Sayyidi Syekh Dr. Muhammad bin Ali Ba’atiyah mengadakan kajian umum di Masjid Agung Malang pada Minggu (20/11/2022). Acara yang disusun oleh pihak Rabithah al-Atha’ wal Irfan (RAWI) kali ini bertemakan tentang penguatan akidah ahul sunnah wal jama’ah yang baik dan benar sebagaimana arahan para salafus salih.
Acara tersebut dilaksanakan setelah magrib, dihadiri oleh para pembesar ulama, tokoh-tokoh dan ribuan masyarakat lainnya. Sebetulnya saat itu adalah jadwal kajian kitab At-Tadzkir An-Nawawiyah, dan kitab Ad-Da’wah At-Tammah yang kian rutin diisi oleh Abuya KH. Hasanuddin, pimpinan PP. Daarus Saadah Al-Islamiy – Malang tiap pekannya, hanya saja beliau meminta Sayyidi Syekh untuk menyampaikan risalah dakwah terkait pengokohan akidah umat muslim.
Mengawali kuliahnya, Sayyidi Syekh menghimbau para hadirin agar bangkit dari kelalaian, mengingat nikmat-nikmat yang telah Allah swt berika. Lebih-lebih nikmat itu tergolong istimewa, sebab tidak pernah diberikan kepada umat lain selain umat Nabi Muhammad saw.
Sebelum beranjak kepada puncak persoalan, beliau menerangkan bahwa ada beberapa nikmat yang lazim kita ketahui dan syukuri, di antaranya:
1. Nikmat menjadi umat Nabi Muhammad saw, hal ini merupakan anugerah terindah yang tak bisa dimiliki oleh sembarang orang. Tak sadarkah kita, bahwa umat-umat nabi terdahulu bermunajat kepada Allah agar digolongkan sebagai pengikut Nabi Muhammad saw, tak hanya itu, Nabi Musa pun kian memohon agar Allah memilahnya sebagai pengikut Nabi Muhammad, padahal kita tahu bahwa Nabi Musa sendiri adalah nabi dan rasul yang mulia di sisi Allah swt.
2. Nikmat terlahirnya kita muslim. Agama Islam menjadi satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah swt sejak diutus nya Nabi Muhammad saw. Dan salah satu aturan mensyukuri nikmat itu ialah dengan melazimi pembacaan kitab ratib al-Latif di pagi hari dan ratib al-Haddad di waktu petang, yang keduanya itu adalah karya Al-Imam Al-Quthb Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad.
3. Nikmat selanjutnya ialah adanya ahlu bait Nabi Muhammad saw. Ahlu bait merupakan golongan orang-orang yang menempati kedudukan istimewa di sisi Rasulullah Saw. Allah swt telah membersihkan dan mensucikan hati mereka dari segala dosa dan kotoran hati.
Sayyidi Syekh kemudian menyarankan agar setiap Muslim dapat menghimpun porsi terbesar wawasan dan pengetahuan Islam yang benar, baik yang terkait dengan akidah, hukum, maupun akhlak. Pasalnya, tidak perlu diragukan lagi, kehidupan Nabi saw tidak lain adalah gambaran hidup dari seluruh prinsip dan hukum Islam.
Menyangkut soal akidah, muncul sebagian kelompok yang mengingkari adanya keturunan Nabi saw hingga kini. Logika mereka mengatakan, tak ada argumen yang objektif untuk mendukung apa yang dianut oleh kaum Ahlu sunnah wa jama’ah terkait hal ini. Pikiran mereka amat dangkal yang kemudian diselimuti oleh kecenderungan nafsu atau fanatisme terhadap hawa nafsu itu sendiri.
Sayyidi Syekh menyebut kalangan seperti ini sebagai ‘Nawashib’, mereka adalah orang-orang yang berpandangan sederhana, menolak kebenaran, nan enggan menganalisis serta mengkaji kembali dalil-dalil baik itu dari al-Qur’an maupun sunnah.
Menjawab persoalan ini, akhirnya Sayyidi Syekh pun menerangkan bahwa ketetapan adanya ahlu bait telah disebutkan oleh Allah swt dan Rasul-Nya.
Salah satu firman Allah yang menetapkan adanya ahlu bait ialah,
إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً (الأحزاب:33)
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak memnghilangkan dosa dari kamu wahai ahlu bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33)
Dalam kitab At-Tahrir wa at-Tanwir, Imam Ibnu Asyur menafsirkan bahwa maksud kalimat membersihkan di sini ialah pembersihan maknawi, dalam artian sebagai bentuk penyempurnaan jiwa dan hati mereka agar terbebas dari kotoran yang bersarang dalam hati seperti iri, dengki, hasad, dll.
Kemudian beliau menerangkan bahwa ahlu bait adalah mereka yang berasal dari keluarga Sayyidina Ali, Sayyidina Ja’far, Sayyidina Aqil, dan keluarga Sayyidina Abbas. Namun, mayoritas masyarakat beranggapan bahwa ahlu bait hanyalah mereka yang memiliki silsilah nasab kepada Rasulullah Saw melalui jalur Sayyidina Hasan ataupun Husein Ra. Sebutan yang kerap kali kita dengar adalah Ahlu Kisa’ sebagaimana yang termaktub dalam hadits Al-Kisa’, mereka adalah Sayyidina Ali, Fathimah, Hasan, dan Husein Ra.
Dalam hadits lain Rasulullah Saw bersabda,
إني تارك فيكم الثقلين أحدهما أكبر من الآخر: كتاب الله عز وجل حبل ممدود من السماء إلى الأرض، وعترتي أهل بيتي، وإنهما لن يفترقا حتى يردا على الحوض. (رواه الترمذي)
“Sesungguhnya Aku meninggalkan dua perkara yang berat di antara kalian, yang mana salah satunya adalah sesuatu yang lebih besar dari lainnya. Ialah kitab Allah (Al-Qur’an) yang (mukjizatnya)terbentang dari langit hingga bumi, dan keturunan-Ku yaitu ahlu bait. Keduanya tidak akan terpisah hingga di tunjukan kepada-Ku telaga (Surga).” (HR. Tirmidzi)
Dalam riwayat lain, dikisahkan bahwa Sayyidina Ali senantiasa mengerahkan segala kemampuannya sewaktu berada di medan perang, yang demikian itu agar Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein ra. tidak wafat terbunuh, seraya beliau berkata, “Aku takut dengan terbunuhnya mereka dapat memutuskan nasab Nabi saw.”
Berdasarkan di atas, Sayyidi Syekh Dr. Muhammad bin Ali Ba’atiyah beliau berharap agar umat muslim lebih jeli lagi dan cerdas dalam berfikir dalam mengambil suatu keyakinan.