Berita
duka sering terdengar di masa pandemi, pun demikian berita tentang yang sakit. Himpitan
ekonomi akibat pembatasan mobilitas masyarakat oleh pemerintah juga tak jarang terdengar sehingga melahirkan keluhan-keluhan yang tak
jarang menjadi status Medsos seseorang yang kita kenal.
Kehidupan
ini hanya sementara dan Allah swt. sudah menyatakan bahwa dalam kesulitan ada
kemudahan (QS. al-Insyirah [94]:5-6). Pernyataan Yang Maha Benar
Allah swt. tersebut bahkan terulang dalam dua ayat suci al-Qur’an, apa kita
dustakan?!
Tidak
bersabar akibat musibah sakit, sulitnya ekonomi atau tekanan hidup lainnya tak
jarang menyulut keluhan dan keinginan untuk segera mati. Kita harus ingat
bagaimana Quzman bin al-Harits yang syahid di medan Uhud justru masuk neraka
sebab ia tidak sabar dengan luka yang diperolehnya di medan perang dan
mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Akibat tindakannya ini, Baginda
Nabi Muhammad saw. berkata:
إنَّهُ لَمِنْ أَهْلِ النَّارِ
“Sesungguhnya
ia termasuk penduduk neraka.”
Ingat
juga bagaimana kesabaran sahabat Khabab bin Arat ra. menjalani penyakit akutnya
akibat siksaan kaum Kafir Quraisy dan juga perang jihad di jalan Allah. Diceritakan dari jalur Qais bin Abi Hazim (seorang tabi’in) dalam Sunan Imam Nasa’i:
قَالَ دَخَلْتُ عَلَى خَبَّابٍ وَقَدْ اكْتَوَى فِي
بَطْنِهِ سَبْعًا وَقَالَ لَوْلَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَهَانَا أَنْ نَدْعُوَ بِالْمَوْتِ دَعَوْتُ بِهِ
“(Qais)
berkata, ‘Aku pernah menemui Khabbab, dan ia mengobati perutnya dengan besi
panas sebanyak tujuh kali. Dia berkata, ‘Andai saja Rasulullah saw. tidak
melarang kita berdoa untuk mati, niscaya aku berdoa untuk mati.’”
Larangan
berdoa dan berharap untuk segera mati itu sangat jelas dinyatakan oleh Imam
Nasai dalam hadits yang diriwayatkan oleh sahabat
Anas bin Malik ra.:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَلَا لَا يَتَمَنَّى أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ لِضُرٍّ نَزَلَ بِهِ فَإِنْ
كَانَ لَا بُدَّ مُتَمَنِّيًا الْمَوْتَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا
كَانَتْ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي مَا كَانَتْ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي
“Rasulullah
saw. bersabda, ‘Ketahuilah,
janganlah salah seorang di antara kalian berharap mati karena suatu bahaya
(musibah) yang telah menimpanya. Jika ia harus berharap mati, maka hendaknya ia
berdoa, ‘Ya Allah, hidupkanlah aku selama hidupku itu lebih baik untukku, dan
wafatkanlah aku selama kematian itu lebih baik untukku.’”
Dari
jalur sahabat Abu Hurairah ra., Imam Nasai juga meriwayatkan:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ إِمَّا مُحْسِنًا فَلَعَلَّهُ
أَنْ يَعِيشَ يَزْدَادُ خَيْرًا وَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَإِمَّا مُسِيئًا فَلَعَلَّهُ
أَنْ يَسْتَعْتِبَ
“Rasulullah saw. bersabda, ‘Janganlah
sekali-kali salah seorang di antara kalian berharap mati. Adakalanya
dia itu orang baik, maka barangkali ia tetap hidup akan bertambah baik, dan itu
lebih baik baginya; dan adakalanya ia adalah orang yang (selalu berbuat) jelek,
maka barangkali ia akan tidak mengulangi perbuatan jeleknya dan bertobat.’”
Sahabat
Abu Hurairah ra. dalam riwayat Imam Muslim juga telah mengatakan sabda baginda
Rasulillah saw.:
لا يَتَمَنَّى أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ وَلا يَدْعُ بِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُ إِنَّهُ إِذَا
مَاتَ أَحَدُكُمْ انْقَطَعَ عَمَلُهُ وَإِنَّهُ لا يَزِيدُ الْمُؤْمِنَ عُمْرُهُ إِلا خَيْرًا
“Janganlah salah seorang di antara kalian berharap
mati. Jangan berdoa (untuk mati) sebelum waktunya. Sesungguhnya ketika salah
seorang di antara kalian saat meninggal dunia, maka akan terputuslah amalannya.
Sesungguhnya seorang yang mukmin tidak bertambah umurnya melainkan ada kebaikan.”
Datangnya
sebuah musibah pada seorang mukmin
bukanlah azab atau siksa, ia adalah tanda bahwa Allah swt. sedang menguji
ketaatan hamba–Nya.
Sebagaimana hadits riwayat Imam Ibnu Majah,
Tirmidzi, Baihaqi, Ahmad dan lainnya:
عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ عِظَمُ
الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ
فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ
“Dari
Anas bin Malik, dari Rasulillah saw., bahwa beliau saw. bersabda, ‘Besarnya
pahala sesuai dengan besarnya cobaan, dan sesungguhnya apabila Allah swt. mencintai
suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa ridha (atas cobaan
tersebut) maka baginya keridhaan (Allah swt.), dan barang siapa
murka maka baginya kemurkaan (Allah swt.).”
Namun
jangan sampai kita berharap diuji atau berharap akan musibah! Sebab hal demikian berlawanan dengan arahan Baginda Rasulillah saw. sebagaimana yang dapat kita
pahami dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim berikut:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
لَا تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُوِّ وَاسْأَلُوا اللَّهَ الْعَافِيَةَ فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ
فَاصْبِرُوا
“Wahai kaum muslimin, janganlah kalian
mengharap bertemu dengan musuh, dan mohonlah kesehatan kepada Allah swt., namun
apabila kalian bertemu dengan mereka maka bersabarlah.”
Akhirnya, di zaman yang telah banyak fitnah (hoaks)
sedemikian ini, maka jika harus wafat, semoga diwafatkan dalam keadaan yang
terbebas dari fitnah.
وَإِذَا أَرَدْتَ بِعِبَادِكَ فِتْنَةً فَاقْبِضْنِيْ إِلَيْكَ غَيْرَ مَفْتُوْنٍ
“Kalau Engkau (Ya Allah) menginginkan
sebuah fitnah atas hamba-Mu, maka cabutlah (nyawa) diriku tanpa terkena fitnah.” (HR. Tirmidzi)