Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Berkunjung ke Zawiyah Tertua di Maroko, Surganya Manuskrip Langka

Avatar photo
33
×

Berkunjung ke Zawiyah Tertua di Maroko, Surganya Manuskrip Langka

Share this article

Maroko selain terkenal dengan sebutan negara seribu benteng, negara ini juga dienal dengan sebutan negeri seribu zawiyah. Zawiyah inilah yang berpengaruh besar terhadap perkembangan keilmuan di negara yang berbatasan langsung dengan Spanyol ini.

Kata zawiyah berasal dari bahasa Arab yang berarti sudut/pojoka (الركن من المكان). Secara istilah, menurut Syekh Hasan al-Yusi (1102 H) kata zawiyah tidak memiliki arti yang jelas secara syara’.

Akan tetapi, maknanya tersusun dari dua arti: Pertama, zawiyah bisa diartikan sebagai menyibukkan  diri hanya untuk menyembah Tuhan serta menjauhi segala bentuk kesibukan duniawi. Kedua, zawiyah juga bisa dimaknai memberikan makanan, sodaqoh atau memuliakan tamu.

Istilah zawiyah sebenarnya baru ada pada abad ke tujuh. Pada masa lalu zawiyah dikenal dengan sebutan ribat. Kalo di Indonesia mungkin bisa kita katakan semacam mushola, yang digunakan sebagai sarana nular kaweruh alias tempat belajar dan mengajar.

Dan dalam konvensi Sufi: “Zawiya dan Rabat adalah dua pusat bagi para guru sufi ini untuk mempersiapkan jihad, melawan kafir dan musuh Islam, dan mempelajari dasar-dasar Ilmu agama Al-Quran dan sunah Nabi yang mulia”.

Idealnya, zawiyah adalah tempat yang dipersiapkan untuk beribadah, melindungi para mujahidin, mencari ilmu dan yang membutuhkan, memberi mereka makan dan menyediakan apa yang mereka butuhkan.

Melalui terminologi tasawuf ini, terlihat jelas bahwa zawiyah adalah lembaga keilmuan yang mengajak manusia dengan pendekatan wirid dan zikir, dan fungsi zawiyah tidak terbatas pada pendidikan sufi Islam dan pelestarian landasan spiritual para pengikutnya saja.

Di Maroko ada begitu banyak zawiyah, antara lain Boudchicieh, Tijanniayah, Darkowiyyah, Nashiriyyah dan masih banyak lagi yang tersebar di berbagai kota di negaranya Ibn Rusd ini.

Zawiyah An-Nashiriyah

Pada kesempatan kali ini penulis akan sedikit bercerita tentang Zawiyah An-Nashiriyah yakni salah satu zawiyah tertua yang ada di Maroko. Para ahli sejarah menyebut zawiyah ini dengan sebutan umum zawaya yang berarti ibunya zawiyah di negara jajahan Perancis ini, sebab banyak para ulama mumpuni yang lahir dari tempat ini, salah satunya yakni Al-‘Alim Hasan Al-Yusi Al-Magribi.

Dahulu, di tempat ini kaya akan manuskrip-manuskrip kunonya, kurang lebih 10 ribu banyaknya, akan tetapi sampai saat ini hanya tersisa 4 ribu manuskrip saja, disebabkan sebagian besar manuskrip telah dipindah kan oleh pemerintah Maroko ke perpustakaan kerajaan yang berada di ibu kota rabat agar mendapatkan perawatan yang lebih baik.

Tempat ini dibangun oleh Syaikhul kabir Umar bin Ahmad Al-Anshori pada tahun 1575 M di desa Tamgrout yang terletak kira-kira 18 km sebelah timur dari kota Zaguroh tenggara Maroko.

Di dalam Zawiyah An-Nashiriyyah ini terdapat sebuah perpustakaan yang menyimpan banyak naskah-naskah kuno, hingga dijuluki sebagai surganya manuskrip, serta menjadi rujukan bagi para peneliti manuskrip-manuskrip kuno.

Menurut Muhammad bin Nasir, salah seorang penjaga perpustakaan ini ketika diwawancarai koresponden salah satu media cetak mengatakan bahwa; manuskrip yang paling bagus adalah yang terbuat dari perkamen (kulit) hewan. Dan semua itu ada di perpustakaan ini.

Beberapa koleksi manuskrip yang ada di tempat ini seperti mushaf Al-Quran yang ditulis di atas kulit kijang dengan menggunakan khot Andalusia, kemudian ada juga potongan-potongan dari kitab Al-Muatho karya imam Malik bin Anas riwayat Yahya bin Yahya Al-Laisi yang ditulis dengan khot Andalus kuno, berdasarkan penuturan dari penjaga perpustakan ini.

Alhamdulillah, keduanya masih terjaga sangat baik di perpustakaan Zawiyah An-Nashiriyyah hingga saat ini.

Beliau juga menambahkan bahwa sebagian manuskrip yang ada di perpustakaan ini juga ada yang ditulis dengan menggunakan tinta emas seperti kitab Shahih Al-Bukhori karya Imam Al-Bukhari dan kitab Nasimul Riyadh syarah Qodhi Iyyad.

Kontributor

  • Noer Shoim

    Asal Ngabang, kota kecil di Kalimantan Barat. Pernah nyantri Ponpes Ihya Ulumaddin, Kesugihan Cilacap dan Sarang Rembang. Usai menyelesaikan sarjana di Maroko, sekarang menjadi mahasiswa Master Studi Islam di Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.