Wabah Virus Corona yang tengah menjangkit di banyak negara sejak akhir tahun 2019 membuat banyak kalangan merespon kejadian ini sesuai dengan bidang keilmuannya. Tak terkecuali Dewan Senior Ulama Azhar di Mesir yang mengeluarkan fatwa tentang keringanan melakukan shalat di rumah.
Hal ini merupakan langkah antisipasi agar memutus penyebaran virus Corona yang bisa menyebar begitu cepat dalam kondisi pertemuan jarak dekat antara orang yang terinfeksi dengan lingkungan sekitarnya.
Dikutip dari laman resmi Facebook al Azhar asy-Syarif Mesir, Minggu 15/03/2020, Dewan Senior Ulama al-Azhar mengeluarkan fatwa tentang keringanan melakukan kewajiban shalat di rumah saat terjadinya kondisi wabah. Berikut kutipannya yang telah diterjemahkan oleh tim Sanad Media:.
Fatwa Dewan Ulama Senior Al-Azhar
Keterangan mengenai diperbolehkannya
menghentikan sementara shalat Jumat dan shalat jamaah untuk menjaga diri dari
penyebaran virus corona.
Segala puji hanya milik Allah Swt
semata, shalawat dan salam teruntuk Nabi terakhir Muhammad Saw. Wa ba’du
Berdasarkan keterangan yang
dikeluarkan oleh putusan medis secara berkesinambungan tentang penyebaran virus
corona (Covid-19)
yang amat cepat, serta perkembangannya yang menjadi wabah dunia. Juga
berdasarkan putusan medis yang terus berjalan, bahwa bahaya nyata virus ini ada
pada kecepatan serta mudahnya virus ini berkembang, sementara orang yang terkena
tidak menunjukkan adanya tanda-tanda, sehingga tidak diketahui apakah sudah
terjangkit atau belum. Oleh sebab itu, penyakit tersebut dapat menyebar di
setiap tempat yang ia singgahi.
Di antara tujuan terbesar syariat
Islam adalah melindungi serta menjaga nyawa dari segala bahaya dan musibah. Oleh
sebab itu, Dewan Ulama Senior- berangkat dari tanggung jawabnya-dalam wilayah
syariah, memberitahukan kepada segenap pemikul tanggung jawab di segala
penjuru, bahwa secara syariat boleh menghentikan shalat Jumat dan shalat jamaah
dengan alasan virus tersebut sangat mengkhawatirkan bagi manusia dan
keberlangsungan negara.
Selain itu, telah ditetapkan pula bagi
orang yang sakit dan lanjut usia agar menetap di dalam rumah, serta tidak
mengikuti shalat berjamaah dan shalat Jumat. Hal ini sudah sesuai dengan
instruksi pihak berwenang di masing-masing negara.
Berdasarkan data resmi dari otoritas
medis, virus ini telah merenggut banyak nyawa di seluruh dunia. Dari data yang
terhimpun itu, kiranya cukup untuk menyimpulkan bahwa virus ini memang berbahaya
karena telah memenuhi tiga alasan: tingginya angka korban, cepatnya penularan
dan perkembangbiakan virus.
Untuk itu, wajib hukumnya bagi para pemangku kebijakan di setiap negara untuk mengerahkan usaha maksimal untuk menghalau penyebaran virus ini. Para ulama yang mengerti duduk perkara kasus ini secara hukum, pasti memahami kaidah yang berbunyi: “Apa yang dapat mendekatkan kepada sesuatu, maka akan ikut mengambil hukumnya.” Bahwa kesehatan tubuh merupakan tujuan terbesar dalam syariat Islam.
Hadis yang mendasari peniadaan
shalat Jumat dan shalat Jamaah secara
syari akibat penyebaran wabah adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dan Muslim:
“Sesungguhnya Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata kepada muadzin, ketika hujan, ”Apabila engkau mengucapkan أشهد أن محمداً رسول الله (dalam adzan), jangan engkau ucapkan حيَّ على الصلاة tapi ucapkanlah صلوا في بيوتكم (shalatlah di rumah-rumah kalian). Maka seolah-olah manusia mengingkarinnya, beliau berkata (Ibnu Abbas), ”Hal itu dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (Nabi), sesungguhnya shalat Jumat itu wajib dan aku tidak ingin menyusahkan kalian, sehingga kalian berjalan menuju masjid dengan kondisi jalan yang berlumpur dan licin”. (HR Bukhari)
Hadis di atas merupakan perintah
untuk meninggalkan shalat berjamaah karena adanya hujan lebat yang membuat
susah untuk berangkat ke masjid. Tidak diragukan lagi, bahwa keberadaan virus
corona lebih membahayakan dibanding hujan yang deras.
