhir dan Akhir Hikayat Para Pengkhianat

Avatar photo
51
×

Bani Nadhir dan Akhir Hikayat Para Pengkhianat

Share this article

Kisah Bani Nadhir ini bukan urusan pengkhianatan kecil. Di antara poin penting Piagam Madinah adalah dalam rangka menyelamatkan kota Madinah, siapa pun termasuk Yahudi, tak boleh menjalin kerja sama dengan kafir Quraisy.

Perang Bani Nadhir terjadi pada bulan Rabi’ul Awal tahun 4 H atau Agustus tahun 625 M. Berkaitan dengan perang ini, Allah menurunkan surat al-Hasyr secara keseluruhan. Dalam surat tersebut, Allah memaparkan pengusiran orang-orang Yahudi, mengungkap kedok orang-orang munafik, menjelaskan hukum yang bertalian dengan fa’i (harta rampasan perang yang didapat tidak melalui perang fisik), memuji kaum Mujahirin dan Anshar, menjelaskan tentang bolehnya menebang dan membakar pohon di daerah musuh demi kemaslahatan perang, dan bahwasanya hal itu tidak termasuk membuat kerusakan di muka bumi, mewasiatkan kepada kaum mukmin untuk tetap komitmen terhadap ketakwaan dan melakukan persiapan untuk akhirat.

Kemudian ditutup dengan memuji diri-Nya dan menjelaskan nama-nama serta sifat-sifat-Nya. Karenanya, tentang surat al-Hasyr ini, Ibnu Abbas berkata, “Katakanlah, surat ini adalah surat an-Nadhir.”

Setelah peristiwa pengusiran Yahudi Bani Qainuqa’ dan pembunuhan Ka’ab bin Asyraf pasca perang Badar, Yahudi Bani Nadhir ketakutan. Mereka mengambil sikap diam. Namun begitu melihat kekalahan umat Islam pada perang Uhud, mereka mulai berani menyatakan permusuhan dan pengkhianatan. Di antara bentuk pengkhianatan mereka adalah menjalin hubungan dengan orang-orang munafik dan kaum musyrikin Makkah secara sembunyi-sembunyi.

Meski sudah mengetahui pengkhianatan itu, Rasulullah Saw berusaha menahan diri. Namun Yahudi Bani Nadhir semakin berani. Khususnya setelah peristiwa Raji’ dan Bi’ru Ma’unah yang menewaskan puluhan kaum Muslimin. Puncak pengkhianatan mereka sampai pada rencana pembunuhan atas diri Rasulullah Saw. Niat jahat itu benar-benar mereka rencanakan secara matang.

Suatu hari Rasulullah Saw bersama beberapa orang sahabatnya mendatangi mereka untuk meminta bantuan membayar diyat dua orang Bani Kilab yang telah dibunuh oleh Amr bin Umayyah adh-Dhamri secara tak sengaja. Rasulullah Saw bersama Abu Bakar, Umar, Ali dan beberapa orang sahabat lainnya duduk menunggu. Sementara itu, orang-orang Yahudi mempersiapkan sebuah batu besar untuk digelindingkan ke arah Rasulullah Saw.

Baca juga: Mengenang al-Urmawi, Pakar Fikih yang Lihai Bermusik

Allah tidak akan membiarkan Nabi-Nya celaka. Jibril pun turun dari sisi Rabbul Alamin mengabarkan kepada Rasulullah Saw tentang rencana jahat orang-orang Yahudi Bani Nadhir tersebut.

Rasulullah Saw segera meninggalkan tempat duduknya tanpa diketahui oleh siapa pun. Para sahabat segera menyusul kembali ke Madinah. Beliau kemudian memberi tahu rencana yang akan dilakukan oleh orang-orang Yahudi.

Tidak lama kemudian, Rasulullah Saw mengutus Muhammad bin Maslamah kepada Bani Nadhir untuk mengatakan kepada mereka, “Keluarlah dari Madinah. Janganlah hidup berdekatan denganku. Aku beri waktu sepuluh hari. Jika setelah itu aku melihat di antara kalian ada yang berada di Madinah, akan aku penggal batang lehernya.!

