Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Gentar

Avatar photo
37
×

Gentar

Share this article

Dalam ‘Asrar-e Khudi’, Muhammad
Iqbal
menuliskan:

Kau ciptakan malam, tapi kubuat lampu,
Kau ciptakan lempung, tapi kubentuk cupu
Kau ciptakan gurun, hutan dan gunung,
Kuhasilkan taman, sawah dan kebun

Di sini tampak begitu optimisnya
manusia-Iqbal.
Filsafat
Iqbal
sering diberi isim sebagai filsafat ego, atau subjek, atau Dzat.
Jangkar yang dilemparkan untuk menambatkan prinsip-prinsip hidup agar tidak
terombang-ambing adalah
manusia
itu sendiri. Tetapi bukan berarti Tuhan itu telah mati (Gott ist tot).
Tuhan punya ranahnya sendiri, manusia punya ranahnya sendiri. Tuhan menciptakan
sejarah, manusia yang menuliskannya dengan dawat. Tuhan menciptakan alam,
manusia merumuskan hukum fisika. Pendek kata: tuhan adalah pelaku, kita juga
pelaku.

Jika menyinggung perihal siapa pelaku
siapa tidak, kita akan merujuk pada disiplin
tasawuf yang mengatakan
bahwa pelaku yang hakiki adalah Tuhan. Penyematan kata ‘pelaku’ (al-fail)
untuk manusia hanya bermaknya majazi. Entah bermakna majazi atau tidak, bagi
Iqbal tidak terlalu penting. Yang jelas-jelas kita lihat, kita dengar, kita
raba, adalah segala sesuatu di dunia ini yang hadir hanyalah manusia. Di dunia
Islam, optimisme terhadap kolerat manusia semacam ini harganya mahal.

Dalam capingnya ‘Se (l – k) uler’,
GM menafsiri bait sajak di muka sebagai pemisahan antara ranah Tuhan dengan
ranah manusia, atau yang lumrah kita kenal sebagai sekuler. Saya tidak
sepenuhnya setuju. Sajak Iqbal di atas lebih mengarah pada antitesis ciptaan
Tuhan dan betapa otonomnya manusia menghadapi alam semesta yang begitu ganas.
Ketika Tuhan menciptakan malam yang gelap, mencekam, dan asing, manusia mulai
menciptakan kandil, kemudian lilin, kemudian lampu, kemudian kita mendadak merasakan
siang dan malam tak ada beda. Siang bukan lagi satu-satunya waktu untuk mencari
rezeki (QS.
an-Naba’:
11), malam menggantikan aktivitas siang hari.

Menurut saya, sajak Iqbal di atas lebih
tampak sebagai optimisme sekaligus kepasrahan, dua hal yang sejatinya saling
bertentangan secara
lahir.
Di satu waktu, Iqbal mengakui betapa dahsyatnya Tuhan menciptakan alam, tapi di
waktu yang lain, manusia mendapati ciptaan Tuhan itu berbahaya, oleh karenanya
harus dikendalikan (bukankah ini satu jenis optimisme?), meskipun kadang
kekuatan alam lebih ilahiah dibanding kemampuan manusia. Tuhan menciptakan
tanah lempung, manusia menciptakan (dari lempung itu) cupu, gerabah, keramik,
dan alat-alat peradaban lainnya. Di sinilah tanah ditakhlukkan untuk
kepentingan manusia.

Tuhan juga menciptakan gurun, hutan dan
gunung, tapi manusia menyadari bahwa ketiganya tak mudah ditaklukkan (entah
bagaimana di masa depan: bukankah sekarang kita menyaksikan hutan dibabat dan
dijadikan komoditi?). Oleh sebab itu manusia menciptakan taman, sawah dan
kebun; tiga hal yang menunjang dan bahkan menopang kehidupan. Manusia akhirnya
membangun peradaban. Satu persatu keganasan alam mulai ditaklukkan. Manusia
tidak lagi hidup nomaden hanya untuk bertahan hidup. Mereka menyadari peradaban
tidak mungkin dibangun tanpa tanah air, tempat segala hasil akal budi yang
zahir (teknologi, arsitektur) dan batin (gagasan, filsafat) ditancapkan.

Ketegangan antara optimisme dan
kegentaran di hadapan kehendak Tuhan inilah sikap yang seharusnya diambil manusia.
Memang ada pemisahan wilayah (seperti pendapat
GM
di atas) antara Tuhan dengan manusia; yang makna primordialnya termaktub lewat
pembedaan antara penciptaan alam (yang hanya dilakukan oleh Tuhan) dengan penaklukkan
alam (yang hanya dilakukan oleh manusia). Dengan kata lain: Tuhan menciptakan,
manusia merawatnya—atau jangan-jangan menghancurkannya?

 

Kontributor

  • M.S. Arifin

    M.S. Arifin, lahir di Demak 25 Desember 1991. Seorang penyair, esais, cerpenis, penerjemah, dan penyuka filsafat. Bukunya yang sudah terbit: Sembilan Mimpi Sebelum Masehi (antologi puisi, Basabasi, 2019) dan Mutu Manikam Filsafat Iluminasi (terjemahan karya Suhrawardi, Circa, 2019). Bisa dihubungi lewat: ms.arifin12@gmail.com.