KH. Ahmad Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha di salah satu pengajiannya mengungkapkan bahwa kesalahan tidak selamanya dinilai buruk. Ada jenis kesalahan yang disenangi oleh Allah. Dan pada akhirnya kelak di akhirat akan diganti dengan nilai kebaikan.
Kiai kenamaan asal Rembang itu kemudian membagi kesalahan menjadi dua jenis. Pertama, kesalahan yang disebut dengan kulliyat atau kesalahan total. Kesalahan model ini merupakan kekeliuran yang sudah menyimpang dan melenceng dari jalur (kebenaran).
Sementara yang kedua dinamakan kesalahan yang masih berada di lingkaran kebenaran. Gus baha menyebut kesalahan macam ini yang disukai oleh Allah. Bahkan para ulama mengaku iri dengan keistimewaan ini, sebab ia tidak mempunyai kesempatan menkonversi kesalahan menjadi sebuah pahala.
“Maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan.” jelas Gus Baha dilansir Channel Santri Gayeng.
Baca juga: Gus Baha: Ditakdirkan pernah sujud itu keren
Gus baha lalu menyodorkan sebuah contoh agar bisa dipahami secara gamblang dan mudah.
Ada seorang ibu tua yang memiliki banyak anak, tetapi sebagian dari mereka hidup terpencar di beberapa kota besar. Kecuali satu anak yang masih tinggal dengannya di rumah. Dalam keseharian, anak yang terakhir ini selalu berbakti dan ada untuk ibunya. Tetapi di sisi lain ketika dirasa kekurangan dalam melayani, ia yang selalu kena damprat dan makian.
Meski di mata orang tuanya ia sering disalahkan, entah alasan ini dan itu. Tetapi dalam kacamata agama ia sudah benar, posisinya lebih baik dibandingkan saudara-saudaranya yang tinggal di kota-kota jauh. Sebab ia mengamalkan perintah agama, merawat, khidmah, dan berbakti setiap waktu.
Baca juga: Gus Baha: Berbanggalah Kamu ketika Bisa Berbakti kepada Orang Tua
Lain hal dengan saudara-saudaranya, ketidakhadiran mereka tak mungkin dikenai kesalahan sebagaimana anak yang terakhir tadi. Keberadaannya yang berjauhan itu mengahalangi mereka berlaku sepertinya sehingga mereka tidak berpotensi kena omongan dan disalah-salahkan. Inilah yang dimaksudkan Gus Baha sebagai kesalahan yang masih dalam koridor kebenaran. Kesalahan yang kelak bisa dikonversi menjadi kebaikan.
Lebih lanjut, Gus Baha menganalogikan kasus di atas sebagaimana halnya kemustahilan meninggalkan tumakninah bagi orang yang tidak menunaikan sholat. Pastinya orang yang tidak sholat tidak mungkin bisa disalahkan karena meninggalkan tumaknianah.
“Tidak mungkin orang yang tidak sholat bisa disalahkan karena meninggalakan tumakninah.” tegas Gus Baha.
Hal ini sepanggang seperloyangan seperti kasus anak yang tinggal jauh dari ibunya tadi. Sementara mereka yang sholat tetapi mengabaikan tumakninah tetap dinilai kebaikan karena berjalan di atas jalur perintah dan koridor kebenaran.