Tidak ada pilihan lain bagi orang-orang Yahudi bani Nadhir kecuali harus keluar dari Madinah. Mereka pun bersiap-siap untuk berangkat. Namun, gembong munafik, Abdullah bin Ubay, mengirimkan utusan seraya berkata,

 “Kalian hendaklah tetap tinggal di sini dengan senang hati. Janganlah keluar dari tempat tinggal kalian. Aku akan membantu kalian dengan dua ribu prajurit yang siap bertempur dalam benteng kalian. Mereka siap mati membela kalian. Jika kalian benar-benar diusir kami pasti keluar bersama kalian dan kami selamanya tidak akan taat (tunduk) kepada siapa pun juga yang hendak (menyusahkan kalian); dan jika kalian diperangi, kami pasti akan membantu kalian, dan kalian juga akan dibantu oleh Bani Quraizhah dan sekutu-sekutu mereka dari Ghathfan.”

Atas dorongan orang-orang munafik itu, orang-orang Yahudi mulai percaya lagi terhadap kekuatan mereka dan mengambill keputusan untuk melakukan perlawanan. Pemimpin mereka, Huyay bin Akhthab sangat antusias. Ia mengirimkan utusan kepada Rasulullah Saw untuk menyampaikan keputusan, “Kami tak akan keluar dari tempat tinggal kami. Silakan bertindak sesuka Anda!”

Begitu mendengar jawaban yang disampaikan oleh Huyay bin Akhtab, Rasulullah Saw bertakbir. Para sahabat pun ikut bertakbir. Rasulullah Saw pun segera mempersiapkan pasukan. Ketika itu, urusan Madinah diserahkan kepada Abdullah bin Ummi Maktum. Bendera dibawa oleh Ali bin Abu Thalib. Setelah tiba di tempat Bani Nadhir, beliau memerintahkan untuk mengepung mereka.

Bani Nadhir bersembunyi dalam benteng-benteng mereka sambil melempari kaum Muslimin dengan anak panah dan batu. Dalam hal ini, keberadaan kebun kurma sangat membantu orang-orang Yahudi. Rasulullah Saw memerintahkan agar membabat habis dan membakar kebun kurma tersebut.

Sementara itu orang Yahudi berperang sendirian. Mereka ditinggalkan Bani Quraizhah, dan dikhianati Abdullah bin Ubay dan sekutu-sekutunya dari Ghathfan. Tak seorang pun yang memberikan bantuan kepada mereka. Karena itu, Allah SWT mengumpamakan mereka seperti setan..

Pengepungan berlangsung selama enam hari. Karena tak kunjung mendapat bantuan dari Abdullah bin Ubay dan sekutunya, akhirnya Bani Nadhir menyerah dan menyatakan diri keluar dari Madinah. Rasulullah Saw memperbolehkan mereka keluar membawa semua miliknya yang dapat diangkut, kecuali senjata.

Baca juga: Sanad Keilmuan Sebagai Standar Orisinalitas Ajaran Agama Islam

Bani Nadhir pun pergi membawa harta mereka kecuali senjata. Mereka menghancurkan rumah-rumah agar dapat membawa pintu-pintu dan jendela-jendela. Bahkan sebagian mereka ada yang membawa tiang-tiang penopang. Mereka juga membawa istri dan anak. Semuanya diangkut dengan enam ratus unta.

Mayoritas Bani Nadhir dan juga pimpinan mereka seperti Huyay bin Akhthab dan Salam bin Abul Haqiq berangkat menuju Khaibar; dan sebagian lagi berangkat ke Syam. Sementara yang masuk Islam hanya dua orang, yaitu Yamin bin Amru dan Abu Sa’d bin Wahb. Keduanya mendapatkan hartanya.

Rasulullah Saw menyita senjata, tanah, rumah, dan harta benda mereka. Senjata yang didapatkan sebanyak lima puluh perisai, lima puluh topi baja, dan tiga ratus empat puluh pedang.

Semua harta Bani Nadhir menjadi milik kaum Muslimin. Rasulullah Saw mengambil seperlimanya sesuai dengan ketentuan pembagian harta rampasan perang. Sementara sisa senjata dan kuda untuk perlengkapan fisabilillah. Kaum Muslimin dari Anshar tidak keberatan dengan kebijakan Rasulullah Saw. Karena hal itu berarti juga meringankan beban mereka. Selama ini kaum Muhajirin menetap di tempat tinggal kaum Anshar. Dengan pertolongan Allah Swt, berakhirlah sudah riwayat para pengkhianat Yahudi Bani Nadhir di muka bumi kota Madinah.

Kontributor

  • Faisal Zikri

    Pernah nyantri di Daarul 'Uulum Lido Bogor. Sekarang meneruskan belajar di Imam Shafie Collage Hadhramaut Yaman. Suka membaca, menulis dan sepakbola.