Sebongkah informasi dapat kita akses dengan mudah, semudah menggerakan jemari tangan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pecinta sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dalam mengikuti tapak tilas sunnah Rasulullah yang otentik.
Pasalnya apa? Karena pada faktanya, tidak sedikit hadis shahih yang kita temui, saling bertentangan baik dari segi lafal maupun makna, di mana pada zaman dulu tidak mudah didapatkan kecuali oleh para penuntut ilmu hadis.
Hal inilah yang kerap kali menjadi penyebab timbulnya pertikaian bahkan polarisasi di tengah kehidupan masyarakat awam.
Lantas bagaimana cara kita mendamaikan dua hadis shahih yang saling bertentangan agar kita bisa mengaktualisasi hadis Nabi shalallahu alaihi wa sallam dengan benar sehingga kita mampu mengindari pertikaian di tengah masyarakat?
Para muhadditsin (ulama hadis) telah merumuskan cara agar kita dapat mengaktulisasikan hadis Rasulullah saw. manakala terdapat dua hadis atau lebih, yang saling bertentangan baik dari segi matan maupun makna (maksud) hadisnya . Hal ini telah dibahas tuntas dalam suatu pembahasan dalam studi ilmu hadis yaitu Ilmu Mukhtalif al-Hadis.
Menurut KH. M. Ma’shum Zein, M.A dalam bukunya Ilmu Memahami Hadits Nabi, secara istilah Ilmu Mukhtalif al-Hadis adalah:
العِلْمُ الَّذِي يَبْحَثُ فِي الأَحَادِيثِ الّتِي ظَاِهُرهَا مُتَعَارِضٌ فَيَزِيْلُ تَعَارُضُهَا أَوْ يُوفِقُ بَيْنَهُمَا كَمَا يَبْحَثُ فِي الأَحَادِيْثِ الّتِي يُشْكِلُ فَهْمَهَا أَوْ تَصَوُّرُهَا فَيُدْفَعُ إِشْكَالُهَا وَيُوضَحُ حَقِيْقَتُهَا
Artinya:
“Ilmu yang membahas hadis-hadis yang secara lahiriah saling bertentangan, lalu dihilangkan pertentangannya atau keduanya dikompromikan, sebagaimana membahas masalah hadis-hadis yang kandungannya sulit dipahami atau sulit dicari gambaran yang sebenarnya, lalu kesulitan tersebut dihilangkan dan dijelaskan hakikat yang sebenarnya.”
Menurut Drs. Fatchur Rahman dalam bukunya Ikhtishar Mushthalahul Hadits, sebagian ulama menamai ilmu ini dengan ilmu Musykilul Hadits, ada juga yang menamai dengan ilmu Ta’wilul Hadits dan sebagian yang lain menamainya dengan Talfiqul Hadits.
Yang menjadi objek ilmu ini ialah hadis-hadis yang saling berlawanan, untuk dikompromikan kandungannya agar keduanya dalam dipahami dengan baik. Metode ini disebut metode talfiq, dan dapat dilakukan dengan cara:
1. Menguatkan kemutlakan hadits dan men-takhshish keumumannya.
2. Memilih mata rantai sanad yang lebih kuat, atau yang lebih banyak jalur sanadnya
Contoh Hadis Shahih yang bertentangan:
1. Hadis bahwa Rasulullah melarang minum berdiri, berdasarkan hadis riwayat Muslim
أَبَو هُرَيْرَةَ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا
Artinya: “Janganlah sesekali salah seorang dari kalian minum berdiri”
2. Hadis bahwa Rasulullah minum berdiri, berdasarkan hadis shahih riwayat Tirmidzi
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي عَمْرَةَ، عَنْ جَدَّتِهِ كَبْشَةَ قَالَتْ: «دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَشَرِبَ مِنْ فِي قِرْبَةٍ مُعَلَّقَةٍ قَائِمًا
Artinya: “Kabsah berkata bahwa Rasulullah pernah masuk ke rumahku kemudian minum dengan bejana yang tergantung dalam keadaan berdiri.”
Cara Talfiq:
1. Rasulullah saw. melarang umat untuk minum berdiri agar umat dapat menikmati minum dengan baik. Selain itu, jika kita tinjau dalam ilmu medis pun akan lebih baik minum dalam keadaan duduk. Di antaranya adalah membantu melancarkan pencernaan makanan hingga ke usus dan mencegah penyakit asam lambung.
2. Menurut al-hafiz Iroqi, Rasulullah saw. minum sambil berdiri ketika dalam keadaan terburu-buru karena ada uzur yang mengharuskan Rasulullah minum dengan cepat. Maka diperbolehkan bagi umat Rasulullah untuk minum sambil berdiri apabila dalam keadaan terdesak oleh waktu.
Bagaimana Cara Mengaktualisasikan Dua Hadits Shahih yang Saling Bertentangan?
Menurut Syekh Mahmud Tohan, ada beberapa urutan tahapan yang mesti dilakukan untuk mengaktualisasikan hadis-hadis yang bertentangan, tahapannya yaitu:
1. Apabila bisa di-talfiq (dikompromikan): maka wajib mengamalkan keduanya
2. Apabila keduanya tidak bisa dikompromikan maka ada beberapa tahapan berikut:
- Apabila dapat diketahui nasikh hadis (hadis baru yang mengahapus hukum hadis yang lama) dan mansukh-nya (hadis lama yang hukum pemakaiannya dihapus oleh hadis yg baru), maka amalkanlah hadis nasikh dan tinggalkan yang mansukh-nya. Contohnya ialah hadist tentang ziarah kubur, yang mana Rasulullah saw. pernah melarang para sahabat untuk ziarah kubur kemudian dimansukh dengan hadis shorih yang menganjurkan para sahabat untuk ziarah kubur sebagai pengingat kematian.
- Apabila tidak dapat diketahui nasikh dan mansukh hadisnya, maka amalkanlah hadis yang lebih rajih (pendapat yang lebih kuat) dari kualitas dan kuantitas sanadnya.
- Apabila tidak ditemukan yang lebih rajih, maka jangan amalkan kedua hadis tersebut sampai jelas yang manakah yang lebih rajih. Dan ini jarang sekali terjadi.
Wallahu ‘Alam.