Dari situ dapat disimpulkan bahwa keringanan
meninggalkan shalat Jumat berjamaah karena wabah penyakit merupakan bagian dari
syariat yang masuk akal dan benar secara hukum fikih. Sebagai gantinya adalah
melaksanakan shalat Zhuhur empat rakaat di rumah atau di tempat sepi.
Para ahli fikih sepakat, dan
persoalan ini telah selesai dibahas, bahwa segala ketakutan yang berkaitan
dengan nyawa, harga atau keluarga merupakan alasan yang syah untuk meninggalkan
shalat Jumat dan shalat Jamaah. Hadis di bawah ini bisa menjadi landasannya.
Diriwayatkan dari Abu Dawud, Ibnu Abbad, Nabi Bersabda,“Barangsiapa mendengar azan dan tidak memenuhinya tanpa ada uzur yang menghalanginya, maka shalayang dikerjakannya tidak akan diterima. Para sahabat bertanya, “apakah uzurnya ?” Beliau menjawab, ”Takut atau sakit.” (HR. Abu Daud)
Juga hadis yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Auf yang ia dengar dari Nabi Saw, “Jika kalian mendengar tha’un di suatu negeri maka janganlah datang kepadanya, dan jika terjadi tha’un di suatu negeri yang kalian tinggal padanya maka janganlah keluar untuk lari darinya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Saw juga melarang orang yang memiliki bau badan tak sedap yang dapat mengganggu orang lain agar tidak shalat di masjid, supaya tidak menganggu orang lain.
Imam Bukhori meriwayatkan dari Jabir dari Abdullah RA bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda, “Siapa yang makan bawang putih atau bawang merah, hendaklah ia menjauh kami.” Atau beliau berkata, “Hendaknya dia menjauh dari masjid kami dan berdiam di rumahnya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Apa yang disebutkan dalam sejumlah hadis di
atas tergolong jenis bahaya yang efeknya sedikit, bisa selesai dengan cepat.
Lalu bagaimana dengan wabah yang penyebarannya sangat cepat dan menyebabkan tragedi
kemanusiaan yang sulit dikendalikan?
Ketakutan yang melanda saat ini terjadi karena penyebaran virus ini sangat cepat dan membahayakan. Terlebih, hingga saat ini belum ditemukan obatya. Mengingat hal itu, seorang muslim akan dimaklumi/dimaafkan jika tidak mengikuti shalat Jumat atau shalat Jamaah.
Atas pertimbangan tersebut di atas, maka Dewan Ulama Senior Al-Azhar memutuskan: Bahwa diperbolehkan secara syar’i untuk meninggalkan shalat Jumat dan shalat jamaah untuk sementara waktu sebagai upaya menghentikan penyebaran virus corona yang membahayakan.
Ketentuan Meninggalkan Shalat Jumat
dan Shalat Jamaah
Pertama: Wajib hkumnya mengumandangkan azan pada setiap waktu shalat, meskipun ada keputusan menghentikan shalat Jumat maupun shalat jamaah. Pada setiap azan, muazin diperbolehkan mengumandangkan “Shollu fi buyutikum (salatlah di rumah kalian).”
Kedua: Bagi keluarga dengan jumlah banyak agar menjalankan shalat secara berjamaah di rumah masing-masing, hingga ada informasi lebih lanjut terkait virus corona. Pada dasarnya, shalat jamaah tidak harus dilaksanakan di masjid.
Ketiga: Arahan Lembaga Kesehatan terkait pencegahan penyebaran virus corona merupakan hal yang wajib diikuti secara syariat. Juga mengikuti arahan dari lembaga yang ditunjuk pemerintah secara resmi, dan tidak menyebarkan berita bohong yang mengakibatkan orang lain merasa takut, cemas, dan khawatir.
——
Dewan Ulama Senior Al-Azhar mengajak para ulama senior baik di wilayah Barat maupun Timur untuk terus menjaga shalat dan mendekatkan diri kepada Allah dengan berdoa. Menguatkan para korban dan membantu mereka. Menjaga negara dan umat manusia dari wabah virus corona, serta agar menjaga diri masing-masing dari segala jenis penyakti.
Sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik Dzat tempat meminta pertolongan dan harapan. Allah pula sebaik-baik penjaga, dan Dialah Dzat yang paling mengasihi.
Dewan Ulama Senior Al-Azhar
Kairo, Minggu, 15 Maret 2020 M